“Ryoichi Mita mengembara ke China, di sana dia bertemu dengan orang-orang Islam China. Dia terkagum-kagum dengan gaya hidup Muslim, maka semenjak itulah hatinya perlahan-lahan mencintai Islam.”
–O–
Haji Umar Mita yang memiliki nama Jepang Ryoichi Mita adalah seorang penerjemah pertama al-Quran ke dalam Bahasa Jepang yang merupakan seorang Muslim. Sebelumnya di Jepang memang sudah ada terjemahan al-Quran yang diterbitkan pada tahun 1920, 1937, 1950, dan 1957, namun semuanya dibuat oleh sarjana Jepang yang non-Muslim, sehingga besar kemungkinannya mereka tidak memahami Islam secara benar. Hingga pada tahun 1972 terbitlah al-Quran berbahasa Jepang yang diterjemahkan oleh Haji Umar Mita, pada saat itu usianya sudah mencapai 80 tahun.[1]
–O–
Ryoichi Mita lahir pada 19 Desember 1892 di dalam lingkungan keluarga Samurai (tantara tradisional Jepang) di kota Chofu, Prefektur Yamaguchi, Jepang barat. Sejak kecil Ryoichi tidak memiliki kesehatan atau fisik yang kuat. Kondisi fisiknya yang lemah dan sakit-sakitan menyebabkan keterlambatan dalam menyelesaikan pendidikannya. Oleh karena itu, pada usia 24 tahun, pada Maret 1916, Ryoichi baru lulus dari Yamaguchi Commercial College (sekarang Universitas Yamaguchi). Segera setelah lulus ia pergi ke China, sebuah negara yang sudah sejak lama ingin dia kunjungi.[2]
Di China, Ryoichi belajar beberapa ilmu pengobatan. Setelahnya dia melakukan perjalanan ke berbagai daerah di China daratan, di sana dia bertemu dengan berbagai macam orang, belajar bahasa China, dan mendapatkan pengalaman hidup. Selama perjalanan, keterampilan Ryoichi dalam ilmu pengobatan sangat membantunya untuk lebih diterima di dalam interaksi dengan masyarakat China.[3]
Melalui hubungan persahabatan, Ryoichi mulai mengetahui tentang kehidupan, cara berpikir, dan masyarakat Muslim di China. Kesempatan seperti ini tidak akan pernah bisa dia dapatkan di Jepang, menurutnya komunitas seperti itu tidak pernah ada di Jepang. Ryoichi menjadi sangat terkesan dengan gaya hidup kaum muslimin. Pada tahun 1920, di usianya yang ke-28, dia menulis sebuah artikel yang berjudul “Islam di China”. Artikel tersebut diterbitkan di Toa Keizai Kenkyu (Jurnal Penelitian Ekonomi Timur Jauh), sebuah majalah ilmiah di Jepang.[4]
Pada tahun 1921, Ryoichi Mita kembali ke Jepang, di sana dia mempelajari tulisan-tulisan karya Haji Omar Kotaro Yamaoka. Haji Yamaoka di Jepang dikenal sebagai Haji pertama orang Jepang, dia naik haji pada tahun 1909 ditemani oleh Abd al-Rashid Ibrahim, seorang ulama Tatar yang pernah tinggal di Jepang. Pada tahun 1912 Haji Yamaoka menerbitkan beberapa buku tentang perjalanannya selama ke Arab dan naik haji. Ryoichi muda sangat terkesan dengan tulisan-tulisan Haji Yamaoka, dari sana dia bisa lebih banyak mengetahui tentang Islam. [5] [6]
Kemudian suatu hari dia bertemu Haji Yamaoka untuk pertama kalinya di Kamakura dekat Tokyo, untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Pada saat itu, Ryoichi Mita baru berusia 29 tahun dan Haji Yamaoka 41 tahun. Waktu itu Ryoichi belum secara resmi menerima Islam, namun sebenarnya di dalam hatinya secara perlahan dia telah jatuh hati terhadap agama Islam.[7]
Kembali ke China
Pada tahun 1922, Ryoichi Mita bergabung dengan Perusahaan Kereta Api Manchuria dan ditempatkan di markas besar Perusahaan di Dairen (Dalian), Manchuria, China. Di sana, Ryoichi memasuki kehidupan pernikahannya. Di kantor, Ryoichi Mita bertanggung jawab atas Bagian Inspeksi yang berkaitan dengan inspeksi industri di Manchuria. Dalam perjalanan waktu, bersamaan dengan promosi jabatannya ke pos yang lebih tinggi, dia dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, termasuk ke Mukden (Shenyang), Hurbin, dan seterusnya, yang memungkinkan baginya untuk bertemu dengan lebih banyak orang.[8]
Sementara itu, insiden Manchuria terjadi, dan perang antara China dan Jepang tidak terelakkan, membuat banyak orang yang tidak bersalah menjadi terjebak dalam kesulitan. Meskipun dia seorang pejabat Perusahaan Kereta Api Manchuria, Ryoichi Mita menyempatkan dirinya untuk membantu orang-orang yang menderita ke mana pun dia pergi di sekitar China Utara sambil melaksanakan tugas resmi dari kantornya. Kegiatan tersebut memberinya lebih banyak kesempatan untuk berhubungan lebih dekat dengan Muslim, dan membuat dirinya semakin lebih dalam mengetahui tentang Islam.[9]
Hingga masuk tahun 1941, meskipun sudah selama 30 tahun Ryoichi mengenal Islam, mempelajarinya, dan mencintainya secara diam-diam di dalam hati, namun secara formal dia masih belum memutuskan untuk masuk Islam. Keterlambatan tersebut terjadi mungkin karena latar belakang keluarnya yang penganut Buddha, dan dari generasi ke generasi mereka merupakan keluarga Samurai. Selain itu, lingkungannya juga pada waktu itu tidak cukup permisif terhadap perubahan mendadak.[10] (PH)
Bersambung ke:
Sejarah Islam di Jepang (4): Ryoichi Mita, Samurai yang Memeluk Islam (2)
Sebelumnya:
Sejarah Islam di Jepang (2): Para Muslim yang Datang ke Jepang
Catatan Kaki:
[1] Abu Tariq Hijazi, “Umar Mita: Japanese translator of Qur’an”, dari laman http://www.arabnews.com/node/411894, diakses 7 April 2018.
[2] “Introducing a Japanese Muslim-1: Haji Umar Mita”, dari laman http://islamjp.com/library/icf2p10.htm, diakses 7 April 2018.
[3] Ibid.
[4] Abu Tariq Hijazi, Ibid.
[5] Salih Mahdi S. Al Samarrai, Islam In Japan: History, Spread, and Institutions In The Country, (Jurnal Islamic Center-Japan: 2009), dari laman https://www.islamcenter.or.jp/history-of-islam-in-japan/, diakses 7 April 2018.
[6] “Introducing a Japanese Muslim-1: Haji Umar Mita”, Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.