Tafsir Tematik – Islam, Nama Generik Semua Agama Samawi (7)

in Studi Islam

 

Tinjauan Dari Perspektif Al-Qur’an, Bukan tinjauan Fiqih

Oleh: Haydar Yahya

Sejak lama, manusia terlanjur terbiasa menikmati hidup dalam “tempurung-tempurung” yang disebut “agama”, madzhab, sekte dan berbagai aliran. Pada saat yang sama “melupakan” Allah Semesta Alam. Masing-masing umat, jatuh cinta pada “tempurung”nya sendiri. Sibuk menghiasi tempurungnya dengan berbagai pernak-pernik menyilaukan, bermaksud mengundang Allah. Melupakan, bahwa Allah Semesta Alam yang Serba Maha itu, mustahil berada dalam “tempurung” yang sempit. Bagaimanapun indahnya “tempurung” milikmu itu dalam penglihatanmu. Allah enggan menghampirinya!

—Ο—

 

Sangatlah jelas, semua kebencian, permusuhan yang seringkali berujung peperangan, tidaklah berkaitan dengan ajaran agama Allah, meski pelakunya adalah mereka yang mengaku beragama. Manusia beragama, juga masih tetap manusia yang sama dengan manusia pada umumnya. Begitu pula sejarahnya. Sejarah umat beragama, sejak semula, tidak berbeda pula dengan sejarah manusia pada umumnya sampai kapanpun. Dewasa ini, di pihak lain (baca sekuler), zaman yang dibanggakan sebagai zaman capaian puncak peradaban, ilmu pengetahuan umat manusia, tetap saja manusia menjalani hidupnya penuh darah dan dosa, meski tidak ada agama dilibatkan disana. Keadaan semacam itu akan terus berlangsung hingga kiamat nanti, sampai kelak manusia dihadapkan di hari Pengadilan yang dijanjikan Allah. (Surat 2 Al-Baqarah ayat 30).[1]

Politik, ekonomi, ambisi hawa nafsu manusia yang melahirkan malapetaka, perseteruan, tindak kekerasan, pembunuhan dan peperangan. Sekali-kali, bukan ajaran agama! Meski simbol-simbol agama, seringkali tampak digunakan secara mencolok, diperagakan, lengkap dengan slogan dikutip dari firman-firman suci, tanpa risih, malu, apalagi merasa berdosa. Teguran Al-Qur’an melihat tingkah laku seperti itu, “Janganlah kau menjual kebenaran dengan harga yang murah”.

Data sejarah yang dapat dipertanggung-jawabkan, tidak mendukung hipotesa bahwa agama sebagai pemicu konflik. Penulis yang meneliti Sejarah Peperangan, Charles Philips dan Alan Axelrod, dalam bukunya “Encyclopedia of Wars/Insklopedi Peperangan”, menguatkan pendapat itu. Peperangan yang diduga melibatkan manusia beragama, terhitung kurang dari 7% (tujuh persen) dari semua peperangan yang terjadi. Dan kurang dari 2% (dua persen) korban terbunuh. Sangat tidak berarti bila di-bandingkan dengan peperangan lain yang dilakukan karena alasan lain (sekuler). Sebagai perbandingan saja, perang besar yang fenomenal dikenal dunia yang melibatkan agama, yang disebut sebagai Crusades, Perang Salib, diperkirakan menelan korban 1 (satu) sampai 3 (tiga) juta jiwa, sementara peperangan karena sebab lain mencapai korban fantastis, 35 (tiga puluh lima) juta korban jiwa, tentara dan penduduk sipil dalam hitungan setahun saja. Kutipan dari “Encyclopedia of Wars” di atas, sekedar sebagai data fakta pendukung. Bukan maksud penulis, ingin mengatakan manusia beragama adalah manusia setengah dewa. Sekedar menyampaikan fakta hasil penelitian.

Sejarah umat manusia sejak semula, saat bumi ini hanya dihuni 4 orang, termasuk, bahkan salah seorangnya adalah Nabi Allah, Adam ‘alaihis-salam, Siti Hawa, bersama kedua putera kandungnya Habil dan Qabil, pembunuhan juga sudah terjadi. Sementara populasi penduduk bumi dewasa ini mendekati 7 milyar jiwa.

Kenyataan dalam sejarah umat manusia, tidak jarang, raja atau pemimpin baik tanpa cela, bahkan Nabi, Rasul, Wali sekalipun, ada saja alasan orang berupaya melengserkannya dengan segala cara, bahkan membunuhnya. Kehidupan manusia secara umum sampai dewasa ini tidak berubah, kejujuran, ketulusan pengabdian, sportifitas, integritas, tidak jarang, bila seringkali menjadi penghambat tercapainya sebuah niat yang baik. Pastilah dalam keburukan semacam itu, ajaran Allah tidak hadir berperan di sana. Allah yang Maha Baik mencintai hal-hal yang baik bagi hambaNya. Allah senantiasa tidak mendzalimi hambaNya, melainkan mereka sendirilah yang mendzalimi dirinya (Surat Yunus 10: 44, An-Nisaa 4: 40 ).[2]

Al-Qur’an memandang, perjalanan manusia di dunia ini, sebagai sebuah ujian, berlomba dalam kebaikan, untuk menguji, memastikan, siapakah yang terbaik amalnya, liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, diantara kalian semua. Begitu tercantum dalam (Surat Al Mulk 67: 2).[3]

“(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Pasti akan timbul berbagai pertanyaan bahkan tuduhan hujatan dari pemahaman tersebut di atas. Wajar saja. Karena sejak lama, manusia terlanjur terbiasa menikmati hidup dalam “tempurung-tempurung” yang disebut “agama”, madzhab, sekte dan berbagai aliran. Pada saat yang sama “melupakan” Allah Semesta Alam. Masing-masing umat, jatuh cinta pada “tempurung”nya sendiri. Sibuk menghiasi tempurungnya dengan berbagai pernak-pernik menyilaukan, bermaksud mengundang Allah. Melupakan, bahwa Allah Semesta Alam yang Serba Maha itu, mustahil berada dalam “tempurung” yang sempit. Bagaimanapun indahnya “tempurung” milikmu itu dalam penglihatanmu. Allah enggan menghampirinya!

Sejak semula, Allah adalah Allah Semesta Alam. Allahu Ahad, Allah Umat Manusia, seluruhnya tanpa kecuali. Tidak ada tempurung yang pantas bagiNya.

Jangan-jangan kita sudah hidup di zaman yang sempat diramalkan Rasulullah saw,

بدا الاسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدا فطوبي للغرباء

Islam, asing saat awal kehadirannya dan kelak akan kembali asing seperti saat kedatangannya pertama kali dan beruntunglah (wahai) orang-orang asing

Allah SWT adalah tempat kembali segala sesuatu dan Al-Qur’an al-Kariem adalah tempat kembali para Ahlul-Kitab manakala tersesat jalan. Itu pulalah mengapa Al-Qur’an terjaga sepanjang masa, selama usia kehidupan manusia di dunia ini…

Wallahu a’lamu bish-showab, wallahu muwafiq ila aqwamith-thoriq.

(Dari catatan Haydar Yahya)

 

Selesai

Sebelumnya:

Tafsir Tematik – Islam, Nama Generik Semua Agama Samawi (6)

Catatan kaki:

[1] Surat Al-Baqarah 2 : 30

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Surat Adz-Dzariat 51 : 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

[2] Surat Yunus 10 : 44

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَٰكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُون

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.

An-Nisaa’ 4 : 40

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.

[3] Surat Al-Mulk 67 : 2

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*