“Di antara pikiran yang selalu menyiksa manusia adalah kematian dan berakhirnya kehidupan. Kegelisahan menghadapi kematian merupakan salah satu faktor yang telah mendorong lahirnya pesimisme. Kaum pesimis menggambarkan kehidupan dan eksistensi ini sebagai tidak bertujuan, tidak berfaedah, sia-sia dan tidak mengandung hikmah.”
Makna Kematian
Kembali ke sisi Allah SWT dan keluar dari kehidupan dunia menuju kehidupan lain digambarkan oleh Allah SWT dalam Kitab-Nya dengan istilah maut (kematian). Kematian ini bukan yang biasa kita pahami dan kita lihat sehari-hari sebagai hilangnya fungsi indra, punahnya kemampuan beraktivitas dan lenyapnya kehidupan (fisik).
Allah SWT berfirman: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya (bil-Haqq). Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qaf: 19)
Dari ayat ini kita dapat memahami hakikat kematian yang digambarkan oleh Allah SWT dengan ungkapan bil-Haqq, sehingga kematian bukanlah ketiadaan, kesirnaan atau kehilangan.
Allah SWT berfiman: “Sekali-kali tidak! Apabila nyawa (seseorang) telah sampai ke kerongkongan, dan (ketika itu) dikatakan: ‘Siapakah penyembuh’ dan dia telah menduga bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan, dan bertautlah betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu (tempat dan masa) penggiringan.” (QS. Al Qiamah; ayat 26-30)
Jadi, saat kematian adalah saat semua manusia kembali kepada Allah SWT sekaligus saat penggiringan setiap makhluk ke sisi-Nya. Riwayat-riwayat di bawah ini mendukung apa yang telah kami kemukakan di atas.
Fenomena Kematian
Di antara pikiran yang selalu menyiksa manusia adalah kematian dan berakhirnya kehidupan. Setiap manusia akan bertanya kepada dirinya: “Mengapa aku dilahirkan ke dunia? Dan mengapa aku harus meninggalkannya? Apa yang menjadi tujuan dibangun dan dimusnahkannya semua ini? Bukankah perbuatan itu merupakan kesia-siaan yang sama sekali tidak berfaedah?”
Khayyam mengatakan:
Raja yang mengatur susunan tabiat ini, mengapa di dalamnya ada yang hina dan tercemooh.
Kalaulah sejak semula alam ini indah dan baik, mengapa Dia mengubahnya menjadi jelek?
Kalaulah sejak semula alam ini jelek, lalu siapakah yang seharusnya bertanggungjawab?
***
Peminum dari cangkir seindah ini, tentu takkan rela melihatnya hancur.
Betapa banyak kaki dan tangan yang indah serta wajah-wajah yang ceria, mengapa dicipta? Lalu mengapa dibiarkan sirna?
***
Itulah piala yang mencengangkan akal, lantas akal menciuminya ratusan kali
Pencipta zaman telah membuat piala sehalus ini,
kemudian Dia membiarkannya tercecer di tanah.
***
Kegelisahan menghadapi kematian merupakan salah satu faktor yang telah mendorong lahirnya pesimisme. Kaum pesimis menggambarkan kehidupan dan eksistensi ini sebagai tidak bertujuan, tidak berfaedah, sia-sia dan tidak mengandung hikmah. Pandangan ini telah membuat mereka semakin gundah dan bimbang, dan kadang-kadang menimbulkan pikiran untuk bunuh diri.
Mereka berpikir, seandainya kita harus berpisah dengan kehidupan ini, mengapa kita dilahirkan ke dunia ini? Sekarang, setelah kita dilahirkan ke dunia ini tanpa kehendak, mengapa kita harus melakukan sesuatu untuk menghentikan kesia-siaan ini, dan dengan menghentikan segala kesia-siaan ini berarti kita telah melakukan sesuatu yang sangat penting!
Khayyam mengatakan:
Sekiranya kedatanganku ini atas kemauanku sendiri,
sungguh aku tak akan datang
Sekiranya kejadianku ini atas perintahku,
sungguh aku tak akan menjadi
Bukankah yang terbaik di dunia yang bakal dimusnahkan ini,
adalah keadaan tidak datang, tidak menjadi, dan tidak mewujud?
***
Senyampang urusan manusia di bumi getir ini
tak lain dari tersiksa, sampai ruh meninggalkan jasad
Maka orang yang paling bahagia
adalah yang paling cepat meninggalkan alam ini
dan yang lebih bahagia lagi
adalah yang sama sekali tidak pernah tiba ke bumi ini.
***
Sekiranya satu saja kudapat buah dari pohon harapan,
sungguh aku telah mendapatkan ujung jarumku
Sampai kapankah aku akan terus ada
di penjara wujud yang sempit ini?
Duhai, kapan kiranya aku ini
menemukan jalan menuju ketiadaan!
***
Bersambung…
Sebelumnya: