“Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam) dan setelah dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam (Rumah Islam). Inilah madrasah Islam yang pertama di muka bumi. Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi guru di sini tidak lain adalah Rasulullah SAW sendiri.”
—Ο—
Darul Arqam atau rumah Arqam adalah rumah sahabat bernama Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Menurut Ibn Hisyam, nama lengkapnya adalah Abdu Manaf bin Asad (Abu Jundab) bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqadzah bin Murrah bin Ka’ab bin Luai. Dia adalah seorang pengusaha yang berpengaruh dari suku Makhzum dari kota Mekkah. Sebagian pendapat mengatakan bahwa dia adalah orang ketujuh dari 40 orang sahabat yang pertama-tama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun).[1]
Rumah Arqam berlokasi di lereng bukit Safa, dekat Ka’bah. Menurut O. Hashem, lokasi rumahnya ini dahulu bisa dikatakan terpencil dan agak terpisah dari pemukiman penduduk lain.[2] Menurut Syed Ameer Ali, pada zaman dahulu, masyarakat jahiliyah menganggap Ka’bah sebagai tempat yang kramat dan sangat disucikan. Sehingga umumnya mereka lebih memilih mencari tempat yang agak jauh untuk bermukim. Barulah ketika masa Qushay bin Kilab berkuasa di Mekkah, sedikit demi sedikit mereka mulai berani dan mau tinggal di sekeliling Ka’bah.[3] Tapi agaknya kebiasaan mereka menjauhi Ka’bah tetap ada hingga masa Rasulullah SAW.
Karena lokasinya yang terpencil, rumah ini sangat cocok dijadikan sebagai tempat berkumpul bagi kaum Muslimin yang ketika itu masih secara diam-diam menyembunyikan keimanannya. Setelah mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah menjalani tiga tahun berdakwah dalam tekanan dan penolakan dari para pemimpin kaum Quraisy. Meski begitu, secara perlahan satu persatu penduduk Mekkah mulai tertarik dan menyatakan keislamannya. Setelah jumlah mereka mulai meningkat hingga sekitar 39 orang, pada tahun 613 M, Rasulullah SAW mulai mendirikan majelis taklim untuk mendidik mereka. Dan rumah Arqam inilah yang beruntung dijadikan sebagai tempat penggemblengan kaum Muslimin generasi pertama ini.[4]
Anehnya, tidak ada kaum kafir Quraisy yang mencurigai tempat ini. Dalam salah satu artikel di abanaonline.com, disebutkan setidaknya terdapat 3 alasan logis mengapa rumah ini dipilih oleh Rasulullah sebagai tempat berkumpul kaum Muslimin;[5]
- Ketika Arqam masuk Islam tidak ada kaum musyrikin yang tahu.
- Arqam berasal dari suku Makhzum yang merupakan musuh keluarga besar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam (suku Hasyim) pada masa jahiliyah. Sehingga kaum kafir tidak mencurigainya.
- Dan yang terakhir, Arqam masuk Islam dalam usia masih sangat muda, sekitar 16 tahun, sehingga kaum Quraisy tidak curiga jika Nabi SAW berkumpul di rumah anak muda.
Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam) dan setelah dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam (Rumah Islam). Inilah madrasah Islam yang pertama di muka bumi. Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi guru di sini tidak lain adalah Rasulullah SAW sendiri. Kaum Muslimin generasi pertama ini datang dari latar belakang yang beragam, mulai dari tua-muda, laki-laki-perempuan, ningrat-budak, dan kaya-miskin. Di tempat inilah mereka belajar Sholat, berdiskusi, hingga membangun rencana dan strategi dakwah. [6]
Salah satu kisah paling masyhur dalam sejarah Islam tentang rumah ini, adalah ketika Umar bin Khattab datang menggedor pintu Rumah Arqam dengan sangat kasar ketika orang-orang sedang berkumpul. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Ibn Hisyam, ketika itu Umar memaksa masuk ingin menemui Rasulullah SAW sambil menghunuskan pedang. Mendengar ini, maka Sayyidina ‘Hamzah bin Abdul Muththalib berkata, ‘Biarkan dia masuk. Jika ia menginginkan kebaikan, kita berikan kebaikan kepadanya. Jika ia menginginkan keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Biarkan dia masuk.’ Salah seorang dari sahabat Rasulullah SAW membukakan pintu untuk Umar bin Khaththab, kemudian Rasulullah SAW menyongsong kedatangannya dan menemuinya di bilik. Beliau mengambil tempat tali celana atau ikatan bajunya, kemudian menarik Umar bin Khaththab dengannya dengan tarikan keras, sambil bersabda kepadanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau datang ke mari, hai anak Khaththab? Demi Allah, aku melihat bahwa jika engkau tidak menghentikan tindakanmu selama ini, Allah akan menurunkan siksa kepadamu.’ Umar bin Khaththab menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan apa saja yang engkau bawa dari Allah.”[7]
Pada tahun 614 M, atau setelah genap 40 orang yang masuk Islam,[8] barulah dakwah Islam dilakukan secara terang-terangan. Allah SWT berfirman:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. ” (QS. Al-Hijr: 94).
Maski setelah turunnya ayat ini dakwah sudah bisa dilangsungkan dimana saja, tapi represi kaum kafir Quraisy juga terjadi dimana-mana. Dan Rumah Arqam tetap dijadikan sebagai pusat perkumpulan kaum Muslim.
Informasi tentang Rumah Arqam mulai sulit dilacak sejak Rasulullah SAW mengijinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Habasyah demi melindungi jiwa dan agama mereka yang tertindas di Makkah, dimana Arqam bin Abil Arqam juga ikut serta dalam rombongan yang hijrah ini. Saat ini, orang memperkirakan lokasi Rumah Arqam terletak di pintu sebelah kanan dekat Ka’bah, di sana ada pintu bertuliskan ‘Darul Arqam’. (AL)
Bersambung…
Situs-situs Bersejarah Islam di Kota Mekkah (6); Syi’ib Abu Thalib (1)
Sebelumnya:
Situs-situs Bersejarah Islam di Kota Mekkah (4); Rumah Khadijah (Darul Wahyi/Rumah Wahyu) (2)
Catatan kaki:
[1] Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Al-Arqam_bin_Abi_al-Arqam, diakses 17 Juli 2018
[2] Lihat, O. Hashem, Muhammad Sang Nabi; Penelusuran Sejarah Nabi secara Detail, Jakarta, Ufuk Press, 2004, hal. 83
[3] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, Yogyakarta, Navila, 2008, Hal. 5
[4] Lihat, O. Hashem, Loc Cit
[5] Lihat, https://www.abanaonline.com/2017/04/kisah-sahabat-mulia-arqam-bin-abil-arqam.html, diakses 17 Juli 2018
[6] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume One, Riyadh, Darussalam, 2000, Hal. 109
[7] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 263
[8] Dalam Sirah Nabawiyah yang ditulisnya, Ibn Hisyam menyebutkan keempat puluh orang pertama yang masuk Islam ini, atau dijuluiki sebagai as-sabiqun al-awwalun. Sulit memastikan urutan yang tepat nama-nama mereka, tapi secara acak berdasarkan catatan Ibn Hisyam, as-sabiqun al-awwalun adalah sebagai berikut :
Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakr Al-Shiddiq, Bilal bin Rabah, Ummu Aiman, Hamzah bin Abdul Muttalib, Abbas bin Abdul Muttalib, Abdullah bin Abdul-Asad, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Mas’ud, Mus’ab bin Umair, Mua’dz bin Jabal, Aisha binti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Arwa ‘binti Kuraiz, Zubair bin Awwam bin Khuwailid, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, Abdullah bin Zubair, Miqdad bin Aswad, Utsman bin Mazh’un, Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Waraqah bin Naufal, Abu Dzar Al-Ghiffari, Umar bin Anbasah, Sa’id bin Al-Ash, Abu Salamah bin Abdul Asad, Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam, Yasir bin Amir, Ammar bin Yasir, Sumayyah bint Khayyat, Amir bin Abdullah, Ja’far bin Abi Thalib, Khabbab bin ‘Art, Ubaidah bin Harits, Ummu al-Fadl Lubaba, Shafiyyah bint Abdul Muttalib, Asma ‘bint Abu Bakar, Fatimah bin Khattab, Suhayb Ar-Rummi. Lihat, Ibn Hisyam, Ibid, hal. 190-193