Pembantaian di Benteng Kairo; Titik Nol Sejarah Mesir Modern (3)

in Sejarah

Last updated on November 22nd, 2017 03:40 pm

Ketika Ottoman sedang terperangkap di masa lalu, Mesir di bawah Muhammad ‘Alī Pasha, sedang mereformasi diri,  berbenah menyambut era baru peradaban dunia.”

 

Nama panjangnya Muhammad ‘Alī Pasha al-Mas’ud ibn Agha (Albania: Mehmet Ali Pasha) atau Mehmet Ali Paşa dalam Turki. Ia merupakan keturunan Turki, yang lahir di Kawala, Macedonia, Rumeli eyalet, Utsmani (sekarang masuk wilayah Yunani) pada 4 Maret 1769. Ali berasal dari keluarga yang tidak mampu, orang tuanya bekerja sebagai penjual rokok, sehingga masa kecilnya dihabiskan untuk bekerja keras untuk dapat bertahan hidup. Ia memulai karirnya di kesultanan Ottoman, sebagai pegawai pemungut pajak daerah. Jalan hidupnya berubah setelah Gubernur daerah tersebut memperkenankannya menikahi putrinya. Dari sini ia memiliki akses ke dinas militer dan menjadi prajurit Ottoman. Karena kecakapannya di bidang ini, karirnya pun melesat cepat.[1]

Pada usianya yang 42 tahun (1811), setelah peritiwa pembantaian elit Mamluk di Benteng Kairo, sekali lagi jalan hidupnya berubah. Ia bangkit menjadi satu-satunya penguasa di Mesir. Sebuah wilayah kunci yang berada di titik persimpangan tiga benua, Asia, Afrika dan Eropa. Dan yang mungkin ia juga tidak sadari, bahwa reformasi dan modernisasi yang dilakukannya di Mesir ternyata juga menjadi titik balik sejarah Islam modern.

Mereformasi Mesir

Tidak diragukan, bahwa Muhammad Ali adalah pemimpin yang cakap dan visioner. Bahkan sebelum kekuasaannya membentang dari Suriah hingga Sudan, ia sudah menyiapkan segala perangkat untuk membangun peradaban Mesir dari titik nol. Di bidang kemiliteran, ia memodernisasi bala tentara Mesir dan alutsistanya. Dengan cekatan ia membangun industri persenjataan pertama di Mesir untuk menopang kapasitas militer negaranya. Ia mengundang para ahli militer Barat untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemiliteran. Pada tahun 1815 untuk pertama kalinya di Mesir didirikan Sekolah Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari Eropa.[2]

Di bidang sosial-politik, ia memberi tempat yang layak kepada pribumi Mesir, yang umumnya adalah petani, untuk masuk dan berkiprah dalam ketentaraan.[3] Hal ini tentu membangkitkan rasa kebanggaan dan nasionalisme di jiwa mereka yang selama berabad-abad sebelumnya hanyalah rakyat jelata. Entah secara kebetulan atau disengaja, apa yang dilakukannya ini memang sesuai dengan semangat zamannya, dimana nasionalisme sedang menjadi jargon yang populer di hampir semua belahan dunia, khususnya di Eropa. Bisa dikatakan, nasionalisme bangsa Mesir pada era ini, menjadi model nasionalisme pertama yang ditemukan di dunia Islam.

Dalam hal pembangunan, baik di bidang pertanian, industri, perdagangan maupun militer, Muhammad Ali selalu berbasis pada visi modernisasi yang juga menjadi semangat zamannya waktu itu. Di bidang pendidikan ia mengirim banyak anak-anak muda Mesir untuk belajar ke Eropa. Sedang di Mesir, sekolah-sekolah modern dan Universitas dibangun. Pada tahun 1815 didirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1927), Farmasi (1829), yang sebagian guru-gurunya didatangkan dari Barat. Sekolah-sekolah tersebut mungkin yang pertama dalam dunia Islam. Para pelajar yang kembali ke negaranya berhasil membawa serangkaian pengetahuan mutahir di bidang teknik dan sejumlah bidang lainnya.[4] Para alumni lulusan Eropa ini mengajar di sekolah-sekolah dan universitas, serta mengembangkan riset sendiri. Semua ini membuat pembangunan dan reformasi di Mesir demikian cepat berkembang.

Di bidang ekonomi, Muhammad Ali membangun basis produksi dalam negeri yang mandiri. Semua barang diproduksi sendiri di Mesir. Di dunia, masa ini adalah masa dimana merkantilisme menjadi prinsip yang dianut oleh hampir semua Negara di dunia. Bahwa ekspor harus lebih besar dari impor, itu adalah kuncinya, dan ini juga yang dikejar oleh Mesir. Khusus pada bidang ekonomi, semua berada di tangan Muhammad Ali. Semua tanah dikuasi oleh Negara dan infrastruktur pertanian dibangun. Ia mengatur apa yang harus ditanam dan apa yang tidak. Ia menentukan fokus produksi masyarakat mulai dari hulu hingga hilir.[5]

Sebagai contoh, sekitar awal abad 19, merupakan masa perang saudara di Amerika Serikat yang merupakan pusat produksi kapas dunia. Akibat perang ini, produksi kapas dari AS tersendat ke berbagai negara. Melihat ini, Muhammad Ali serta merta memerintahkan kepada petani untuk menanam kapas. Dan benar saja, kapas Mesir menjadi terkenal dan dipesan dimana-mana.

Namun terlepas dari keberhasilannya, menurut Eamonn Gaeron, kesuksesannya yang dicapainya di Mesir lebih bersifat kebetulan daripada disengaja. Sebab sejatinya, target pencapainya tidak lain adalah ambisi pribadinya, daripada kemaslahatan rakyat Mesir seluruhnya. Hari ini, orang-orang Mesir saat membicarakan Muhammad Ali Pasha, mereka lebih banyak mengingat jasa-jasanya, daripada proses bagaimana ia mencapai kesuksesannya. Hampir tidak ada yang ingat, tentang peristiwa pembantaian 420 elit Mamluk di Benteng Kairo pada 1811.[6]

Sejak tahun 1811 dinasti Muhammad Ali memerintah di Mesir. Sampai 1852, dimana dinasti ini digulingkan oleh tentaranya sendiri dalam sebuah revolusi. Meski usia dinasti ini tidak terlalu panjang untuk sebuah imperium, namun selama dinasti ini berdiri, ia sudah membawa Mesir kembali mengalami pembangunan yang mengesankan sejak masa Fir’aun berkuasa. Muhammad Ali wafat pada 2 Agustus 1849. Jasadnya dimakamkan di Masjid Alabaster, di Benteng Kairo. Tempat dimana ia mulai membangun pondasi kekuasaannya. (AL)

Selesai

Sebelumnya :

Pembantaian di Benteng Kairo; Titik Nol Sejarah Mesir Modern (2)

 

Catatan kaki:

[1] Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali_dari_Mesir, diakses 14 November 2017

[2] Lihat, https://www.britannica.com/place/Egypt/Muhammad-Ali-and-his-successors-1805-82#ref307028, diakses 14 November 2017

[3] Ibid

[4] Menurut catatan ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria. Yang dipentingkan adalah ilmu-ilmu kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran dan obat-obatan. Lihat, Ibid

[5] Lihat, https://www.britannica.com/biography/Muhammad-Ali-pasha-and-viceroy-of-Egypt, diakses 14 November 2017

[6] Lihat, Eamonn Gearon, Turning Points in Middle Eastern History; Course Guidebook, United States of America, The Teaching Company, 2016, Hal. 246

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*