Sejarah Islam di Jepang (5): Ryoichi Mita, Samurai yang Memeluk Islam (3)

in Sejarah

“Terjemahan al-Quran bahasa Jepang telah diterbitkan sebanyak empat kali di Jepang, namun semuanya diterjemahkan oleh non-Muslim. Oleh karena itu Umar Mita sebagai Muslim tergerak untuk menerjemahkan al-Quran oleh dirinya sendiri.”

–O–

Setelah bergabung dengan kelompok Tabligh pada tahun 1957 di Pakistan, Umar Mita pada tahun 1958 berkesempatan bergabung dengan kelompok Peziarah Pakistan, ia pergi ke Mekah dan memenuhi hasratnya untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah naik haji, Umar Mita kembali ke Jepang dan memulai pekerjaannya dengan semangat baru. Pada tahun 1960, setelah kematian mendadak Sadiq Imaizumi, Presiden Asosiasi Muslim Jepang (Japan Muslim Association) pertama, Haji umar Mita terpilih sebagai Presiden kedua.

Asosiasi Muslim Jepang didirikan oleh sejumlah Muslim Jepang termasuk Umar Yamaoka, Umar Mita, Abdul Muneer Watanabe, Sadiq Imaizumi, Umar Yukiba dan Mustafa Komura. Mereka berkumpul dan mendirikan asosiasi Muslim pertama di Jepang pada tahun 1953. Sadiq Imaizumi terpilih menjadi presiden pertama asosiasi tersebut. Sadiq Imaizumi juga berperan dalam mengislamkan sejumlah orang Jepang, di antaranya adalah Ramadan Isozaki, Zubair Suzuki, Sideeq Nakayama, dan Yusuf Imori.[1]

Haji Umar Mita di rumah Khalid Kiba, kota Naruto, Tokushima pada tahun 1973. Duduk dari kanan: Muslim Jepang, Mustafa Komura, Haji Umar Mita, dan Farooq Sakai. Berdiri dari kanan: Muslim Jepang, wanita Muslim Jepang, Ali Mory, dan Musa Omar (non-Jepang). Photo: Salih Mahdi S. Al Samarrai

Selama menjabat menjadi presiden Asosiasi Muslim Jepang yang kedua, Umar Mita menerbitkan beberapa karyanya: “Isuramu Rikai No Tameni” (Memahami Islam), “Isuramu Nyumon” (Sebuah Pengantar Kepada Islam) dan “Sahaba Monogatari” (terjemahan bahasa Jepang dari buku bahasa Urdu yang berjudul Hekayat- E-Sahaba oleh Maulana Muhammad Zakaria dan secara khusus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk Haji Umar Mita oleh almarhum Hafiz Abdur Rashid Arshad).

Pada masa-masa Haji Umar Mita hidup, terjemahan al-Quran ke bahasa Jepang telah diterbitkan oleh penerbit besar di Jepang. Dengan ukuran sebesar buku saku, terjemahan tersebut diedarkan dalam jumlah yang cukup besar. Terjemahan tersebut diterbitkan masing-masing pada tahun 1920, 1937, 1950, dan 1957. Tetapi semua terjemahan Jepang ini dibuat oleh para sarjana Jepang non-Muslim dan jelas mereka tidak memiliki keyakinan terhadap Islam.

Terlebih, tiga penerbitan yang pertama diterjemahkan dari bahasa Inggris yang bukan bahasa asli al-Quran, sehingga kemungkinan bias maknanya menjadi lebih besar. Sementara penerbitan yang terakhir diterjemahkan langsung dari bahasa asli al-Quran, yakni bahasa Arab. Oleh karena itu, Haji Umar Mita merasakan adanya kebutuhan akan penerjemahan al-Quran ke bahasa Jepang yang diterjemahkan oleh seorang muslim Jepang dan dari teks Arab asli.

Tidak ada orang lain yang lebih baik daripada Haji Umar Mita sendiri untuk melakukan pekerjaan yang luar biasa seperti itu. Jadi dia memutuskan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri. Pada saat itu dia sudah berumur 69 tahun. Dia memiliki kecemasan akan kesehatannya yang buruk dan usianya yang sudah tua, namun dia berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.

Pada tahun 1961, pada usia 70 tahun, Haji Umar sekali lagi pergi ke Pakistan, dan untuk sementara waktu, menetap di Lahore untuk melanjutkan pekerjaan penerjemahannya, secara bersamaan, dia juga belajar bahasa Arab dengan para sarjana bahasa Arab dan al-Quran di sana. Selama waktu ini, dia menjalin kontak dengan Rabita-al-Alam-al-Islami di Mekah, melalui kantor almarhum Hanz Abdur Rashid Arshad. Kemudian Haji Umar diundang ke Mekah, di sana dia mendapatkan janji dukungan dari Rabita-al-Alam-al-Islami untuk menerbitkan buku terjemahan al-Quran ke bahasa Jepang.

Ketika tinggal di Arab Saudi, dia melakukan kontak yang luas dengan para ulama al-Quran di Mekah, Madinah, Jeddah, Taif, Riyadh dan seterusnya, dan membuat banyak kemajuan dalam pekerjaannya. Melalui semua ini, panduan inspiratif dari almarhum Hanz Abdur Rashid Arshad adalah kenangan yang tak terlupakan baginya. Namun peristiwa yang lebih tak terlupakan adalah kematian Hafiz Arshad dalam kecelakaan lalu lintas. Ketika peristiwa tersebut terjadi, Haji Umar Mita juga berada di dalam mobil yang sama, tetapi dia selamat. Bahkan, bahwa dia dapat bertahan hidup dan bisa kembali ke Jepang, baginya itu adalah peristiwa yang menakjubkan dalam hidupnya.

Kejadian tersebut terjadi pada tahun 1963 ketika Hafiz Arshad, Haji Mita, dan beberapa sahabat lainnya sedang menuju Mekah dari Madinah dengan mobil. Ketika mobil mencapai Badr, mobil tersebut mengalami kecelakaan sampai terbalik. Hafiz Arshad meninggal di tempat. Haji Mita lolos dari kematian tetapi mengalami luka berat. Dalam perjalanan waktu, dia pulih dari trauma dan cedera akibat kecelakaan. Untungnya Rabita-al-Alam-al-Islami memberikan bantuan dan kebaikan yang sangat besar selama waktu perawatan dan pemulihannya setelah kecelakaan. (PH)

Bersambung….

Sebelumnya:

Sejarah Islam di Jepang (4): Ryoichi Mita, Samurai yang Memeluk Islam (2)

Catatan:

Artikel ini merupakan adapatasi dan terjemahan bebas dari “Introducing a Japanese Muslim-1: Haji Umar Mita”, dari laman http://islamjp.com/library/icf2p10.htm, diakses 9 April 2018. Adapun informasi lain yang bukan didapat dari artikel ini, dicantumkan di dalam catatan kaki.

Catatan Kaki:

[1] Salih Mahdi S. Al Samarrai, Islam In Japan: History, Spread, and Institutions In The Country, (Jurnal Islamic Center-Japan: 2009), dari laman https://www.islamcenter.or.jp/history-of-islam-in-japan/, diakses 9 April 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*