Mozaik Peradaban Islam

Mushab bin Umair (3): Kembali ke Makkah

in Tokoh

Last updated on December 9th, 2019 03:20 pm

Sekembalinya Mushab, ketika para sahabat melihatnya, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya tampak basah. Keadaan Mushab menyedihkan, jauh dari penampilan dia sebelumnya.

Foto ilustrasi, lukisan karya Tornike Tkemaladze yang berjudul The Arabian Warrior. Sumber: Saatchi Art

Meskipun kaum Muslim menikmati kedamaian dan keamanan di tanah Negus, namun pada dasarnya mereka ingin tetap berada di Makkah bersama dengan Rasulullah. Jadi ketika sebuah laporan mencapai Habsyi, menyatakan bahwa kondisi umat Islam di Makkah telah membaik, Mushab adalah salah satu di antara mereka yang pertama kembali ke Makkah.[1]

Namun, sesampainya di Makkah, ternyata laporan tersebut tidak tepat, kondisi Muslim di sana masih sama seperti sedia kala, yakni dipersekusi.[2] Rasulullah kemudian memerintahkan Mushab beserta beberapa sahabat lainnya untuk hijrah kedua kalinya, kembali ke Habsyi.[3]

Baik di Habsyi ataupun di Makkah, ujian dan penderitaan yang harus dilalui oleh Mushab setiap waktu kian meningkat. Namun pencarian jati diri Mushab telah selesai, dia telah memantapkan dirinya untuk mengikuti corak dan model kehidupan yang dicontohkan oleh nabinya, Muhammad SAW. Hidupnya tiada lain kini hanya dipersembahkan untuk penciptanya, Allah SWT.

Setelah sekian lama di Habsyi, Mushab akhirnya kembali lagi ke Makkah. Pada suatu hari dia muncul di hadapan beberapa Muslim yang sedang duduk di sekeliling Rasulullah. Demi memandang Mushab, mereka semua menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya tampak basah karena bersedih melihat keadaan Mushab.[4]

Tampak jelas Mushab telah mengalami masa-masa yang sulit,[5] dia kini mengenakan jubah usang yang penuh dengan tambalan. Padahal ingatan mereka tentang Mushab sebelumnya – yang tampan, hidup serba berkecukupan, mengenakan pakaian yang mahal dan indah – belum juga hilang.[6]

Bahkan Rasulullah sendiri, dulu ketika berbicara tentang Mushab pernah berkata, “Aku belum pernah melihat seorang pun di Makkah dengan rambut yang paling indah, pakaian yang paling bagus, dan menikmati kekayaan sebanyak Mushab bin Umair.”[7]

Adapun Rasulullah, melihat kondisi Mushab yang sekarang, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, kedua bibirnya tersenyum, seraya berkata, “Dahulu aku lihat Mushab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”[8]

Nabi kemudian melanjutkan, berkata, “Akan tiba saatnya ketika Allah akan memberi kalian (umat Muslim) kemenangan atas Persia dan Bizantium. Kalian akan memiliki satu pakaian (yang bagus) pada pagi hari dan satu lagi pada malam hari, dan kalian akan makan dari satu hidangan (yang lezat) pada pagi hari dan lainnya pada malam hari.”

Dengan kata lain, Nabi bernubuat bahwa umat Islam akan menjadi kaya dan berkuasa, dan bahwa mereka akan memiliki begitu banyak barang-barang yang berharga. Para sahabat yang duduk di sekelilingnya lalu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah kita berada dalam situasi yang lebih baik pada saat ini, atau apakah kita akan menjadi lebih baik pada saat itu?”

Nabi menjawab, “Kalian sekarang (dalam keadaan yang) lebih baik ketimbang bagaimana kalian menjadi nanti. Jika kalian mengetahui dunia sebagaimana yang aku tahu, kalian tentunya tidak akan terlalu peduli dengan itu (pencapaian duniawi).”

Pada kesempatan lain, Nabi juga pernah berbicara dengan nada yang sama kepada para sahabatnya dan bertanya bagaimana jadinya mereka jika mereka dapat memiliki satu setelan pakaian (yang baik) di pagi hari dan yang lain di malam hari, dan bahkan memiliki cukup bahan untuk meletakkan tirai di rumah mereka sebagaimana Kabah yang sepenuhnya tertutup.

Para sahabat kemudian menjawab bahwa mereka akan berada dalam situasi yang lebih baik karena memiliki rezeki yang cukup, dan dengan demikian memiliki kelapangan untuk beribadah. Namun Nabi mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya mereka lebih baik berada dalam keadaan seperti sekarang (serba kekurangan).[9] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] E-book by ISL Software, Biographies of the Companions (Sahaabah), hlm 153.

[2] Ibid.

[3] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 44.

[4] Ibid.

[5] Diriwayatkan oleh Muhammad Abdari dalam Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah: Vol 3, hlm 93, yang dikutip kembali dalam kitab karya Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Vol.1), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 312.

[6] Khalid Muhammad Khalid, Loc.Cit.

[7] Muhammad Abdari, Loc. Cit.

[8] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 44-45.

[9] Biographies of the Companions (Sahaabah), Op.Cit., hlm 154-155.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*