Terusan Suez (2)

in Monumental

Last updated on May 8th, 2018 08:16 am

Gagasan membangun Terusan Suez seperti yang kita lihat sekarang, pertama kali muncul dari Napoleon Bonaparte ketika ia berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 1798. Namun rencana ini dibatalkan karena proyeksi biaya yang terlalu tinggi.

—Ο—

 

Gagasan membangun Terusan Suez sebenarnya bukan baru muncul pada abad ke-19. Perkiraan paling jauh, yang pertama kali membuat terusan ini adalah Ramesses II, Fir’aun yang memerintah pada Dinasti Ke-19, antara tahun 1279 sampai 1213 SM. Hanya saja ketika itu jalur terusan bukan menghubungkan antara Laut Merah dengan Laut Mediterania, tapi dari Laut Merah ke arah Sungai Nil melalui Wadi Tumilat. Sebagian kepercayaan bahwa ketika Bani Israel dikejar oleh Fir’aun dan tentaranya, mereka menggunakan jalur ini untuk sampai ke Laut merah.[1]

Tapi bukti arkeologis menunjukkan bahwa yang pertama kali membangun terusan ini adalah Darius Agung, Raja Persia yang memerintah 522 SM -486 SM. Bukti ini tertulis di sebuah prasasti yang bernama “Chalouf Stele”. Prasasti ini ditemukan oleh Charles de Lesseps pada tahun 1866 di dekat Kabret, daerah yang terletak sekitar 130 Km dari Suez. Inkripsi dalam prasasti tersebut menjelaskan bahwa Darius-lah orang pertama yang memerintahkan menggali terusan tersebut. Tujuannya, agar kapal-kapal yang berlayar dari Persia bisa langsung terhubung masuk Mesir yang terletak di tepi sungai Nil.

 

Salah satu Fregmen dari Chalouf Stele. Sumber gambar: livius.org

 

Gambar inkripsi dari prasasti Chalouf Stele. Sumber gambar: livius.org

Berikut salah satu petikan dari prasati tersebut. Setelah memuji-muji dirinya, Darius kemudian menyatakan: ”Saya seorang Persia; berasal dari Persia, saya menaklukkan Mesir. Saya memerintahkan untuk menggali terusan ini dari sungai yang disebut Nilenote dan mengalir di Mesir, ke laut yang dimulai di Persia. Karena itu, ketika terusan ini digali seperti yang saya perintahkan, kapal-kapal berangkat dari Mesir melalui terusan ini ke Persia, seperti yang saya maksudkan.[2]

Tapi masa pun berlalu. Pada abad ke 17 M, Mesir sudah bukan lagi pusat perdaban dunia, bukan juga pusat sumber daya alam yang kaya. Eropa sedang bangkit menjadi imperium raksasa, dan ia membutuhkan energy yang melimpah. Bentangan pengaruh mereka mencapai India, Asia Tenggara, hingga Asia Timur. Wilayah-wilayah ini memiliki sumber daya alam yang membuat Eropa terbelalak. Dalam situasi seperti ini, Mesir tak ubahnya seperti batu sandungan di jalan mereka. untuk mendongkel batu sandungan ini, Pada bulan Juli 1798, Napoleon Bonaparte menggempur Mesir, dan berhasil menaklukkannya.

Setelah invasi tersebut, anggota tim ilmiah yang menemaninya mengungkap adanya jejak-jejak kuno pembangunan sebuah terusan. Penemuan ini, ditambah dengan kekuasaanya terus meluas tanpa batas, membuatnya berpikir tentang satu ide raksasa untuk membangun hal serupa. Tapi bukan dari Laut Merah ke Sungai Nil, melainkan ke Laut Mediterania, sebagaimana yang kita lihat hari ini.  Tapi sayangnya, hasil survey para ilmuwan yang dimiliki oleh Napoleon melakukan mis-kalkulasi yang berdampak serius. Ia menyimpulkan bahwa Laut Merah 33 kaki (10 meter) lebih tinggi dari Mediterania. Bila hitungan ini akurat, sebagai konsekuensinya, “kunci”[3] yang dibutuhkan oleh terusan tersebut harus ditambah, dan proyek ini akan memakan biaya sangat tinggi. Akibatnya, Napoleon membatalkan rencananya untuk membangun terusan tersebut.

Pada tahun 1830, seorang surveyor Inggris kembali meneliti hasil laporan Napoleon, dan ia menemukan kesalahan yang cukup fatal dalam perhitungan surveyor Napoleon. Hasil temuannya mengatakan bahwa selisih ketinggian Laut Merah dengan Laut Mediterania, tidak lebih dari 4 kaki, atau sekitar 1,2 meter. Dengan ketinggian seperti itu, ia menyimpulkan bahwa terusan ini sebenarnya tidak membutuhkan kunci sama sekali. Namun demikian, pemerintah Inggris tetap tidak menyetujui untuk membangun terusan tersebut. Sebagai alternatifnya, Inggris lebih memilih membangun jalur kereta api dari Alexandria ke Kairo, dan jalur lain dari Kairo ke Pelabuhan Suez.[4]

Menurut Eamonn Gaeron, alasan utama Inggris menolak rencana proyek Terusan Suez, bukan karena mereka tidak mengetahui nilai strategis dari investasi tersebut. Mamun mereka menilai bahwa terusan tersebut akan menjadi asset yang juga bermanfaat bagi negara lain, seperti Rusia, yang merupakan saingan Inggris kala itu. Lebih jauh, Gaeron menyatakan, ini juga yang menjadi alasan Inggis tetap bersikukuh dengan pendiriannya, ketika Ferdinand de Lesseps memenangkan konsesi pada 1854 untuk membuat perusahaan membangun Terusan Suez, hingga dibuka 15 tahun kemudian. Di tengah dinamika persaingan menunju predikat sebagai adidaya dunia, Inggris, Rusia, Perancis, dan Ottoman, benar-benar teliti mengambil langkah. Jangan sampai, langkah yang diambil justru menjadi keuntungan bagi pihak lain. Dengan rumus perhitungan seperti ini, membangun Terusan Suez, jelas tidak masuk dalam opsi mereka. mereka.[5] (AL)

Bersambung…

Terusan Suez (3)

Sebelumnya:

Terusan Suez (1)

Catatan kaki:

[1] Lihat, http://www.livius.org/sources/content/achaemenid-royal-inscriptions/dz/?, diakses 5 Mei 2018

[2] Ibid

[3] Lock atau Kunci yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk menaikkan dan menurunkan kapal antara bentangan air dari berbagai tingkat di sungai dan saluran air seperti terusan. Saluran tersebut akan pertisi ke dalam beberapa ruangan yang dikunci di kedua sisinya, sehingga setiap ruangan akan memiliki ketinggian air yang tetap. Ruangan ini biasa disebut “caisson”. Kunci digunakan untuk membuat sungai lebih mudah dinavigasi, atau memungkinkan sebuah terusan untuk menyeberangi daratan yang tidak rata. Semakin jauh selisih ketinggian air, maka kunci yang dibutuhkan akan semakin banyak. Lihat, https://en.wikipedia.org/wiki/Lock_(water_navigation), diakses 5 Mei 2018

[4] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hal. 265

[5] Ibid, hal. 266

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*