Gubernur Syam, Muawiyah bin Abu Sufyan, melakukan pawai keliling negeri sambil mengarak jubah Utsman yang bernoda darah sebagai bendera. Di sana dia membangun opini bahwa Ali lah penggerak pemberontakan terhadap Ustman dan kini dia menjadi pelindung bagi para pembunuh Utsman.
Belum juga pulih luka-luka umat Islam setelah terjadinya perseteruan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah RA, Talhah RA, dan al-Zubair RA, masih pada tahun yang sama Ali harus sudah menghadapi lagi persoalan yang lainnya, yang mana sebenarnya sudah berjalan beriringan pasca terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan RA, yakni tentang perilaku Muawiyah bin Abu Sufyan RA, Gubernur Syam (Suriah) pada masa itu.[1]
Ketika Ali pertama kali diangkat menjadi khalifah, hal yang pertama dia lakukan di antaranya adalah memecat para pejabat pemerintah yang diangkat oleh khalifah sebelumnya yang dia anggap tidak cakap. Di antara mereka yang diberhentikan di antaranya adalah Muawiyah.
Kemudian dikirimkannya lah para pejabat pengganti ke daerah-daerah yang dimaksud. Utsman bin Hunaif ke Basrah, Imarah bin Hisan ke Kufah, Abdullah bin Abbas ke Yaman, Qais bin Saad bin Ubadah ke Mesir, dan Suhail bin Hunaif ke Syam.
Para pejabat baru ini dengan aman dan tanpa halangan dapat menerima jabatan mereka, terkecuali Suhail bin Hunaif. Gubernur baru ini, begitu sampai di Tabuk (daerah perbatasan dengan Syam) telah disambut oleh pasukan besar yang dikirim oleh Muawiyah untuk menolaknya masuk ke Syam.
Suhail pun kembali lagi ke Madinah dan melaporkan peristiwa yang dialaminya kepada Ali. Mendengarnya Ali sama sekali tidak terkejut, sebab dia sudah tahu betul dengan sikap Muawiyah yang suka membangkang dari sejak masa khalifah-khalifah sebelumnya.
Ali kemudian menulis surat kepada Muawiyah, “Amma Badu, tentu engkau telah mendengar musibah yang menimpa Utsman, dan bahwa segenap Kaum Muslimin telah berhimpun di sampingku dan membaiatku sebagai khalifah. Oleh sebab itu masuklah dalam perdamaian, atau jika tidak, maka bersiap-siaplah….”
Ali mengutus utusannya untuk menyampaikan surat tersebut kepada Muawiyah. Sesampainya di Syam, Muawiyah berkata kepadanya, “Kembalilah engkau ke tempatmu semula, aku akan mengirimkan jawabanku melalui utusanku sendiri.”
Dan memang benar, dia mengirimkan utusannya, seseorang dari Bani Abs. Ketika Ali menerima dan membacanya, air mukanya berubah diliputi oleh keheranan, karena isinya hanya, “Dari Muawiyah bin Abu Sufyan kepada Ali bin Abi Thalib!”
Ali lalu berkata kepada utusan yang berada di hadapannya itu, berkata, “Hai utusan, dengarkan dan camkan apa yang aku katakan….!”
Namun utusan itu segera menyelanya, “Aku telah datang kemari dengan meninggalkan 50.000 prajurit. Janggut mereka basah kuyup oleh air mata di bawah jubah Utsman yang mereka angkat di atas tombak mereka. Mereka telah berjanji kepada Allah untuk tidak menyarungkan pedang mereka sebelum dapat membunuh orang-orang yang membunuh Utsman, atau nyawa mereka kembali kepada Allah.”
Pernyataan ini merupakan sebuah isyarat bahwa Muawiyah menolak kekhalifahan Ali. Dan rupa-rupanya di Syam dia telah melakukan pawai keliling negeri sambil mengarak jubah Utsman yang bernoda darah sebagai bendera. Di sana dia membangun opini kepada rakyat Syam bahwa Ali lah penggerak pemberontakan terhadap Ustman dan kini dia menjadi pelindung bagi para pembunuh Utsman. Muawiyah secara terang-terangan telah menantang Ali.[2]
Namun, untuk urusan Muawiyah ini, Ali menundanya, karena Aisyah, Talhah, dan al-Zubair telah melakukan pergerakkan mereka sendiri, dan kisahnya telah dibahas di dalam beberapa seri sebelumnya. Kini, setelah persoalan dengan Aisyah selesai, Ali menata pemerintahannya terlebih dahulu.
Khalifah keempat ini beserta keluarga dan pengikutnya pindah ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah, dan kemudian menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahannya yang sebelumnya berada di Madinah.[3]
Sementara Ali sibuk dengan urusannya, Muawiyah di Syam terus menggalang kekuatan dan memompa semangat rakyat di sana. Semua daerah di seluruh wilayah Islam telah memberikan baiatnya kepada Ali kecuali di Syam. Di wilayah ini sedang terjadi persiapan besar-besaran untuk melakukan gerakan perlawanan terhadap Ali, yang mau tak mau, pada akhirnya dia mesti menghadapinya.
Di Syam, Muawiyah terus menghasut rakyat agar mencaci maki dan mengutuk Ali. Sementara itu di Kufah, Ali dengan sekuat tenaga mencegah rakyatnya agar tidak mencaci maki Muawiyah dengan mengatakan, “Akan tetapi katakan saja, ‘Ya Allah peliharalah darah kami dan darah mereka, damaikanlah persengketaan kami dengan mereka.’.”[4] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Encyclopaedia Britannica, “Fitnah”, dari laman https://www.britannica.com/topic/fitnah, diakses 16 Maret 2020.
[2] Khalid Muhammad Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf (CV. Diponegoro: Bandung, 1984), hlm 520-524, 542.
[3] Ian Richard Netton (ed), Encyclopaedia of Islam: Al-Kufa (Routledge, 2008), hlm 358.
[4] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 547.