“Untuk mencapai Visi 2030, kaum perempuan Saudi harus produktif. Oleh karena itu, mereka harus menjadi mitra sejajar dengan laki-laki sehingga bisa ikut serta secara aktif memajukan negara.”
–O–
Ada alasan kuat bagi kerajaan Arab Saudi untuk mengeluarkan izin bagi para perempuan untuk mengemudi dan mengunjungi stadion. Hal tersebut terkait erat dengan ambisi Arab Saudi mewujudkan Visi 2030. Visi 2030 adalah konsep ekonomi jangka Panjang Arab Saudi yang hendak menghilangkan ketergantungan Saudi terhadap penjualan minyak sebagai pendapatan utama negaranya. Basis ekonomi yang tadinya ditekankan ke sumber daya alam akan dialihkan ke sektor jasa.[1]
Agar Visi 2030 dapat terwujud, salah satu poin penting yang ditekankan adalah revolusi kultural. Pasalnya, pihak kerajaan sendiri menilai bahwa penduduk Arab Saudi untuk saat ini belum mampu untuk berkompetisi secara global.[2] Ikhwanul Kiram Mashuri, mengatakan ada dua persoalan yang menghambat terwujudnya Visi 2030. Pertama, berbagai aturan—bersumber pada fatwa para ulama Wahabi—yang membelenggu hak-hak dan kebebasan perempuan. Untuk mencapai Visi 2030, kaum perempuan Saudi harus produktif. Oleh karena itu, mereka harus menjadi mitra sejajar dengan laki-laki sehingga bisa ikut serta secara aktif memajukan negara.[3]
Kedua, adanya kelompok-kelompok ekstrem. Muhammad bin Salman (MBS), sang Putra Mahkota menegaskan, ekstremisme atau kelompok-kelompok ekstrem adalah musuh negara dan bangsa, musuh pembangunan, dan musuh modernisasi. Penegasan itu ia sampaikan saat memberikan sambutan pada peluncuran proyek raksasa di pesisir Laut Merah pada 26 Oktober 2017 yang betajuk NEOM.[4]
Terkait perempuan, memang baru dua aturan saja yang diubah (izin mengemudi dan datang ke stadion), namun bagi perempuan Saudi hal tersebut adalah sesuatu yang besar dan bersejarah. Tapi sesungguhnya MBS tidak melakukan itu saja, dia juga memangkas sepak terjang Mutawa (polisi Syariah Saudi). Kini, Mutawa dilarang lagi melakukan penangkapan, dan menurut kabar yang beredar, Arab Saudi akan membangun bioskop dan tempat-tempat hiburan lainnya yang sebelumnya dilarang.[5]
Selain itu, MBS juga menyatakan “perang” terhadap ulama garis keras Wahabi yang dianggap mengekang kehidupan sosial masyarakat Saudi dengan fatwa-fatwanya. MBS tidak bermain-main, sebelumnya aparat Arab Saudi dilaporkan telah menangkap lebih dari 20 imam dan kaum intelektual dalam suatu langkah keras membasmi pembangkangan. Imam terkemuka Salman al-Odah dan Awad al-Qarni termasuk di antara mereka yang dilaporkan ditahan sejak awal September 2017. Odah, yang dulunya dikenal akan pandangan keagamaannya yang ekstrem dan pernah dipenjara dari 1994-1999 karena mendorong perubahan politik, adalah seorang imam populer dengan 14 juta pengikut di Twitter.[6]
Dengan segala perubahan yang dramatis ini, MBS menjadi populer di kalangan anak muda Arab Saudi. Sebelumnya MBS sempat berkata, “kita hanya kembali pada apa yang kita ikuti – (yaitu) Islam moderat (yang) terbuka terhadap dunia dan semua agama. 70% orang Saudi lebih muda dari 30 tahun, sejujurnya kita tidak akan menyia-nyiakan 30 tahun kehidupan kita untuk melawan pemikiran ekstremis, kita akan menghancurkan mereka sekarang dan segera.”[7]
Bukan Dadakan
Perlawanan pihak kerajaan terhadap aturan-aturan yang dianggap membelenggu dan mendiskriminasikan perempuan sebenarnya bukan pertama kalinya. Raja Saudi sebelumnya, yaitu Raja Abdullah, juga pernah membuat perlawanan terhadap ulama dalam bentuk yang lebih lembut. Pada tanggal 11 April 2011, Raja Abdullah, dan putra mahkota, Salman bin Abdul Aziz, berfoto bersama perempuan-perempuan di Barat Daya kota Najran dengan jilbab yang lebih terbuka. Photo tersebut merupakan aksi simbolis perlawanan dari Raja terhadap para ulama.[8]
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh ulama pada waktu itu. Hal yang dilakukan oleh Raja Abdullah bersama Salman pada waktu itu merupakan hal yang tabu, perempuan dan laki-laki yang bukan suami atau mempunyai hubungan saudara (bukan muhrim) dilarang berkumpul bersama dalam bentuk apapun. Terhadap kejadian tersebut ulama hanya bisa menggerutu.[9]
Selain itu, transformasi sosial terhadap perempuan Saudi juga pernah dilakukan, misalnya, sejak tahun 2015 perempuan memiliki hak pilih; baik bagi laki-laki maupun perempuan, mereka wajib sekolah sampai usia 15 tahun, dan kebanyakan dari lulusan universitas, ternyata perempuan; 16% buruh di Arab Saudi adalah perempuan; dan perempuan bukan warga Arab Saudi boleh mengenakan pakaian selain abaya asalkan tetap sopan, dan apabila mereka bukan muslim, mereka diizinkan untuk tidak menggunakan jilbab.[10]
Bagi para perempuan dari manca negara yang ingin datang ke Arab Saudi, dilaporkan mesti menggunakan abaya dan jilbab selama mereka berada di bandara Arab Saudi, mereka boleh melepasnya apabila sudah keluar bandara. Namun kenyataannya, bagi perempuan-perempuan tamu kenegaraan mereka tidak diwajibkan menggunakan abaya mau pun jilbab walaupun mereka masih di dalam bandara.[11] (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] “I will return Saudi Arabia to moderate Islam, says crown prince”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2017/oct/24/i-will-return-saudi-arabia-moderate-islam-crown-prince, diakses 8 Februari 2012.
[2] Ibid.
[3] Ikhwanul Kiram Mashuri, “Saudi tak Lagi Mengekspor Wahabi?”, dari laman http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/17/11/06/oyyiz5440-saudi-tak-lagi-mengekspor-wahabi, diakses 10 Februari 2018.
[4] Ibid.
[5] “Saudi Arabia says religious police must be ‘gentle and humane’”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2016/apr/13/saudi-arabia-says-religious-police-must-be-gentle-and-humane, diakses 10 Februari 2018.
[6] “Arab Saudi Tangkapi Imam-imam yang Dianggap Membangkang”, dari laman http://internasional.kompas.com/read/2017/09/14/22115841/arab-saudi-tangkapi-imam-imam-yang-dianggap-membangkang, diakses 10 Februari 2018.
[7] “I will return Saudi Arabia to moderate Islam, says crown prince”, Ibid.
[8] Ian Black, “Saudi king’s photo brings women’s rights into focus”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2010/may/06/saudi-king-abdullah-women-photo, diakses 10 Februari 2018.
[9] Ibid.
[10] “What can women still not do in Saudi Arabia?”, dari laman http://www.bbc.com/news/world-middle-east-41412877, diakses 10 Februari 2018.
[11] Ibid.