Arya Damar dan Era Penyebaran Islam di Nusantara (9)

in Islam Nusantara

Last updated on February 12th, 2019 01:46 pm

Sosok Arya Damar menjadi salah satu mata rantai emas yang tidak mungkin dilewatkan ketika mengisahkan narasi perkembangan Islam di abad 14-15 M. Karena selain dia memiliki ikatan genetik dengan Raja-raja Majapahit dan Raja-raja Islam sesudahnya, dia juga mewarisi ilmu keislaman langsung dari Sunan Ampel, dan besar kemungkinan yang menurunkan ilmu-ilmu tersebut kepada putra-putranya yang kelak menjadi tokoh terkemuka di Pulau Jawa.

 

 

Gambar Ilustrasi. Sumber: tirto.id

 

Sebagaimana sudah diulas pada edisi sebelumnya, Arya Damar hidup pada era transisi antara masa kejatuhan Majapahit dengan masa dimulainya perkembangan Islam secara masif di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Hanya saja, dari kronologi kisah mengenai sosok ini, belakangan muncul asumsi yang menyatakan bahwa besar kemungkinan bahwa sosok Arya Damar yang berkiprah di Majapahit dengan yang berkiprah di Palembang adalah dua orang yang berbeda.[1]

Arya Damar pertama, yang berkiprah di Majapahit, dikatakan hidup pada sekitar abad 12 M, atau sezaman dengan Gajah Mada. Dia dikisahkan turut membantu Patih Gajah Mada dalam menaklukkan Bali. Arya Damar inilah yang kemudian tercatat dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali, serta yang menurunkan raja-raja Bali.[2]

Adapun yang kedua, adalah Arya Damar yang lahir pada sekitar awal abad ke 13 M, yang merupakan putra dari Prabu Wikramawardhana. Sama dengan Arya Damar pertama, Arya Damar ini juga pernah menjalankan misi Majapahit di Bali, tapi bukan untuk sebuah penaklukan, melainkan untuk memadamkan pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahan Rani Suhita, penerus yang sekaligus putri Prabu Wikramawardhana. Pada masa ini pula lah Arya Damar ditugaskan ke Palembang untuk menjadi adipati di sana. Sebagaimana yang dikatakan Agus Sunyoto, besar kemungkinan perintah ini dikeluarkan karena alasan politis untuk menyingkirkan Arya Damar dari kerajaan.[3] Di Palembang, Arya Damar akhirnya mendirikan sebuah pemukiman di sebuah daerah yang kemudian diberi nama Pedamaran.

Dengan demikian, bila merujuk pada kronologi kiprahnya, sebenarnya sangat mudah memastikan bahwa sosok Arya Damar yang menaklukkan Bali dengan yang memadamkan pemberontakan di Bali dan kemudian ditugaskan ke Palembang adalah sosok yang memang berbeda. Akan tetapi disebabkan kesimpangsiuran informasi tentang identitas Arya Damar pertama dengan yang kedua di antara naskah satu dengan naskah lainnya, menyebabkan sosok penting dalam sejarah ini menjadi sulit diidentifikasi secara pasti.

Adapun dalam konteks kajian ini, sosok Arya Damar yang kita maksudkan ikut berkiprah dalam upaya menyebaran Islam di Nusantara, tidak lain adalah Arya Damar yang kedua. Sedang tentang Arya Damar yang pertama, agak sulit bagi kita memastikan tentang keislamannya.

Dalam hal kiprahnya sebagai seorang Muslim, Arya Damar dikatakan sempat bertemu dengan Sunan Ampel, dan masuk Islam di bawah bimbingan bapak para wali tersebut.[4] Di samping itu, Arya Damar juga disepakati sebagai sosok yang mendidik dan membesarkan kedua putranya, Raden Kusen dan Raden Fatah yang kemudian hari diangkat menjadi Sultan Demak oleh Walisongo pada tahun 1478 M;[5] serta sempat pula bertemu dengan Syaikh Siti Jenar sebelum menuju ke Persia.[6]

Memang ada sedikit kebingungan ketika mengkonfirmasi identitas Arya Damar dengan informasi dari kronik Tionghoa dari Klenteng Semarang. Dimana sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, Arya Damar yang dimaksud dalam historiografi nusantara tersebut tidak lain adalah Swan Liong dalam kronik Tionghoa dari Klenteng Semarang. Hal ini disebabkan adanya krologi yang sama antara kisah hidup Arya Damar dengan Swan Liong.[7] Tapi terlepas dari itu, baik Arya Damar maupun Swan Liong, memang memiliki peran yang sama besarnya baik dalam historiografi Nusantara maupun Tionghoa. Sosok ini menjadi salah satu mata rantai emas yang tidak mungkin dilewatkan ketika mengisahkan narasi perkembangan Islam di abad 14-15 M. Karena selain dia memiliki ikatan genetik dengan Raja-raja Majapahit dan Raja-raja Islam sesudahnya, dia juga mewarisi ilmu keislaman langsung dari Sunan Ampel, dan besar kemungkinan yang menurunkan ilmu-ilmu tersebut kepada putra-putranya yang kelak menjadi tokoh terkemuka di Pulau Jawa.

Tentang kapan tepatnyan periode pemerintahan Arya Damar di Palembang, sulit dipastikan. Berdasarkan waktu pertemuannya dengan Sunan Ampel, bisa diperkirakan periode pemerintahannya berlangsung di sekitar pertengahan hingga akhir abad ke 14 M. Adapun terkait dengan peran besarnya dalam menyebarkan Islam di wilayah Palembang, umumnya para sejarawan menyepakati bahwa peran Arya Damar amat besar dalam hal ini. Dan tidak hanya di Palembang, pengaruh ajaran Arya Damar juga nyatanya ikut andil dalam meluaskan pengaruh Islam di Pulai Jawa dan Nusantara pada masa selanjutnya.

Sebagaimana dikatakan oleh Agus Sunyoto, fakta sejarah terkait berkembangnya agama Islam di Palembang pada masa Arya Damar memerintah, tampak pada kemunculan Raden Patah dan Raden Kusen, putra yang sejak kecil diasuh secara Islam, dan kemudian keduanya pergi ke Jawa, berguru pada Sunan Ampel dan berhasil menjadi tokoh penyebar Islam pada era Walisongo. Putra Arya Damar hasil pernikahan dengan Nyai Sahilan, putri Rio Menak Usang Sekampung alias Syarif Husein Hidayatullah, yang dinamai Raden Sahun dengan gelar Pangeran Pandanarang yang menjadi Adipati Semarang, menurunkan penyebar Islam termasyhur di pedalaman Jawa: Sunan Tembayat.[8] (AL)

 

Bersambung..

Arya Damar dan Era Penyebaran Islam di Nusantara (10)

Sebelumnya:

Arya Damar dan Era Penyebaran Islam di Nusantara (8)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Ibid, Lihat juga, https://www.flickr.com/photos/sapteka/6509024985, diakses 11 Januari 2019

[2] Arya Damar adalah putera pejabat kerajaan Majapahit yang bernama Adwaya Brahman, sementara ibunya Dara Jingga, seorang putri Kerajaan Darmasraya. Diperkirakan Arya Damar lahir pada tahun 1294 M, merupakan keturunan dari Sri Muliwarman Raja di Sumatra. Atas jasanya menumpas para pepatih di wilayah situlembang, ia diangkat menjadi Adipati di daerah itu tahun 1308 M. lihat, Ibid

[3] Lihat, Agus Sunyoto, “Atlas Wali Songo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah”, Tanggerang Selatan, IIMaN, 2018, hal. 102-105

[4] Sebagaimana dikisahkan oleh Agus Sunyoto, bahwa kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke 15 M. Ketika itu Arya Damar sudah menjabat sebagai Adipati Palembang. Sebelum ke Jawa, Sunan Ampel singgah terlebih dahulu di Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam, Sunan Ampel sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar sekitar dua bulan. Dan dia berusaha mengajarkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun karena tidak berani menanggung resiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, dia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Setelah memeluk agama Islam, Arya Damar kemudian mengganti namanya menjadi Ario Abdillah.Lihat, Ibid, hal. 191-192

[5] Lihat, https://kanzunqalam.com/2015/09/09/misteri-panglima-arya-damar-bukanlah-adipati-arya-dillah/, diakses 11 Januari 2019.

[6] Lihat, Agus Sunyoto, “Suluk Abdul Jalil: Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar”, Yogyakarya, LkiS, 2011, hal. 117-144

[7] Prof. Dr. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta, LkiS, 2013, hal. 88-96

[8] Lihat, Agus Sunyoto, Op Cit, hal. 100

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*