Mozaik Peradaban Islam

Bayt Al-Hikmah (7): Hunayn bin Ishaq (1): Bapak Penerjemahan Bahasa Arab

in Monumental

Last updated on August 8th, 2021 03:05 pm

Bayt Al-Hikmah dikenal sebagai salah satu lembaga yang paling berjasa bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Namun uniknya, lembaga ini dikepalai Hunayn bin Ishaq, seorang Kristen Nestorian.

Salah satu halaman dari manuskrip karya Hunayn bin Ishaq. Sumber: Google/Unknown

Hunayn bin Ishaq al-Ibadi dikenal sebagai penerjemah paling produktif pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Sepanjang hidupnya, dia telah menerjemahkan 116 naskah ke dalam Bahasa Arab dan Suriah. Beberapa di antara naskah itu adalah Perjanjian Lama, Metafisika karya Aristoteles, hingga Timaeus karya Plato.

Karena jasa-jasanya yang begitu besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang memang begitu digandrungi pada masa Dinasti Abbasiyah, oleh para sarjana Arab akhirnya dia digelari sebagai “Syekh para Penerjemah”. [1] Pada puncaknya, Hunayn bahkan diberi jabatan sebagai kepala Bayt Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) oleh Khalifah al-Mamun.[2]

Menurut Abu Mashar al-Balkhi, seorang astrolog ternama pada masa Abbasiyah, di dalam kitabnya al-Mukhadharat dia menyebutkan bahwa penerjemah terbaik dalam masa Islam ada empat orang, mereka yaitu Hunayn bin Ishaq, Yaqub bin Ishaq al-Kindi, Tsabit bin Qurrah, dan Umar bin Farkhan at-Tabari.[3]

Meskipun Hunayn bekerja di bawah pemerintahan Muslim Abbasiyah, namun sesungguhnya dia sama sekali bukan Muslim. Hunayn adalah seorang Arab Kristen yang taat—lebih spesifik dia adalah penganut Kristen Nestorian. Para penganut Kristen aliran ini meyakini bahwa Yesus memiliki kodrat manusiawi dan ilahi yang berbeda (dan terpisah). Nestorianisme adalah cikal bakal dari apa yang sekarang disebut sebagai Kekristenan Timur.[4]

Kisah Hidup

Hunayn bin Ishaq dilahiran di Hira, sebuah kota antara Iran dan semenanjung Arab, yang dulu merupakan ibukota dari Kerajaan Lakhmid dan pusat kebudayaan Arab yang penting, yang tidak jauh dari kota Muslim Kufah, pada tahun 194 H atau 809/810 M.

Ayah Hunayn bin Ishaq adalah seorang ahli obat-obatan dari keluarga Kristen Nestorian, dengan julukan al-Ibadi. Keluarga ini adalah salah satu suku Arab yang tetap mempertahankan kekristenannya di bawah kekuasaan Islam.

Ketika bapaknya mengetahui bahwa anaknya mempunyai potensi, dia mengirimnya ke ibukota Abbasiyah untuk melanjutkan pendidikan dalam seni pengobatan. Di Baghdad, Hunayn bin Ishaq mendaftar di sekolah pertama khusus obat-obatan dalam Islam di bawah bimbingan dokter terkenal, Yuhanna bin Massawayh (wafat 243 H/857 M).[5]

Yuhanna bin Massawayh bukan hanya sekadar dokter biasa, dia juga adalah kepala Bayt Al-Hikmah yang waktu itu baru didirikan oleh Khalifah al-Mamun pada tahun 217 H/832 M. Al-Mamun kemudian secara langsung menunjuk Yuhanna sebagai kepala lembaga tersebut.[6]

Hunayn muda ketika berguru kepada Yuhanna, menurut cerita, terlalu  banyak bertanya dan berlaku kurang ajar, sehingga membuat gurunya tidak suka dan akhirnya mengusirnya.

Menurut Ibnu al-Ibri, Yuhanna muak dengan pertanyaan yang terus-menerus dari Hunayn bin Ishaq, “Apa yang akan dilakukan oleh orang-orang al-Hira dengan obat-obatan seperti ini? Pergi ke pasar dan menukarnya dengan uang?”

Ketika diusir, Hunayn meninggalkan Yuhanna sambil menangis. Namun Hunayn tidak putus asa, dia masih memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi orang besar dalam bidang pengetahuan dan seni pengobatan kuno.[7]

Oleh karena itu dia kemudian berangkat ke Yunani untuk melanjutkan studinya di bidang kedokteran sekaligus belajar Bahasa Latin dan Yunani. Dia ingin mempelajari bahasa tersebut di tempat asalnya. Dia kemudian membaca dan mempelajari naskah-naskah ilmiah Yunani dan ingin sekali menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab dan Suriah.[8]

Hunayn tinggal di Yunani selama dua tahun sampai dia memperoleh pengetahuan tentang bunyi bahasa Yunani dan paham tentang kritik teks seperti yang telah dikembangkan di Alexandria pada masa itu.

Menurut versi lain, Hunayn bukan hanya ke Yunani, tapi juga pergi ke beberapa kota tua Bizantium. Selama pengembaraan ini kemungkinan dia tinggal di satu kota tua Kerajaan Bizantium atau berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya yang masih tradisional untuk belajar bahasa Yunani.

Setelah pengembaraan ini, Hunayn kemudian bertolak ke Basrah dan menetap untuk beberapa waktu di sana. Di sana, Hunayn menghadiri sekolah populer al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi untuk menimba ilmu tentang Bahasa Arab.[9] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Wan Ulfa Nur Zuhra, “Hunayn ibn Ishaq, Syekh Para Penerjemah”, dari laman https://tirto.id/cpQD, diakses 7 Agustus 2021.

[2] Henry Corbin, History Of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul International, 1993), hlm 16.

[3] Maman Lesmana, Hunayn bin Ishaq dan Sejarah Penerjemahan Ilmu Pengetahuan ke dalam Bahasa Arab (Susurgalur: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013), hlm 3-4.

[4] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 51.

[5] Maman Lesmana, Op.Cit., hlm 4-5.

[6] Henry Corbin, Loc.Cit.

[7] Maman Lesmana, Loc.Cit.

[8] Wan Ulfa Nur Zuhra, Loc.Cit.

[9] Maman Lesmana, Op.Cit., hlm 4.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*