Kesultanan Malaka (7): Sultan Alauddin Riayat Syah

in Sejarah

Last updated on March 21st, 2019 06:03 am


Pada masa ini, Kesultanan Malaka masih menikmati masa keemasannya. Selain karena sultannya berwibawa, angkatan laut mereka demikian disegani. Nyaris seperti monopolis, sirkulasi perdagangan komoditi dari pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Nusantara seperti tersentralisasi di Malaka. Eksistensi Malaka membuat lumpuh hampir semua pelabuhan di sepanjang pesisir timur pulau Sumatera.


Gambar ilustrasi. Sumber: melayupedia.com


Sultan Mansur Syah wafat pada tahun 1477 M. Dia mewarisi kejayaan yang sangat unggul bagi penerusnya. Kedudukannya digantikan oleh putranya yang bernama Raja Husein, yang kemudian mengambil gelar Sultan Alauddin Riayat Syah. Dia menjabat sebagai Sultan ke-7 Kesultanan Malaka pada tahun 1477 M.

Menurut Prof. Dr. Slamet Mulyana, naiknya sultan ketujuh ini juga tak lepas dari pengaruh besar Tun Perak. Untuk memastikan pengaruhnya tetap kuat di dalam kerajaan, dia menunjuk Sultan Alauddin Riayat Syah yang ketika itu masih remaja. Diperkirakan usianya saat itu sekitar 19 tahun.[1] Maka praktis di masa awal pemerintahannya, Alauddin Riayat Syah menjadi sangat tergantung pada nasehat dan arahan-arahan dari Tun Perak.[2]

Pengaruh Tun Perak yang luar biasa ini, tidak hanya hanya mengerdilkan kedudukan sultan, tapi juga seakan membatasi kewenangannya. Semua hal yang keluar masuk ke sultan harus selalu melalui Tun Perak. Demikianlah yang terjadi pada awalnya. Hingga satu waktu, terdengar desas desus maraknya pencurian di wilayah Malaka. Hampir tiap malam rumah-rumah penduduk disambangi pencuri, dan kerugian akibat ini cukup besar. Mendengar hal ini sultan demikian marah. Tapi situasi ini tak kunjung dilaporkan oleh para bawahannya. Akhirnya, untuk memastikan duduk persoalannya, dia memilih menangani sendiri masalah ini.[3]

Di malam hari, sultan keluar kerajaan dengan menyamar dan hanya ditemani oleh pengawalnya yang bernama Hang Isap. Mereka berdua terus berpatroli keliling wilayah kerajaan. Hingga suatu malam, sultan berhasil memergoki lima orang pencuri yang sedang membawa sebuah peti hasil curian. Karena panik, kelima orang itupun lari tunggang langgang dan meninggalkan hasil curiannya.[4]

Tapi sultan tidak membiarkan hal itu. Dia memerintahkan pada Hang Isap akan tetap diam menjaga peti tersebut, dan dia berlari mengejar kawanan pencuri itu. Sampai di satu tempat, terjadilah pertarungan antara sultan yang menyamar ini dengan kelima orang pencuri tersebut. Tapi meskipun di keroyok lima orang, kemampuan bela diri sultan memang mumpuni. Dia berhasil membunuh dua orang pencuri, dan yang lainnya berlari tunggang langgang.[5]

Keesokan harinya, sultan memanggil semua pajabat kerajaan, termasuk Tun Perak. Dia menanyakan pada mereka apakah mendengar adanya pencurian dan pembunuhan terjadi tadi malam? Mereka semua diam, karena tidak mengetahui. Sultan kemudian menjelaskan semua yang terjadi semalam. Dia mempertanyakan tentang tanggung jawab para aparat keamanan terhadap rakyat, dan terutama tanggungjawab para pengawal terhadap keselamatan sultan sendiri. dia kemudian memanggil orang yang semalam kecurian dan mengembalikan peti yang diambil pencuri pada pemiliknya.[6]

Sultan Alauddin Riayat Syah kemudian memerintahkan aparaturnya agar memperketat penjagaan di malam hari, dan memburu semua pencuri. Dia juga mengeluarkan maklumat bahwa siapapun yang kedapatan ternyata menyembunyikan harta orang lain, maka kembalikan segera kepada pemiliknya. Atau bila tidak bisa bertemua dengan pemiliknya, maka serahkan barang-barang itu ke istana. Bila tidak segera dikembalikan dan kemudian tertangkap, dia akan dilangsung dipotong tangan. Sultan juga meminta kepada semua masyarakat, agar segera pelaporkan semua barang-barang mereka yang hilang ke Istana atau mengambilnya bila si pencuri sudah mengembalikan. Sejak saat itu, Sultan Alauddin Riayat Syah dicintai penduduk dan dihormati karena keberanian dan ketegasaannya.[7]

Menurut Sejarah Melayu, pada era pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah ini, Kesultanan Malaka kedatangan tamu penting, yaitu raja dari Kesultanan Maluku. Konon, karena terjadi huru hara di negerinya, Raja Maluku mengungsi ke Malaka. Kedatangannya disambut baik oleh rakyat dan Sultan Malaka. Raja Maluku memperkenalkan kepada sultan dan rakyat Malaka olah raga sepak takraw. Dalam waktu cepat olah raga tersebut diminati oleh rakyat Melayu.[8] Sejak itu, olah raga ini dimainkan terus menerus hingga menjadi seperti tradisi.

Pada masa ini, Kesultanan Malaka masih menikmati masa keemasannya. Selain karena sultannya berwibawa, Tun Perak juga masih memiliki posisi sangat kuat dan tak tergoyahkan. Walau bagaimanapun, dalam masalah-masalah strategis, sultan tetap mengharap nasehat dan arahan dari Tun Perak.

Di era pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah, Kesultanan Malaka sudah tumbuh menjadi kerajaan paling besar dan disegani di Nusantara. Mereka memiliki pengaruh baik di nusantara maupun di tingkat internasional. Nyaris seperti monopolis, sirkulasi perdagangan komoditi dari pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Nusantara seperti tersentralisasi di Malaka. Eksistensi Malaka membuat lumpuh hampir semua pelabuhan di sepanjang pesisir timur pulau Sumatera. Adapun jalur barat yang dulu menjadi akses masuk kapal-kapal asing menuju Jawa, nyaris tidak lagi dilalui. Bisa dikatakan inilah puncak masa keemasan Kesultanan Malaka.[9]

Pada tahun 1488 M, Sultan Alauddin Riayat Syah wafat. Ketika itu usianya masih 30 tahun. Dia digantikan oleh putranya yang masih berusia sekitar 11 tahun bernama Mahmud Syah.[10] Lagi-lagi, Tun Perak menjadi king maker dibalik suksesi ini. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Seventh Ruler of Melaka: Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488), http://sejarahmalaysia.pnm.my/portalBI/detail.php?section=sm01&spesifik_id=428&ttl_id=59, diakses 18 Maret 2019

[2] Lihat, Prof. Dr. Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerjaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta, LkiS, 2005, hal. 150

[3] Lihat, A. Samad Ahmad, Sulalatus Salatin; Sejarah Melayu, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 2008, hal. 173

[4] Ibid

[5] Ibid, hal. 174

[6] Ibid, hal. 175

[7] Ibid

[8] Ibid, hal. 180

[9] Lihat, Prof. Dr. Slamet Mulyana, Op Cit, hal. 152

[10] Lihat, Seventh Ruler of Melaka: Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488), http://sejarahmalaysia.pnm.my/portalBI/detail.php?section=sm01&spesifik_id=428&ttl_id=59, diakses 18 Maret 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*