“Terkait tentang jumlah para pemuda tersebut, berdasarkan isyarat Al-Quran Surat Al-Kahfi: 19-20 dan ayat 22, M. Quraish Shihab berpendapat, bahwa jumlah mereka adalah tujuh orang”
—Ο—
“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya“.(Ashāba Al-Kahfi 21)
Ayat di atas menjelaskan bagaimana pada akhirnya, para pemuda tersebut menjadi bukti di hadapan manusia, bahwa janji Allah itu benar dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ayat ini secara jelas menunjukkan tujuan dari keseluruhan kisah Ashāba Al-Kahfi. Bahwa hari kebangkitan itu pasti terjadi. Dan bukan satu hal yang sulit bagi Allah SWT membangkitkan manusia meski sudah jadi tulang-belulang. Bahkan Ashāba Al-Kahfi sendiri sudah disebutkan di awal kisahnya, bukan sebuah kisah yang mengherankan. Allah SWT berfirman:
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (QS. Al-Kahfi: 9)
Setelah mereka berdikusi di dalam Goa, utusan Ashāba Al-Kahfi kemudian keluar dari Goa. Ketika membeli makanan, masyarakat mendapatkan hal yang aneh pada mereka, yaitu uang perak yang mereka gunakan. Uang tersebut adalah mata uang kuno, yang saat itu sudah tidak laku di zaman tersebut. Menurut M. Quraish Shihab, dari sinilah kemudian kehebohan muncul. Mereka mulai berselisih tentang urusan mereka. Mulai dari bagaimana mereka bisa sampai ke dalam Goa? Bagaimana keadaan mereka di sana selama ratusan tahun? Dan juga mereka memperselisihkan tentang hari kebangkitan.[1]
Tak lama setelah Ashāba Al-Kahfi menjadi pembicaraan di tengah masyarakat, lalu Allah SWT mewafatkan mereka. Sehingga kisah mereka menjadi pembicaraan publik yang tak kunjung habis. Maka sebagai upaya untuk menjaga ingatan masyarakat atas mereka, para pembesar di zaman itu lalu memerintahkan untuk mendirikan tempat ibadah di atas goa mereka.
Dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman:
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya”, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya”. Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” (QS. Al-Kahfi 22)
Terkait tentang jumlah para pemuda tersebut, M. Quraish Shihab mencoba menerkanya dengan memahami isyarat Al-Quran Surat Al-Kahfi: 19-20.[2] Berikut ini menurut Quraish Shihab:
Seperti penulis isyaratkan dalam keterangan makna ayat di atas, ada tiga pihak yang mendiskusikan masa keberadaan mereka di dalam gua. Yang pertama berkata: “Sudah berapa lamakah kamu berada di sini?” Ini diucapkan seperti bunyi ayat di atas oleh “Salah seorang di antara mereka”, yakni hanya seorang. Selanjutnya ada yang menyanggah dengan berkata: ‘Kita telah berada selama sehari atau setengah hari. ” Yang mengucapkan kalimat ini dinyatakan oleh ayat di atas adalah mereka, yakni berbentuk jamak. Dan ini mengisyaratkan bahwa jumlah anggotanya tidak kurang dari tiga orang, karena demikianlah minimal bilangan jamak. Selanjutnya ada lagi yang berkata: “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada.” Ini juga dinyatakan dalam bentuk jamak. Dengan demikian dapat ditarik dari redaksi ayat di atas bahwa jumlah mereka tidak kurang dari tujuh orang. Seorang berkata sehari atau kurang, lalu seorang membantah dan bantahannya disetujui oleh dua orang, dan yang ketiga, yang menganjurkan agar menyerahkan kepada Allah juga demikian, sehingga jumlah keseluruhannya tujuh orang. Demikian kesan yang dikutip oleh sekian ulama dari suatu riwayat yang dinisbahkan kepada sahabat Nabi SAW., Ibn Abbas.[3]
Lebih lanjut, menurut M. Quraish Shihab, QS. Al-Kahfi 22 di atas juga memberikan isyarat yang sama.
Ini karena kalimat “tujuh dan yang kedelapan anjing mereka” dipisahkan dengan ucapan sebelumnya dengan kalimat terkaan menyangkut yang gaib; sedang kalimat ini tidak disertai dengan kata “terkaan”. Ini mengesankan bahwa mereka bukannya menerka-nerka, tetapi ucapan yang didasarkan pengetahuan yang mantap. Quraish Shihab melanjutkan, kesan ini diperkuat juga dengan tidak adanya kata “dan” ketika ayat di atas menyampaikan ucapan mereka yang berkata “tiga yang keempat anjing mereka”, demikian juga ketika menyatakan “empat yang kelima anjing mereka”, sedang ketika menyebut pendapat yang lain dinyatakan “tujuh dan yang kedelapan anjing mereka”. Di sini kata “dan” secara tegas dinyatakan. Huruf wauw/ dan oleh al-Biqa‘i, dan sebelumnya oleh pakar bahasa Arab dan tafsir, az-Zamakhsyari, dipahami di sini sebagai berfungsi menunjukkan betapa kukuh keterikatan antara sifat dan yang disifati dan bahwa hal sifat demikian mantap pada diri yang disifatinya, yakni bahwa para pengucap itu benar-benar mengucapkan ucapannya dengan pengetahuan yang mantap dan hati yang tenang, bukan perkiraan sebagaimana kedua ucapan sebelumnya. Demikian menurut M. Quraish Shihab.[4] (AL)
Bersambung…
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (8)
Sebelumnya:
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (6)
Catatan kaki:
[1] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 8, Jakarta, Lentera Hati, 2005, hal. 36
[2] “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya“.(QS. Al-Kahfi: 19-20)
[3] Lihat, M. Quraish Shihab, Op Cit, hal. 34
[4] Ibid. hal. 40