Al-Muktasim memilih komandan korps pasukan budak dari Turki dari kalangan mereka sendiri, diantaranya: Ashinas, Bugha, dan Al-Afshin. Ketiga budak tersebut tidak pernah menyangka, bahwa sebentar lagi, nama-nama mereka akan tercatat di panggung sejarah Islam.
Mungkin pada awalnya, sejumlah keputusan politik yang dipilih Al-Muktasim didorong oleh kebutuhan strategis untuk merebut dan mempertahankan kekuasaannya. Tapi siapa sangka, sejumlah keputusan yang diambilnya tersebut, ternyata menjadi titik awal berubahnya sejarah Dinasti Abbasiyah. Dan pada skala yang lebih luas, mengubah jalannya sejarah Islam.
Sebagaimana sudah diulas sebelumnya. karena kepercayaannya yang besar pada pasukan budak yang dibangunnya, Al-Muktasim membuat korps dalam ketentaraan yang khusus berisi pasukan kepercayaannya tersebut. Pasukan ini oleh para sejarawan secara umum disebut sebagai budak-budak Turki (Turkish slaves).[1] Adapun dalam bahasa Arab, mereka lebih dikenal sebagai Mamluk (jamak: mamalik) yang artinya budak.
Istilah Turki disini merujuk pada salah satu rumpun bahasa Altai yaitu bahasa Turkic. Saat ini bahasa Turkic dituturkan oleh lebih 500 juta orang yang populasinya merentang dari ujung timur Siberia, hingga negara Turki sekarang (lihat gambar).[2]
Adapun yang dimaksud dengan budak-budak Turki, adalah masyarakat yang dulunya menduduki wilayah Kekaisaran Turk Barat (Khagan Turk) yang kekuasaannya membentang dari padang rumput Pontic hingga ke Asia Tengah. Dimana saat ini wilayah tersebut mencakup Turki, Azerbaijan, Kazakh, Kirgistan, Uighur, Uzbekistan, dan Tatar. Selain itu, di sebelah utara Kaukasus dan Laut Kaspia, kekuatan besar mereka adalah Kekaisaran Khazar (Khagan Khazar), yang berdiri sekitar tahun 625-965 M.[3]
Ketika Dinasti Abbasiyah berdiri dan mulai melakukan ekspansi ke Timur, Kekaisaran Turk Barat (Khagan Turk) sedang terpecah belah. Sehingga satu per satu wilayah tersebut mudah di taklukkan oleh pasukan Abbasiyah. Adapun Kekaisaran Khazar (Khagan Khazar) di utara, pada 184 H/803 M, mereka sempat melakukan agresi ke Armenia yang merupakan wilayah kekuasaan Abbasiyah. Ketika itu Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh Harun Al-Rasyid. Meski pada akhirnya mereka berhasil dipukul balik oleh armada perang Abbasiyah, tapi luka yang mereka torehkan dalam sejarah Islam dinilai cukup signifikan.[4]
Setelah berhasil dikalahkan, orang-orang Turki tersebut banyak yang dijadikan budak oleh kaum Abbasiyah. Meski begitu pada dasarnya mereka adalah prajurit yang cekatan dan penunggang kuda yang ulung.[5] Sejak awal, Al-Muktasim sudah kagum pada kemampuan mereka tersebut. Ini sebabnya dia menggunakan jasa mereka. Adapun bagi budak-budak Turki itu sendiri, menjadi tentara Abbasiyah memberi keuntungan tersendiri. Sebab bila tidak, mereka akan dikenai pajak tinggi, [6] dan diperlakukan layaknya “budak sungguhan”.[7]
Maka demikianlah terjadinya hubungan saling menguntungkan antara Al-Muktasim dengan budak-budak dari Turki tersebut. Dan ketika Al-Muktasim menjadi khalifah ke delapan Dinasti Abbasiyah, dia memberi tempat khusus pada pasukan dari Turki tersebut. Mereka dibuatkan satu korp khusus di antara divisi ketentaraan yang sudah ada.
Adapun dikarenakan budak-budak Turki tersebut berasal dari sejumlah wilayah, maka Al-Muktasim membagi korps ketentaraan yang baru itu ke dalam beberapa divisi lagi – disesuaikan dengan latar belakang dan asal-usul mereka. Terdapat setidaknya tiga divisi yang paling besar, yaitu Samarkand, Ashrosna,[8] dan yang terbesar adalah Farghana (berasal dari Transoxiana).[9]
Sedangkan untuk memudahkan koordinasi di antara mereka – sekaligus guna menjamin kesetiaan mereka – Al-Muktasim menunjuk pemimpin setiap divisi dari kalangan mereka sendiri. Mereka adalah Ashinas, Bugha, dan Al-Afshin. Ketiga budak tersebut tidak pernah menyangka, bahwa sebentar lagi, nama-nama mereka akan tercatat di panggung sejarah Islam. (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan
kaki:
[1] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. xv
[2] Lihat, The Altaic Family Controversy, https://www.languagesoftheworld.info/language-families/altaic-family-controversy.html, diakses 25 Juli 2019
[3] Uraian lebih jauh mengenai dinamika yang terjadi antara mereka dengan dunia Islam, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/bangsa-mongol-dan-dunia-islam-47-khalifah-vs-penggembala/
[4] Agresi kaum Kazhar ini merupakan salah satu peristiwa paling menyakitkan dalam sejarah awal Islam. Sebab inilah untuk pertama kalinya wilayah kaum Muslimin berhasil diduduki, dan dikuasai selama lebih dari 70 hari. Selama waktu tersebut, masyarakat Armenia disiksa, diperkosa dan dibunuh. Lebih dari 100.000 kaum Muslimin terbunuh. Imam As-Suyuthi mengatakan, peristiwa ini telah menorehkan luka sejarah yang dalam, karena peristiwa semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Uraian lebih jauh mengeni peristiwa ini bisa membaca kembali edisi Dinasti Abbasiyah (36) dengan mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-36-harun-al-rasyid-7/
[5] Uraian lebih jauh tentang kemampuan berperang dan berstrategi orang-orang Turki tersebut, bisa merujuk pada kemampuan orang-orang Mongol ketika pertama kali mereka membangun kekuatannya. Untuk membaca lebih dalam mengenai sejarah Mongol dan Dunia Islam, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/bangsa-mongol-dan-dunia-islam-1-temujin-1/
[6] Pada waktu-waktu sebelumnya, ketetapan membayat pajak ini sempat menjadi masalah sendiri bagi orang-orang Turki yang ditaklukkan tersebut. Berkali-kali mereka sudah berusaha memberontak, tapi hasilnya nihil. Maka ketika ditawarkan menjadi tentara oleh Al-Muktasim, banyak dari mereka langsung menyetujui. Lihat, Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 443
[7] Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, Bani Abbas banyak memiliki divisi budak yang berasal dari berbagai etnis, seperti Turki, Kurdi, India, China dan Afrika (Zanj). Mereka diperkerjakan sebagai tentara, selir, kasim, hingga pekerja kasar. Para peneliti modern menilai bahwa perbedaan bidang pekerjaan para budak tersebut, melahirkan divisi perbudakan dan stratifikasi sosial. Uraian lebih jauh mengenai perbudakan pada masa Dinasti Abbasiyah, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/pemberontakan-zanj-4-titik-balik-sejarah-abbasiyah-1/
[8] Berasal dari wilayah Turkistan yang sekarang mencakup negara Turkmenistan, Tajikistan, kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgystan, dan sebagian Xinjiang (China).
[9] Lihat, Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, Op Cit