Kesultanan Malaka (8): Kontroversi Sosok Hang Tuah

in Sejarah

Last updated on March 22nd, 2019 07:19 am

Menurut hasil analisis DNA, Hang Tuah, bukan berdarah Melayu, melainkan China. Lagi pula kata “Hang”, yang mengawali nama Hang Tuah dan teman-temannya, bukan nama khas masyarakat Melayu. Tapi lebih terdengar seperti nama marga di China. Dugaan sementara, seperti Cheng Ho, dia dan teman-temannya adalah prajurit Muslim yang dikirim untuk membantu mengamankan Malaka


Gambar ilustrasi. Sumber:
Pinterest


Dalam sejarah Kesultanan Malaka, kita tidak mungkin melewatkan nama tokoh legendaris bernama Laksamana Hang Tuah. Menurut Prof. Dr. Slamet Mulyana, Hang Tuah hidup dan berkiprah pada era pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah. Dia bersama empat sahabatnya, Hang Kasturi, Hang Jebat, Hang Lekir, dan Hang Lekiu, adalah prajurit unggulan yang dibesarkan langsung di bawah asuhan Tun Perak. [1]

Pada masa ini, Tun Perak bertindak layaknya sultan itu sendiri. Dia sendiri yang memilih para jenderal dan laksama yang memimpin armada perang Kesultanan Malaka. Hang Tuah adalah orang yang dipilih sebagai laksamana untuk memastikan keamanan di laut. Konon Hang Tuah memiliki kemampuan meracik strategi perang; menguasai berbagai jenis senjata dan seni bela diri; serta menguasai banyak bahasa. Dengan kata lain, semua skill dan kompetensi yang dimilikinya, seperti dirancang khusus guna mewujudkan visi besar Kesultanan Malaka untuk menjadi kekuatan laut terkemuka di dunia.

Menurut legenda, Hang Tuah diperkirakan lahir pada 1444 di Malaka (kini Malaysia), dan merupakan putra dari pasangan Hang Mahmud serta Dang Merdu Wati. Saat kecil dia bekerja membantu di toko orangtuanya, di mana pemahaman akan konsep spiritual maupun jiwa petarungnya sudah mulai terlihat. Ketika berusia 10 tahun, Hang Tuah belajar silat kepada seorang guru bernama Adi Putera yang tinggal di puncak gunung bersama empat sahabatnya, Hang Kasturi, Hang Jebat, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Dengan bimbingan dari Adi Putera, Hang Tuah dan keempat temannya tersebut mendapatkan pelajaran mulai dari bela diri hingga meditasi.[2]

Kisahnya mulai dikenal ketika sekelompok perompak mengamuk dan menyerang sebuah desa. Hal ini menuai respon dari Bendahara Malaka yang tidak lain adalah Tun Perak. Bersama para pengawalnya, Tun Perak berusaha untuk memadamkan serbuan itu. Namun, upaya tersebut malah membuatnya menjadi sasaran para bajak laut. Para pengawal Tun Perak melarikan diri. Ketika Hang Tuah dan empat temannya melihat kejadian ini. Mereka segera membantu Tun Perak dan mengalahkan perompak tersebut. Tun Perak yang terkesan dengan keberanian kelima pemuda itu menawarkan untuk mengajak mereka bergabung menjadi anggota pasukan kerajaan. Sejak itu, Hang Tuah dan keempat sahabatnya menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Kesultanan Malaka.[3]

Kontroversi Sosok Hang Tuah

Selama lebih dari 200 tahun, nama Hang Tuah hidup dalam tuturan masyarakat Melayu. Dia menjadi legenda yang dikagumi. Bahkan sekarang namanya dijadikan nama tempat, jalan, dan universitas baik di Malaysia maupun Indonesia.

Akan tetapi, belakangan muncul sejumlah bantahan dari para ilmuwan terkait dengan eksistensi Hang Tuah dan para sahabatnya.  Berdasarkan hasil penggalian kuburan Hang Tuah, para ilmuwan menemukan bahwa berdasarkan analisis DNA, Hang Tuah adalah keturunan China. Sama seperti Cheng Ho, Hang Tuah adalah juga seorang Muslim. Dia dan para sahabatnya diduga adalah tentara China yang sengaja di utus untuk membantu Kesultanan Malaka menjaga kedaulatan wilayahnya dari ancaman negara-negara sekitar.[4]

Selain DNA, hal lain yang membuktikan bahwa sosok Hang Tuah berasal dari China adalah nama itu sendiri. “Hang” bukan nama khas masyarakat Melayu. Nama ini lebih terdengar seperti serapan dari nama-nama China. Demikian juga dengan teman-teman Hang Tuah, seperti Hang Kasturi, Hang Jebat, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Menariknya, ayah Hang Tuah, dikenal dengan nama Hang Mahmud (atau Hang Mamat), dan ibunya bernama Dang Merdu Wati. Keduanya, terlihat masih membawa kekhasan nama-nama China.[5]

Sejak adanya publikasi mengenai hasil analisis DNA dan nama Hang Tuah, perdebatan terjadi antara sejarwan dan ilmuwan. Belakangan, Prof Dr Ahmat Adam,  seorang Guru Besar dari Universitas Malaya, menyatakan bahwa sosok Hang Tuah memang sejak awal adalah tokoh fiktif. Statement ini disampaikannya dalam salah satu seminar sejarah yang diselenggarakan oleh departemen sejarah Universiti Malaya yang berjudul ‘Wujudkah Hang Tuah?‘ tahun 2015.[6]

Prof Dr Ahmat Adam menyampaikan bahwa pada faktanya, nama ‘Hang Tuah’ tidak ada pada abad ke 15 dan 16, dan baru terdeteksi untuk pertama kalinya di Hikayat Acheh, yang ditulis pada abad ke-17. Menurutnya, sejarawan harus ingat, bahwa “Sejarah Melayu”[7] adalah fiksi yang kualifikasinya adalah teks sejarah sastra, bukan buku teks sejarah. [8]

Lebih jauh Prof Dr Ahmat Adam menyatakan, bahwa karakter Hang Tuah yang tersebut dalam “Hikayat Hang Tuah” dan ditulis sebelum Sejarah Melayu, adalah karakter yang dipinjam dalam menulis karya sastra tersebut. Karena sastrawan Melayu pada zaman itu tidak menulis nama asli kecuali untuk karakter Sultan. Lagi pula, terdapat kesalahan para peneliti menafsirkan aksara Jawi (aksara Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu) yang ada di kitab “Hikayat Hang Tuah” dan “Sejarah Melayu”. Dimana ‘ta’ ‘wa’ ‘ha’ menjadi sebutan tuah. Padahal aksara Jawi ‘ta’ ‘wa’ ‘ha’ mestinya berwujud tuha atau toh.[9]

Demikian pendapat Prof Dr Ahmat Adam soal sosok Hang Tuah. Pendapat ini jelas saja menuai kontroversi dari semua pihak dan sejauh ini tidak akui baik oleh para ilmuwan maupun masyarakat Melayu. Tapi sejumlah kontroversi yang menyelimuti sosok legendari Hang Tuah sebenarnya sesuatu yang normal. Layaknya banyak pahlawan di seluruh dunia, kontroversi yang melingkupi hidup mereka biasanya bukan lahir dari kebencian masyarakat. Tapi lebih karena sosok tersebut adalah khazanah peradaban yang menjadi sumber identitas masyarakat tersebut. Wallahu’alam (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Prof. Dr. Slamet Mulyana, Op Cit, hal. 151

[2] Lihat, “Biografi Tokoh Dunia: Hang Tuah, Pahlawan dan Laksamana Malaka”, https://internasional.kompas.com/read/2019/03/12/21281801/biografi-tokoh-dunia-hang-tuah-pahlawan-dan-laksamana-malaka?page=all. Diakses 19 Maret 2019

[3] Ibid

[4] Lihat, John Chow, Origins of Hang Tuah ( and Hang Jebat Hang Lekiu etc), http://www.yellowbamboohk.com/yellowbamboo/origins%20of%20hang%20tuah%20by%20john%20chow.html, diakses 19 Maret 2019

[5] Ibid

[6] Lihat, Hang Tuah ‘did not exist’, claims historian, https://www.nst.com.my/news/2015/12/116922/hang-tuah-did-not-exist-claims-historian, diakses 19 Maret 2019

[7] Sejarah Melayu, adalah buku klasik perbendaharaan masyarakat Melayu. Judul awalnya adalah  Sulalatus Salatin, yang diterjemahkan menjadi “Sejarah Melayu”. Naskah asli buku ini terdiri dari tiga naskah dengan tulisan tangan. Naskah-naskah tersebut kemudian dinamaka: 1) Naskhah Munshi MoHarumad Ali, cod DBP MSS 86A, yang disebut naskah A; 2) Naskhah Hj. Othman Abdullah, cod DBP MSS 86, yang disebut naskhah B; dan 3) naskhah DBP, cod DBP MSS 86B yang disebut naskhah C. ketiga naskah tersebut kemudian dikompilasi menjadi buku “Sejarah Melayu”. Lihat, A. Samad Ahmad, Sulalatus Salatin; Sejarah Melayu, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 2008, hal. xi

[8] Ibid

[9] Lihat, Melacak Wujud Hang Tuah, http://akarpadinews.com/read/budaya/melacak-kebenaran-wujud-hang-tuah, diakses 19 Maret 2019 i-t

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*