Mozaik Peradaban Islam

Bayt Al-Hikmah (8): Hunayn bin Ishaq (2): Kembali ke Baghdad dan Mengguncang Dunia Kedokteran

in Monumental

Last updated on August 9th, 2021 02:40 pm

Setelah terusir dari Baghdad, Hunayn kembali ke kota itu dengan membawa ilmu dan kemampuan menerjemahkan yang berkualitas tinggi. Dokter senior di kota itu bahkan menyebutnya sebagai “Guru Kami”.

Salah satu halaman dari manuskrip karya Hunayn bin Ishaq yang menjelaskan tentang anatomi mata. Foto: Public Domain

Setelah mengembara ke beberapa tempat untuk menimba ilmu tentang kedokteran dan bahasa, Hunayn bin Ishaq kemudian kembali ke Baghdad pada tahun 826 M, waktu itu usianya baru 16 atau 17 tahun.

Dalam waktu belajar yang singkat untuk menimba ilmu selama sekitar dua tahun itu, ketika pulang dia sudah membawa beberapa karya terjemahannya ke dalam bahasa Arab. Dia ingin agar karyanya ini dipastikan sampai ke guru lamanya yang pernah mengusirnya dulu, Yuhanna bin Massawayh.

Singkat cerita, karya tersebut sampai ke Yuhanna dan dia begitu terkejut ketika membaca hasil terjemahan Hunayn. Yuhanna begitu terkagum-kagum atas kualitas terjemahan Hunayn yang begitu baik. Berita ini segera menyebar ke lingkungan para pegiat akademis di Baghdad, dan Hunayn menjadi begitu terkenal karenanya.

Berita tentang Hunayn sampai juga ke tokoh besar kedokteran lainnya pada waktu itu, dia adalah Jabril bin Bukhtishu (wafat 828 M). Sama seperti Hunayn, Jabril juga merupakan seorang penganut Kristen Nestorian.

Jabril pada waktu itu memiliki posisi yang tinggi di lingkungan istana kerajaan Abbasiyah, dia adalah dokter pribadi Khalifah al-Mamun. Sebelumnya, Jabril juga merupakan dokter pribadi khalifah terdahulu, Harun al-Rasyid.

Jabril sangat tertarik kepada Hunayn, dan setelah berhasil menemuinya Jabril bahkan menyebut Hunayn dengan, “Guru kami, Hunayn.”

Dan ketika Jabril mendengar ada orang yang mempermasalahkan gelar yang diberikannya kepada Hunayn ini, yaitu mereka memprotes semestinya gelar tersebut diberikan kepada dokter yang lebih hebat ketimbang kepada anak muda seperti Hunayn, Jabril akan mengatakan, “Tidak terlalu berlebihan bagiku untuk memuliakan pemuda ini, karena jika Tuhan memberinya usia panjang untuk hidup, dia akan mempermalukan Georgis dan penerjemah lainnya.”

Georgis yang dimaksud di sini tiada lain adalah Sergius al-Reshaina (wafat 536 M), dokter ternama yang pernah menerjemahkan karya Aelius Galenus (dokter Yunani, 129-210 M) ke dalam Bahasa Suriah.

Dugaan Jabril terbukti benar, karena kualitas karya terjemahannya Hunayn kemudian secara luas dicari-cari oleh para dokter, tokoh-tokoh besar, dan juga bahkan khalifah yang ingin menggunakan jasanya. Dengan segera nama Hunayn semakin berkibar sebagai penerjemah unggulan. [1]

Fasih berbahasa Suriah, Yunani, Arab, dan Persia, Hunayn bin Ishaq berpendapat bahwa seorang penerjemah yang efektif tidak hanya harus memiliki tingkat kefasihan bahasa yang mengesankan, tetapi juga pemahaman tentang idiom, nuansa, dan kemungkinan kesimpulan dalam setiap kata.

Dia percaya bahwa tugas penerjemah adalah untuk memahami dan menyampaikan arti dari sebuah karya asli melebihi jumlah bagian-bagian individualnya, dalam artian, teks asing tersebut tidak bisa diterjemahkan secara literal secara kata per kata.[2]

Jabril bin Bukhtishu kemudian memperkenalkan Hunayn kepada Bani Musa bersaudara, tokoh ilmuwan istana yang posisinya sejajar dengan tokoh-tokoh ilmuwan besar lainnya seperti al-Kindi dan al-Khawarizmi, Bapak Algoritma dan penemu aljabar.[3]

Hubungan Hunayn dan Yuhanna pun juga kembali membaik, kemungkinan atas campur tangan Jabril. Segera setelahnya Yuhanna mengundang Hunayn untuk menghadiri kembali kelasnya. Dari sana, hubungan kedua orang ini terus berkembang lebih jauh, konflik lama yang pernah terjadi di antara mereka dilupakan.

Pada waktu itu Yuhanna merupakan seorang dokter terkenal spesialis mata, dan Hunayn dapat dipastikan mengambil ilmu yang begitu banyak dari guru lamanya itu. Sebab, di kemudian hari Hunayn juga dikenal sebagai ahli Ophthalmology, cabang ilmu kedokteran yang khusus menangani pembedahan dan kelainan pada mata, dan menjadi pionir di bidang ini.

Hubungan guru dan murid ini kemudian menjadi semakin dekat. Yuhanna seringkali meminta bantuan Hunayn untuk menerjemahkan teks tentang obat-obatan. Demikianlah, karir Hunayn di Baghdad semakin bersinar dan kelak akan membawanya ke jenjang yang lebih tinggi lagi.[4] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Adnan K. Abdulla, Translation in the Arab World: The Abbasid Golden Age (New York: Routledge, 2021), Chapter 6.  

[2] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 52.

[3] Maman Lesmana, Hunayn bin Ishaq dan Sejarah Penerjemahan Ilmu Pengetahuan ke dalam Bahasa Arab (Susurgalur: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013), hlm 4.

[4] Adnan K. Abdulla, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*