Aturan bagi Perempuan Arab Saudi (2): Gerakan Perlawanan

in Lifestyle

Last updated on February 10th, 2018 05:07 am

“Masalah perempuan yang mengemudi adalah, tentu saja, bukan politik, bukan pula agama, tapi ini adalah masalah sosial.”

–O–

Seorang wanita Saudi, Aziza Yousef, mengendarai sebuah mobil di jalan raya di Riyadh sebagai bagian dari kampanye untuk menentang larangan mengemudi wanita di negara tersebut. Photo: Hasan Jamali / AP

Terdapat beberapa kejadian yang dianggap kontroversial oleh dunia internasional terkait sepak terjang Mutawa (Polisi Syariah Arab Saudi). Pada tahun 2002, Mutawa menghalang-halangi tim pemadam kebakaran untuk memasuki gedung sekolah perempuan ketika terjadi kebakaran dengan alasan para perempuan yang terjebak di sana tidak mengenakan jilbab dan abaya. Karena kejadian ini empat belas orang siswa perempuan meninggal di lokasi karena tidak sempat ditolong.[1]

Pada tahun 2013, Mutawa melakukan pengejaran terhadap dua bersaudara yang memutar musik dengan keras di mobilnya. Peristiwa pengejaran tersebut berakhir dengan tewasnya dua bersaudara tersebut karena mengalami kecelakaan mobil yang dipacu dengan kecepatan tinggi.[2]

Pada tahun 2016, Mutawa mengusir wanita di mal karena menggunakan cat kuku, kemudian memaksa mereka untuk memperlihatkan wajahnya, untuk melihat apakah mereka menggunakan make-up atau tidak, bagian tangan juga diperiksa, apakah mereka menggunakan penutup lengan atau tidak. Mutawa menjadi sosok yang menakutkan bagi warga Arab Saudi.[3]

 

Gerakan Perlawanan

Isu tentang aturan yang dianggap diskriminatif terhadap perempuan Arab Saudi bukan pertama kalinya muncul, dalam beberapa dekade ke belakang, tercatat ada beberapa kali perlawanan dari aktivis perempuan terhadap pemerintah Arab Saudi. Yang pertama kali terjadi pada November tahun 1990, sebanyak 47 perempuan Saudi mengendarai mobil di sekitar Riyadh sebagai protes terhadap aturan pemerintah. Mereka semua terkena hukuman, dan sejak itu gerakan perlawanan meredup.[4]

Hingga 16 tahun kemudian, pada suatu hari yang terik pada bulan Agustus 2006, Wajeha al-Huwaider, seorang perempuan Arab Saudi melepaskan abaya-nya, dan menggantinya dengan baju kemeja pink, celana merah muda, dan syal pink yang serasi. Dia kemudian naik taksi dengan tujuan pulang ke Arab Saudi dari Bahrain, di perbatasan dia keluar dari taksi sambil membawa poster besar bertuliskan, “Beri Kaum Perempuan Hak-Hak mereka”. Dari perbatasan dia melakukan aksi berjalan kaki sambil membawa poster menuju ke negaranya. Hanya dalam waktu 20 menit, dia sudah ditangkap dan diinterogasi oleh aparat Saudi. Seorang perwira intelijen kemudian menunjuk ke arah mulutnya dan berkata, “kendalikan ini, dan kita tidak akan bermasalah!”[5]

Dua tahun kemudian, Huwaider mengulang kembali “kegilaannya”. Pada saat Hari Perempuan Sedunia dia pergi ke daerah padang pasir Saudi dan, secara ilegal, menyetir. Kegiatannya tersebut direkam dalam sebuah video berdurasi tiga menit, dan kemudian dia mengunggahnya ke YouTube. Di dalam video tersebut dia berkata, “masalah perempuan yang mengemudi adalah, tentu saja, bukan politik, bukan pula agama, tapi ini adalah masalah sosial.” Video aslinya ditonton oleh hampir sebanyak 250.000 orang, sementara video dengan teks terjemahan bahasa Inggrisnya ditonton oleh hampir dua puluh ribu orang. Dan tentu saja, tindakannya tersebut membuat dia harus kembali berurusan dengan hukum. Berikut ini adalah videonya:

Setahun kemudian, Huwaider kembali melakukan “perlawanan”, seorang diri dia berangkat menuju Bahrain dan tanpa surat izin dari walinya. Sampai di perbatasan, dia tidak diizinkan melintas dan disuruh kembali pulang. “Saya lelah dipermalukan semata-mata karena saya perempuan. Jadi saya telah memutuskan untuk mencoba meninggalkan negara saya tanpa mengikuti peraturan. Saya telah mendorong wanita Saudi lainnya untuk melakukan hal yang sama, dan dalam beberapa minggu terakhir beberapa orang melakukannya,” kata Huwaider.[6]

Apa yang dilakukan Huwaider membuahkan hasil, di kemudian hari muncul perempuan-perempuan Saudi lainnya yang berani melakukan protes serupa. Misalnya saja Manal al-Sharif, pada tahun 2011 dia ditemani oleh Huwaider dan teman laki-lakinya yang bernama Ahmad membuat sebuah video. Ahmad berfungsi untuk mengelabui aparat Saudi di awal perjalanan agar mereka tidak ditangkap. Setelah cukup aman, barulah Sharif bertukar posisi dengan Ahmad.[7]

Manal al-Sharif: “Anda akan menemukan seorang perempuan dengan gelar PhD, dan dia tidak tahu bagaimana caranya menyetir. Kami ingin perubahan di negara ini.” Photo: Simon dan Schuster

Di dalam videonya, sambil menyetir Sharif berkata, “ada sesuatu yang bisa dibanggakan di negeri ini. Ada orang-orang yang melakukan pekerjaan sukarela tanpa dibayar untuk membantu perempuan di negara ini. Kami bodoh dan buta ketika berhubungan dengan mengemudi. Anda akan menemukan seorang perempuan dengan gelar PhD, dan dia tidak tahu bagaimana caranya menyetir. Kami ingin perubahan di negara ini.”[8] Simak video lengkapnya:

Apa yang para perempuan tersebut lakukan, baru membuahkan hasil di tahun 2017, dengan diizinkannya perempuan oleh kerajaan Saudi untuk mengendarai kendaraan dan mengunjungi stadion untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Arab Saudi.[9] Walaupun demikian, sesungguhnya masih banyak peraturan lainnya yang dianggap mendiskriminasikan perempuan dan masih berlaku hingga saat ini. (PH)

Bersambung ke:

Aturan bagi Perempuan Arab Saudi (3): Revolusi Kultural

Sebelumnya:

Aturan bagi Perempuan Arab Saudi (1): Antara HAM dan Syariah

Catatan Kaki:

[1] “Saudi Arabia says religious police must be ‘gentle and humane’”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2016/apr/13/saudi-arabia-says-religious-police-must-be-gentle-and-humane, diakses 8 Februari 2018.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Martin Chulov, “Saudi Arabia to allow women to obtain driving licences”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2017/sep/26/saudi-arabias-king-issues-order-allowing-women-to-drive, diakses 8 Februari 2018.

[5] Robin Wright, “Why Saudi Women Driving Is a Small Step Forward, Not a Great One”, dari laman https://www.newyorker.com/news/news-desk/why-saudi-women-driving-is-a-small-step-forward-not-a-great-one, diakses 9 Februari 2018.

[6] Wajeha Al-Huwaider, “Fighting for Women’s Rights in Saudi Arabia”, dari laman http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/08/14/AR2009081401598.html, diakses 9 Februari 2018.

[7] Manal al-Sharif, “‘I felt like one of my father’s songbirds, let out of its cage’: driving as a woman in Saudi Arabia”, dari laman https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2017/jun/12/i-felt-like-one-of-my-fathers-songbirds-let-out-of-its-cage-driving-as-a-woman-in-saudi-arabia, diakses 9 Februari 2018.

[8] Ibid.

[9] “Saudi Arabia allows women into stadium as it steps up reforms”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2017/sep/24/saudi-arabia-allows-women-into-stadium-as-it-steps-up-reforms, diakses 9 Februari 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*