“Meski tidak menutup kemungkinan suatu saat, kesimpulan-kesimpulan sains bisa saja mendekati pembuktian yang tepat terhadap apa yang terjadi dengan peristiwa Ashāba Al-Kahfi. Tapi sejauh ini, kemampuan sains untuk menjelaskan peritiwa tersebut belum sejengkalpun memuaskan dahaga pengetahuan manusia.”
—Ο—
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam goa itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu” (QS. Al-Kahfi: 16)
Setelah mengerahkan segenap kemampuan dan daya upaya, akhirnya para pemuda tersebut memutuskan untuk meninggalkan kaumnya dan apa yang mereka sembah selain Allah. Satu hal yang patut dicatat di sini, bahwa para pemuda ini memilih pergi meninggalkan kaumnya, bukan karena alasan takut. Tapi karena sudah kehabisan cara untuk terus berjihad menyampaikan kebenaran. Kepergian mereka adalah untuk menjaga agar misi tetap berjalan. Karena sangat mungkin, mereka adalah satu-satunya kelompok yang ketika itu masih berkomitmen berpegang pada jalan yang lurus. Kemusnahan mereka, bisa berarti kemusnahan misi seluruhnya.
Inilah yang perlu digarisbawahi. Karena alasan yang sama, di kemudian hari alasan ini juga yang mendorong para Nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW, bersembunyi dan mencari perlindungan. Karena memang untuk menjaga agar misi tetap berjalan. Bahkan cukup banyak di antara mereka yang harus Allah SWT asingkan selama bertahun-tahun. Mereka disembunyikan dari padangan manusia hingga batas waktu yang tentukan. Hal ini dilakukan oleh Nabi Musa as, ketika meninggalkan Mesir menuju ke Madyan, Nabi Yusuf as, ketika di dalam sumur, dan Nabi Muhammad SAW ketika berhijrah. Bahkan dalam kasus yang lebih khusus, Allah SWT tidak sungkan untuk “mengangkat” hambanya, seperti yang dialami oleh Nabi Isa as, agar terhindar dari penganiayaan.
Jadi para Nabi, Wali Allah, dan orang-orang beriman, sesungguhnya tidak pernah takut akan apa yang menimpa diri mereka. Hanya mereka dituntut untuk menuntaskan misi yang diembannya hingga upaya terakhir/batas optimal. Adapun pilihan-pilihan strategis dan taktik yang mereka ambil kemudian, tidak lain sebagai upaya untuk menyelamatkan misi tersebut, bukan untuk menyelamatkan diri, apalagi takut pada ancaman. Dan Allah SWT memiliki banyak cara untuk membantu mereka.
Pada ayat selanjutnya, Allah SWT menceritakan secara rinci tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada mereka di dalam Goa selama ratusan tahun tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam goa itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al-Kahfi: 17)
Ayat inilah yang menjadi acuan para sejarawan dalam mengidentifikasi Goa yang dimaksud. M. Quraish Shihab, ketika menafsirkan ayat ini mendeskripsikan sebagai berikut: Ayat ini menyatakan: “Dan apabila engkau — siapa pun engkau — melihat gua itu, maka engkau akan melihat matahari ketika terbit, senantiasa condong dari gua mereka ke sebelah kanan sehingga melalui pintu gua itu cahaya matahari dapat masuk, dan bila matahari itu terbenam, maka ia, yakni cahayanya menjauhi mereka, yakni melewatinya ke sebelah kiri sehingga sinarnya yang panas tidak menyengat mereka. Dengan demikian mereka tidak. merasakan teriknya panas, tetapi dalam saat yang sama mereka selalu mendapat cahaya dan udara pun masuk keluar ke dalam gua. Betapa tidak demikian, sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalamnya, yakni dalam gua itu, sehingga mereka tidak terlalu dekat dari pintu gua.”[1]
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, para ilmuwan dan mufasir cukup banyak bersepakat bahwa goa yang dimaksud adalah Goa Rajib, yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari kota Amman, ibukota Kerajaan Jordania. Salah satunya, karena ciri-ciri goa paling mirip dengan deskripsi Al Quran.
Kemudian, salah satu pertanyaan yang umumnya menggelayuti pikiran banyak manusia, adalah bagaimana keadaan mereka di dalam Goa tersebut selama ratusan tahun? Di ayat selanjutnya, Allah SWT berfirman:
Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. (QS. Al-Kahfi: 18)
Terkait dengan fakta yang dijelaskan Al Quran, banyak pihak yang mencoba merasionalisasikan peristiwa yang dialami oleh Ashāba Al-Kahfi. Berbagai teori bermunculan, khususnya dari sains, yang mencoba menjelaskan bagaimana mereka dapat bertahan hidup dalam kondisi tertidur selama ratusan tahun. Padahal, dalam kondisi manusia bangun dan beraktifitas saja, hal tersebut tampak mustahil dilakukan. Mulai dari teori pertapaan, teori tentang hibernasi (tidur musim dingin), hingga teori pendinginan.
Ketiga teori tersebut pada prinsipnya mencoba menjelaskan bahwa pada kasus-kasus tertentu, baik hewan maupun manusia, memiliki kemampuan untuk menghemat energinya sedemikian rupa, sehingga bisa bertahan jauh lebih lama daripada kondisi mereka sedang beraktifitas. Seperti hewan-hewan yang mengalami tidur musim dingin, mereka bisa masuk dalam kondisi seperti mati, dengan sedikit sekali bernapas, sehingga cadangan makanan yang terdapat di dalam tubuh dapat dihemat hingga waktu sangat lama.[2]
Hal yang sama juga dialami oleh banyak pertapa yang mengubur dirinya di dalam tanah selama beberapa hari dengan sedikit sekali oksigen. Adapun teori pendinginan, memahami bahwa ketika didinginkan pada suhu tertentu, sel-sel dapat diawetkan. Kemudian pada saat suhu kembali normal, maka secara otomatis sel-sel tersebut kembali hidup. Sample yang mereka kemukakan adalah ikan yang terperangkap beku didalam es, yang ketika dikembalikan suhunya pada posisi normal, ikan tersebut bergerak, dan hidup kembali. Teori ini digadang-gadang sebagai jawaban bagaimana manusia bisa menempuh perjalanan ruang angkasan yang berjarak bertahun-tahun dari bumi.[3]
Tapi, bagaimanapun, kemampuan sains untuk menjelaskan peritiwa tersebut belum sejengkalpun memuaskan dahaga pengetahuan manusia. Meski tetap tidak menutup kemungkinan suatu saat, kesimpulan-kesimpulan sains bisa saja mendekati pembuktian yang tepat terhadap apa yang terjadi dengan peristiwa Ashāba Al-Kahfi. (AL)
Bersambung…
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (5)
Sebelumnya:
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (3)
Catatan kaki:
[1] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 8, Jakarta, Lentera Hati, 2005, hal.27
[2] Lihat, https://www.britannica.com/science/hibernation, diakses 29 Mei 2018
[3] Lihat, https://www.mirror.co.uk/news/world-news/russian-scientists-blast-dead-people-11086403, diakses 29 Mei 2018