Potret Maladewa Sebagai Negara Kepulauan Interkonektif (2): Implikasi Dan Dampak Datangnya Kolonialisme

in Negara Islam

Last updated on June 8th, 2023 07:30 am

“ ’Mutiara Samudra Hindia’ terekspos ke dunia luar ketika pengaruh asing diundang ke Maladewa oleh Sultan Kalhu Mohammed. Awal tujuan penguasa Dinasti Hilali tersebut, untuk menjalin hubungan diplomatik dan komersial. Namun, kepentingan kekuasaan asing jarang berbuah manis.”

Sumber gambar: detik.com

Setelah memeluk agama Islam para penguasa di kepulauan Maladewa disebut sebagai sultan. Di mana masa pemerintahan kesultanan ini berlangsung pada tahun 1153 hingga 1965. Yang paling dikenal adalah masa Dinasti Maley, memerintah selama 235 tahun di bawah 26 sultan yang berbeda. Diikuti oleh Dinasti Hilali yang berkuasa lebih dari 170 tahun, di bawah kepemimpinan 29 sultan.

“Mutiara Samudra Hindia” terekspos ke dunia luar ketika pengaruh asing diundang ke Maladewa oleh Sultan Kalhu Mohammed. Awal tujuan penguasa Dinasti Hilali tersebut, untuk menjalin hubungan diplomatik dan komersial. Namun, kepentingan kekuasaan asing jarang berbuah manis.

Penjajahan Portugis

Portugis sudah mengetahui keberadaan Maladewa sejak kedatangan mereka di Timur, pada awal tahun 1500-an. Di tahun tersebut pun, kapal-kapal Vicente Sodre telah berlayar ke Maladewa dan menyita empat Gundra (sebutan orang Portugis untuk kapal laut Maladewa).

Minat Portugis terhadap Maladewa semakin meningkat seiring waktu. Portugis memulai upaya baru menggunakan kekuatan angkatan laut dan militer mereka, untuk dominasi komersial di Maladewa.[1]

Selain itu, kepentingan politik dan penyebaran agama Kristen, membuat Portugis terus mengopresi Maladewa.

Di pertengahan abad ke-16 Portugis menginvasi Maladewa dan mengalahkan Sultan Ali VI, penguasa terakhir dinasti Hilali. Kekuasaan Portugis berlangsung selama 15 tahun.

Para Tarikh mencatat periode ini sebagai salah satu masa penindasan Portugis: “Mereka menimbulkan malapetaka di darat dan laut dengan menumpahkan nyawa, merampas harta benda, dan perilaku zina mereka yang meluas dengan para wanita Muslim, baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah, dan semua Muslim menjadi sasaran penghinaan mereka.”[2]

Kekuasaan Portugis berakhir setelah mereka dikalahkan oleh Mohammed Thakurufaan dari Dinasti Utheemu. Kini dikenang sebagai salah satu pahlawan nasional terbesar Maladewa.

Masa pemerintahan Dinasti Utheemu berlangsung selama 127 tahun—di bawah kuasa 12 sultan yang berbeda, hingga awal abad ke-18 ketika kekuatan asing kembali “melirik” kepulauan tersebut.[3]

Perlindungan Belanda dan Perancis

Di abad ke-17, ancaman lain datang dari pantai selatan India. Raja Cannanore mengirim pasukan Malabar untuk menyerang Maladewa. Ada pendudukan singkat yang dikuasai oleh Malabar. Namun, Sultan Ibrahim Iskhandar melakukan perlawanan, bahkan menginvasi wilayah Raja Cannanore.[4]

Berakhirnya peperangan, diikuti oleh berakhirnya masa Dinasti Utheemu. Ghazi Hassan Izzaddeen dari Dinasti Huraage, menggantikan kepemimpinan dinasti sebelumnya.

Setelah serangan Malabar tersebut, Maladewa menjalin hubungan diplomatik dengan Ceylon (Sri Lanka). Pada saat itu Ceylon di bawah perlindungan Belanda, yang menggantikan Portugis sebagai kekuatan dominan di sana. Belanda membangun hegemoni atas urusan Maladewa tanpa melibatkan diri secara langsung dalam masalah lokal, yang diatur berdasarkan adat istiadat Islam selama berabad-abad.

Perancis pun pernah terlibat secara diplomatik dengan Maladewa. Dikatakan Perancis—yang memiliki benteng di Pondicherry—diizinkan untuk menempatkan pasukan di Male, untuk melindungi pulau-pulau di Maladewa dari serangan India. Namun, tidak berlangsung lama.

Protektorat Inggris

Kekuatan Inggris begitu dominan di Samudra Hindia, sehingga pada tahun 1796, Inggris mengusir Belanda dari Ceylon. Keterlibatan Inggris dengan Maladewa sebagai akibat dari gangguan dalam negeri. Terjadi persaingan antara dua keluarga dominan, klan Athireege dan klan Kakaage, yang menargetkan komunitas pemukim pedagang Bora—merupakan subjek Inggris.[5]

Untuk menjaga agar Inggris tetap berada di teluk, Sultan Mohammed Mueenuddeen II bertukar surat dengan Gubernur Ceylon—yang mewakili Ratu Victoria—di mana sultan menerima pengaruh Inggris atas hubungan luar negeri dan pertahanan Maladewa.[6]

Namun, Inggris tidak ikut campur dengan administrasi internal—sebagaimana Belanda—yang diatur oleh lembaga-lembaga tradisional Muslim. Status Maladewa sebagai Proktektorat Inggris secara resmi tercatat dalam perjanjian di tahun 1887.

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Chandra de Silva, Portuguese Interaction with Sri Lanka and The Maldives in the Sixteenth Century: Some Parallels and Divergences, pada laman https://www.academia.edu/45375528/Portuguese_Interactions_with_Sri_Lanka_and_the_Maldives_in_the_Sixteenth_Century_Some_Parallels_and_Divergences, diakses pada 28 Mei 2023

[2] Ibid.

[3] PERMANENT MISSION OF THE REPUBLIC OF MALDIVES TO THE UNITED NATION, History, pada laman http://www.maldivesmission.com/history#:~:text=In%20the%20mid%2D16th%20Century,greatest%20national%20heroes%2C%20Mohammed%20Thakurufaan diakses pada 28 Mei 2023

[4] Embassy of Maldives Brussels, About Maldives, pada laman https://www.maldivesembassy.be/en/about-maldives/history diakses pada 28 Mei 2023

[5] Travel Maldives, Maldives History, pada laman https://travmaldives.com/maldives/maldives-history/ diakses pada 28 Mei 2023

[6] Op.Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*