Siwak (2): Tradisi Pemakaian Siwak di Berbagai Peradaban

in Lifestyle

Last updated on January 15th, 2018 01:53 pm

“Sebelum datangnya Islam, Siwak telah dipergunakan di berbagai peradaban dengan varian serta pengembangannya. Hingga kemudian lahir Islam, Nabi Muhammad SAW sendiri, dalam hal menjaga kesehatan gigi dan mulut, nyatanya mempertahankan dan mengembangkan tradisi Timur Tengah yang sudah berlansung sangat lama. Riwayat mengisahkan bahwa Nabi Muhammad SAW secara konstan menggunakan Siwak dari sejak setelah terbangun, setelah makan, dan sebelum membaca doa dan Al-Quran.

–O–

Gigi berlubang atau keropos dan infeksi mulut merupakan masalah kesehatan umum bagi manusia di seluruh dunia, dan oleh karena itu praktek menjaga kebersihan mulut terus menjadi tindakan pencegahan utama terhadap infeksi oral dan penyakit gusi. Sejarah mencatat, berbagai peradaban di dunia memiliki berbagai macam cara untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi.

Semenjak zaman kuno, sebelum munculnya sikat gigi modern, orang-orang menggunakan beberapa jenis alat pembersih untuk melestarikan giginya. Beberapa perangkat awal ini termasuk tusuk gigi, sikat ranting, dan jari yang dibungkus kain. Keberadaan tusuk gigi sudah berlangsung sangat lama, yakni sejak zaman pra-sejarah. Artefak peninggalannya ditemukan dari hasil penggalian kota kuno Babilonia, tusuk gigi ditemukan bersamaan dengan perlengkapan mandi lainnya. Di tempat lainnya, hukum Manu dari peradaban kuno Vedic India menetapkan bahwa membersihkan gigi merupakan bagian dari ritual higienis sehari-hari.[1]

Seperangkat alat perawatan gigi dari Babilonia. Photo: karardh.com

Buku-buku kedokteran India kuno, Susruta Samhita dan Charaka Samhita, juga menekankan pentingnya menjaga kebersihan mulut dengan menggunakan stik herbal.[2] Pada abad ke-2 SM, sophist Yunani, Alciphron, merekomendasikan tusuk gigi untuk membersihkan ‘residu berserat’ yang tertinggal di sela gigi apabila setelah makan. Alciphron menggunakan istilah “karphos”—yang apabila diterjemahkan secara kasar artinya sebagai “pisau penyedot”—yang dideskripsikan sebagai tusuk gigi.[3]

Sementara itu orang-orang Romawi menggunakan pohon Damar Wangi (Pistacia lentiscus) sebagai bahan dari tusuk gigi. Di peradaban lainnya, kitab suci Buddhisme menyebutkan bahwa Buddha menerima “tongkat gigi” dari Tuhan yang disebut dengan “Sakka”. Talmud dalam peradaban orang-orang Yahudi menyebutkan “quesem”, yaitu pecahan atau potongan kayu yang salah satu ujungnya digigit dan dikunyah, lalu kemudian setelah berserat digunakan menjadi sikat gigi.[4]

Damar Wangi (Pistacia lentiscus) digunakan oleh orang-orang Romawi sebagai bahan untuk tusuk gigi. Photo: antropocene.it

Sikat berserat dari Babilonia atau ”stik kunyah” yang digunakan pada awal tahun 3.500 SM mungkin dianggap sebagai pelopor sejarah dari sikat gigi modern yang kita kenal saat ini. Stik kunyah terbuat dari batang kayu kecil yang dipotong menjadi sepanjang 12-15 cm, yang kemudian salah satu ujungnya dilembutkan hingga berbentuk serat yang panjangnya sekitar 0,5-1 cm. Stik kunyah inilah yang kemudian oleh orang-orang Arab disebut sebagai Siwak atau Miswak.[5]

Seorang pedagang asongan menjajakan Siwak di depan sebuah masjid di Islamabad. Photo: thenews.com

Hingga tibalah kemudian masa kelahiran Islam, Nabi Muhammad SAW sendiri, dalam hal menjaga kesehatan gigi dan mulut, nyatanya beliau mempertahankan dan mengembangkan tradisi Timur Tengah yang sudah berlansung sangat lama sebelum kedatangan Islam. Riwayat mengisahkan bahwa Nabi Muhammad SAW secara konstan menggunakan Siwak dari sejak setelah terbangun, setelah makan, dan sebelum membaca doa dan Al-Quran.[6]

Di masa selanjutnya, dunia Arab mengalami kemajuan yang sangat pesat pada abad pertengahan, yakni pada waktu zaman keemasan peradaban Islam, secara alamiah orang-orang pada masa itu menerapkan praktek menjaga kebersihan gigi dan mulut juga. Ilmuwan-ilmuwan Arab ternama di masa tersebut menilai bahwa rongga mulut merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh manusia dan merawatnya dengan kesungguhan karena berhubungan dengan kesehatan.[7]

Penggunaan Siwak diabadikan dalam sebuah puisi klasik Arab yang mencerminkan Siwak sebagai simbol dari gigi yang putih dan mulut yang harum. Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī (854–925 M), seorang dokter dari Persia—atau dalam dunia barat lebih dikenal sebagai Rhazes, mengatakan bahwa siwak, “baik untuk bau busuk mulut, memoles gigi, dan memperkuat gusi.”[8] (PH)

Bersambung ke:

Siwak (3): Warisan Dunia yang Direkomendasikan oleh WHO

Sebelumnya:

Siwak (1): Tanaman Multi Guna dari Timur Tengah

Catatan Kaki:

[1] Hyson JM. History of the toothbrush. J Hist Dent 2003; 51(2):73–80; Wolf W. A history of personal hygiene – customs, methods and instruments – yesterday, today, tomorrow. Bull Hist Dent 1966;14(4):54–66; dalam Basil H. Aboul-Enein, The miswak (Salvadora persica L.) chewing stick: Cultural implications in oral health promotion, (The Saudi Journal for Dental Research (2014) 5, 9–13), hlm 9-10.

[2] Dahiya P, Kamal R, Luthra RP, Mishra R, Saini G. Miswak: a periodontist’s perspective. J Ayurveda Integr Med 2012;3(4):184–7, dalam Basil H. Aboul-Enein, Ibid., hlm 10.

[3] Hyson JM, Loc. Cit., dalam Basil H. Aboul-Enein, Loc. Cit.

[4] Hyson JM, Loc. Cit.; Wu CD, Darout IA, Skaug N. Chewing sticks: timeless natural toothbrushes for oral cleansing. J Periodontal Res 2001;36(5): 275–84; dalam Basil H. Aboul-Enein, Loc. Cit.

[5] Ibid.

[6] Aziz SR. Dentistry during the golden age of Islam. J N J Dent Assoc 1992;63(4):49–51; Herschfeld JJ. Dentistry in the writings of Albucasis during the golden age of Arabian medicine. Bull Hist Dent 1987;35(2): 110–4; dalam Basil H. Aboul-Enein, Loc. Cit.

[7] Ibid.

[8] Bos G. The miswak, an aspect of dental care in Islam. Med Hist 1993;37(1):76, dalam Basil H. Aboul-Enein, Loc. Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*