Yusuf Islam: Bangkit dari Stigma yang Melekat dan Menjadi Duta Perdamaian

in Mualaf

“Drama yang saya alami seperti sebuah film Hollywood yang mengerikan. Dan saya adalah bintangnya. Tetapi, tidak ada yang pernah memberi tahu saya alur ceritanya, apalagi dialognya.”

Keputusan Yusuf Islam menjadi sebuah kontroversi. Keputusannya meninggalkan dunia musik pada tahun 1977, bukan tanpa sebab. Ia tahu betapa sulitnya untuk memeluk agama yang diyakini berdampingan dengan keinginan para pecinta musiknya. Yusuf Islam tak mau menjadi seseorang yang munafik, dia merasa harus menjadi sosok yang nyata bagi dirinya sendiri. Jadi dia berhenti bernyanyi, dan bertindak sesuai dengan apa yang ia yakini.

Kontroversi dengan Salman Rushdie

Di tahun 1988, penulis Salman Rushdie menerbitkan “The Satanic Verses”, sebuah novel realis magis yang dianggap menghina agama Islam. Bahkan Ayatollah Khomeini—pemimpin tertinggi Iran di masa itu—mengeluarkan fatwa hukuman mati bagi sang novelis.

Yusuf Islam diundang pada acara TV Australia “Geoffrey Robertson’s Hypotheticals” pada tahun 1989, dan menjadi ‘terlibat’ ketika mendapatkan pertanyaan tentang fatwa tersebut. Pers menjadi liar, karena menganggap pernyataan Yusuf Islam mendukung fatwa yang dikeluarkan oleh Ayatollah Khomeini.[1]

Tentu saja Yusuf Islam menyangkal itu semua. Ia menjelaskan bahwa wawancara televisi tersebut merupakan hasil dari penyuntingan yang disengaja dan dikombinasikan dengan selera humornya yang khas Inggris.

Rupanya ini menjadi salah satu saat yang menjengkelkan bagi Yusuf Islam. Seolah-olah itu menggambarkan dirinya sebagai pendukung fatwa “hukuman mati bagi Salman Rushdie”. Dalam wawancaranya dengan Desert Island Discs, ia mengungkapkan, “Saya dijebak dengan pertanyaan-pertanyaan tertentu. Saya tidak pernah mendukung fatwa tersebut. Saya harus hidup dengan hal itu.”[2]

Masalah dengan Salman Rushdie mereda seiring waktu, meski sang novelis menganggap bahwa pernyataan tak bersalah Yusuf Islam dianggap “sampah”.

Dilabeli Teroris

Pada tahun 1990 dan 2000 Yusuf Islam ditolak masuk ke negara Israel hingga dideportasi dari negara tersebut. Ia dituduh telah menyumbangkan sejumlah uang kepada Hamas pada kunjungan sebelumnya di tahun 1988. Yusuf Islam membantah tuduhan pemerintah Israel, dia memberi pernyataan tidak pernah terlibat apa pun dengan organisasi tersebut. Ia hanya mendonasikan uang untuk korban perang, bencana alam, dan anak-anak yatim.

Hal itu terjadi lagi pada bulan September tahun 2004, ketika ia hendak berkunjung ke Amerika Serikat. Saat dalam penerbangan menuju Nashville, tiba-tiba pesawat mendarat di sebuah bandara bernama Bangor, Washington DC. Yusuf Islam mengalami berjam-jam interogasi, dan dideportasi kembali ke Inggris. Bahkan tidak ada alasan resmi yang diberikan atas tindakan tersebut.

“Drama yang saya alami seperti sebuah film Hollywood yang mengerikan. Dan saya adalah bintangnya. Tetapi, tidak ada yang pernah memberi tahu saya alur ceritanya, apalagi dialognya.”[3]

Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw, mengeluh secara pribadi atas insiden deportasi terhadap Yusuf Islam kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat—Colin Powell. Dua tahun kemudian, Yusuf Islam diizinkan kembali memasuki negara Amerika Serikat untuk pertunjukan dan wawancara radio.

Buntut panjang dari pendeportasian Yusuf Islam adalah pemberitaan yang tidak benar oleh surat kabar the Sunday Times dan the Sun. Dalam artikel tersebut, secara jelas menuding Yusuf Islam mendukung teroris. Ini menjadi cukup kontroversial, dan masuk ke dalam ranah hukum.

Kasus pencemaran nama baik ini tentu saja dimenangkan oleh Yusuf Islam. Ia pun menambahkan bahwa surat-surat kabar tersebut telah berjanji untuk tidak mengulangi tuduhan palsu, dan setuju mengganti biaya-biaya hukumnya. Di mana uang ganti rugi yang ia dapatkan, akan disumbangkannya kepada anak-anak yatim piatu.[4]

Dituduh Sebagai Seksis

Beberapa tahun setelah kasus pencemaran nama baik, terbit sebuah artikel dimuat World Entertainment News Network (pada tahun 2007). Artikel tersebut mengklaim bahwa Yusuf Islam menolak berbicara dengan perempuan tidak bercadar, ketika dalam acara penghargaan musik di Jerman. Membuat sosok Yusuf Islam seolah-seolah seorang misoginis dan seksis.

Yusuf Islam pun mengklarifikasi dalam blog pribadi, bahwa semua itu tuduhan yang sangat absurd. Ia hanya berusaha menghormati martabat wanita seperti yang diajarkan oleh agama Islam. Kasus pencemaran nama baik itu dimenangkan oleh Yusuf Islam, setelah ia melayangkan tuntutannya.[5]

Namun, Yusuf Islam hanya ingin membuktikan niat baiknya sebagai hamba Allah, tanpa dibayangi lagi kejadian-kejadian di masa lampau. Terbukti pada tahun 2004 ia mendapatkan Nobel Peace Prize, penghargaan yang diberikan atas usahanya di bidang amal.

Selesai

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Geoffrey Robertson Hypotheticals, a Satanic Scenario, pada laman https://archive.org/details/Hypotheticals-a-Satanic-Scenario, diakses pada 25 Mei 2023

[2] Desert Islands Discs, Yusuf Cat Stevens on Islam, the Fatwa and Playing Guitar Again, pada laman http://surl.li/hikdn diakses pada 25 Mei 2023

[3] US News, A Cat in a Wild World Yusuf Islam, pada laman https://www.theguardian.com/world/2004/oct/01/usa.comment diakses pada 25 Mei 2023

[4] BBC News, Singer Islam gets Libel Damages, pada laman http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/4268651.stm diaksed pada 25 Mei 2023

[5] Yusuf News, He Won’t Talk to Unveiled Woman, Right?, pada laman https://web.archive.org/web/20131017222547/http://www.yusufislam.com/faq/8f2e6db2c94070284e3409cd2774d901/ diakses pada 25 Mei 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*