Usama Canon (1): Ulama Muda dari Amerika Serikat yang Membumi

in Tokoh

Last updated on January 13th, 2018 01:17 pm

“Usama Canon adalah seorang pendakwah Islam di Amerika Serikat, dakwahnya terutama ditujukan bagi kaum muda dan orang-orang yang ingin tahu tentang Islam. Dengan gayanya yang santai dan fashionable, dia begitu dicintai oleh murid-muridnya karena dianggap bisa mengajarkan Islam yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari di tengah maraknya kebencian terhadap Islam di Amerika Serikat. Dia didiagnosa menderita penyakit ALS, dan usianya secara medis tidak akan lama lagi.”

–O–

Suatu malam di kota Chicago, Amerika Serikat, seorang pengkhotbah Muslim duduk di lantai, dia dikelilingi baik oleh perempuan maupun laki-laki dari berbagai etnik, kebanyakan dari mereka adalah anak muda. Di sekitarnya, tetabuhan gendang menyanyikan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW. Teh mint disajikan pada nampan berwarna emas. Seorang pria dengan jenggot hipster[1] membakar dupa yang semerbak, dan segeralah aroma wangi kayu memenuhi ruangan.

Usama Canon Mulai mengajar, dia berkata, “jika kau pikir dirimu religius, tapi religiusitasmu menjadikanmu tak baik hati, atau kurang mencinta, atau kurang sabar, maka kau sedang menjalani sesuatu yang salah.”

Usama Canon, pendiri Ta’leef Collective di Amerika Serikat. Photo: Omar Kohgadai

Canon, seorang pria berusia 40 tahun, berpenampilan santai seperti layaknya anak muda West Coast di Amerika. Dia menggunakan topi kupluk, sementara tasbih melingkar di pergelangan tangan kanannya seperti gelang. Canon adalah direktur pendiri tempat ini, Ta’leef Collective, dengan sekretariat di Fremont, Ca. dan Chicago. Ta’leef Collective merupakan sebuah nama gabungan dari bahasa Arab dan Inggris yang berarti “datang bersama banyak hal”.

Ta’leef Collective merupakan sebuah organisasi non-profit yang didirikan pada tahun 2009, target mereka adalah anak muda yang tertarik untuk belajar Islam. Mereka menawarkan sebuah tempat yang ramah bagi siapapun; tidak ingin diskriminatif dan berprasangka buruk; serta meyakini bahwa dialog, pendidikan, dan persahabatan merupakan bagian integral dari pertumbuhan individu dan kolektif. Mereka memiliki motto, “datanglah seperti apa adanya dirimu, kepada seperti apa adanya Islam”.[2]

Ta’leef Collective memposisikan dirinya sebagai “tempat ketiga” di antara dua tempat utama Islam, masjid dan rumah. Tempat ini disajikan untuk anak muda atau orang-orang yang baru masuk Islam untuk mengeksplorasi keimanan mereka yang tidak didapat dari masjid-masjid tradisional. Tempat ini terdiri dari ruang kuliah, ruang pertemuan, dan ruang ibadah.

Orang-orang yang datang ke Ta’leef Collective terdiri mulai dari mantan narapidana hingga anak muda pencari kebenaran, mereka mengatakan bahwa apa yang  diajarkan Usama Canon telah membantu mereka memahami Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran tersebut terasa begitu penting bagi para pemeluk Islam yang merasakan pesatnya permusuhan di Amerika terhadap Islam. Di Amerika Serikat, saat ini terdapat kurang lebih 3,45 juta orang pemeluk Islam.

Canon dipanggil “Ustadz” oleh murid-muridnya, sehingga ketika mengetahui pada musim gugur tahun 2017 Canon divonis menderita penyakit neurologis degeneratif yang disebut ALS, mereka menjadi gempar dan bersedih. Canon mulai menyadari adanya kelainan ketika membaca Al-Quran atau sedang bernyanyi, suaranya menjadi lebih dalam dan samar.

Ketika Canon tahu dirinya mengidap ALS, yang dipikirkannya pertama kali adalah kelima anak dan istrinya. Anak-anak Canon berusia dari mulai bayi hingga remaja, dia mulai berpikir barangkali tidak akan pernah menyaksikan anak-anaknya menikah. Sebab, kebanyakan orang yang menderita ALS, atau sering disebut Penyakit Lou Gehrig, hanya bertahan antara tiga sampai lima tahun setelah didiagnosis.

Ketika dia menyaksikan murid-murid dan teman-temannya bersedih, dia bercerita, “rasanya hampir menjadi seperti hantu di ruangan itu. Rasanya saya ingin berkata ‘Hei kawan, saya belum mati. Saya masih ada di sini. Mengapa kita sudah berkabung duluan?’”

Canon adalah seorang laki-laki kelahiran California, dia memiliki Ayah Baptis[3] berkulit hitam, sementara Ibunya adalah seorang Kristen kulit putih. Dia memeluk Islam pada tahun 1996, tepat setelah lulus SMA, dia mengenal Islam melalui musik hip-hop dan dalam hasratnya mencari keadilan sosial.

Canon pernah menjadi seorang pendakwah Islam di penjara California, dia menyebutkan bahwa beberapa tahanan di sana merupakan guru terbesarnya. Dia juga merupakan pemimpin spiritual Inner-City Muslim Action Network, sebuah organisasi yang bergerak untuk membantu pemuda-pemuda yang rapuh baik secara medis maupun psikis, mereka memberikan perawatan medis dan  membantu mantan narapidana di Sisi Selatan Chicago.

Kendati demikian, sebenarnya Ta’leef Collective lah yang membuat namanya besar. Canon aktif di berbagai daring media sosial, secara akumulatif dia menjadi figur bagi ribuan publik yang membentang dari utara California, AS hingga Jakarta, Indonesia. “Ini berakar pada gagasan bahwa Islam bukanlah hal yang asing, dan Islam tidak mencurigakan, dan Islam tidak berbahaya,” kata Canon. “Memang, ada kegilaan di dunia ini dan ada orang-orang Muslim yang melakukan hal-hal gila, tapi inti agama ini (Islam) adalah keindahan, sesuatu yang indah.” (PH)

Bersambung ke:

Usama Canon (2): Ulama Nyentrik Bergaya Hip-Hop

Catatan, artikel ini diadaptasikan dan diterjemahkan secara bebas dari: Leila Fadel, “An American Muslim Preacher Faces His Own Mortality”, dari laman https://www.npr.org/2018/01/10/576469015/an-american-muslim-preacher-faces-his-own-mortality, diakses 12 Januari 2018. Adapun data-data dan informasi lain yang didapat dari luar artikel tersebut dicantumkan di dalam catatan kaki.

Catatan Kaki:

[1] Hipster, dari google translate: orang yang mengikuti perkembangan trend dan fesyen.

[2] “About Ta’leef Collective”, dari laman http://taleefcollective.org/, diakses 12 Januari 2018.

[3] Ayah Baptis menurut Alfredo, “Ayah Baptis atau di sebut Bapak baptis atau istilah kerennya Godfather mempunyai peran sebagai saksi baptis ketika anak tersebut di baptis. Apakah hanya sebatas saksi? tidak. Bapak Baptis selain berperan sebagai saksi baptis juga berperan penting pada perkembangan sang anak, selain orang tua kandung yang mendidik anaknya agar mengenal siapa itu Tuhan Yesus kristus, Bapak baptis juga berperan sama dalam mendidik anak baptisnya terutama dalam hal Iman dan juga sebagai wali yang bertanggung jawab apabila suatu ketika orang tua si anak tidak ada/meninggal dan si anak masih di bawah umur. Jadi peran Bapak Baptis sangat besar di dalam gereja katolik. Oleh karena itu di sarankan mencari Bapak Baptis yang tau betul ajaran gereja katolik dan berumur di bawah umur orangtua si anak. Semoga dapat membantu,” dalam “Apa arti ayah baptis?”, dari laman https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20130615100259AAJI2aL, diakses 12 Januari 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*