Dinasti Abbasiyah (84): Abu Ishaq Al-Muktasim (15)

in Sejarah

Last updated on August 29th, 2019 07:14 am

Di tengah kecamuk perang yang sedang berlangsung, seorang bernama Amr al-Farghani membocorkan rahasia pada temannya, bahwa saat ini “Persiapan yang dilakukan oleh Al-Abbas bin Al-Makmun sudah selesai, dan segera kita akan menyatakan kesetiaan kita padanya dan membunuh Al-Muktasim, Ashnas, dan yang lainnya.”

Gambar ilustrasi. Sumber: about-history.com

Di Kota Ancyra (Anqirah), Al-Muktasim kembali membagi pasukannya menjadi tiga kelompok. Yang pertama dipimpin oleh Al-Afshin berada di sayap kanan; kedua, dipimpin oleh Ashinas berada di sayap kiri; dan ketiga adalah inti pasukan, berada di tengah, yang dipimpin oleh Al-Muktasim sendiri. Dia menebar ketiga kontingen tersebut. Jarak antara satu kontingen dengan kontingen yang lain adalah dua farsakh atau sekitar 11 Km, [1] dan bergerak serentak pada satu hari yang sama.[2]

Al-Muktasim kemudian memerintahkan agar setiap kontingen pasukan membakar setiap desa atau pemukiman yang mereka lewati serta menawan penduduknya. Ini harus dilakukan di sepajang jalan menuju Ammuriyya.

Tak ayal, kepanikan pun terjadi di tengah masyarakat Romawi. Dalam waktu cepat, kepanikan tersebut meneror masyarakat Ammuriyya. Taktik ini, membuat tentara Bizantium kebingungan. Untuk tidak mengambil resiko, gubernur Ammuriyya memerintahkan pasukannya agar tetap diam di dalam benteng, dan tidak mencoba menyongsong pasukan musuh di luar benteng. [3]

Di sisi lain, karena jarak antara satu pasukan Abbasiyah dengan yang lain terpaut cukup jauh, maka masing-masing melalui rute yang berbeda, sehingga tiba pada waktu yang berbeda pula di Ammuriyya.

Setelah perjalanan beberapa hari, kontingen yang dipimpin oleh Ashinas datang terlebih dahulu. Mereka langsung mengambil formasi mengepung dan membuat kemah sekitar 3 Km dari dinding kota. Sehari kemudian menyusul rombongan Al-Muktasim, dan pada hari ketiga, tibalah kontingen Al-Afhsin. [4]

Setelah semua pasukan berkumpul, Al-Muktasim kembali memanggil semua jenderalnya untuk mengatur strategi pengepungan. Dia memerintahkan agar semua pasukannya mengitari seluruh sisi benteng dan membekali mereka dengan masing-masing, dua hingga dua puluh menara pengepung.[5] Seketika, kota Ammuriyya pun terkunci.

Pada tanggal 6 Ramadhan 223 H, serangan ke Ammuriyya dimulai. Benar kata legenda, benteng ini cukup sulit ditembus. Berbagai upaya dilakukan, tapi tak juga menuai hasil.[6] Hingga akhirnya Al-Muktasim diuntungkan oleh keadaan.

Di kisahkan oleh Tabari, bahwa sebelum kedatangan Al-Muktasim sebenarnya salah satu sisi benteng ada yang jebol akibat bencana alam. Kaisar Theophilus sedah jauh hari memerintahkan gubernur Ammuriyya agar memperbaiki kerusakan tersebut. Tapi hal itu tidak dilakukan oleh gubernur. Hingga akhirnya tersiar kabar bahwa pasukan Abbasiyah mulai mendekat, barulah sang gubernur memerintahkan anak buahnya agar memperbaiki benteng tersebut. Tapi disebabkan waktunya tidak memadai, maka pekerja hanya menutup celah tersebut dengan bahan-bahan seadanya.[7]

Lalu pada satu waktu, seorang muslim yang menyembunyikan keimanannya di dalam benteng, berhasil menyelinap keluar dan mendatangi Al-Muktasim. Dia menceritakan tentang posisi lobang tersebut. Sejak itu, situasi perang mulai berubah. Al-Muktasim memerintahkan pasukannya, agar fokus menyerang lobang yang disebut orang tadi. [8]

Melihat pasukan Abbasiyah tahu mengenai cacat di bentengnya, gubernur Ammauriyya langsung menkonsentrasikan pasukannya untuk menjaga sisi tersebut. Sehingga terjadi pertempuran yang sengit antara kedua belah pihak.

Al-Muktasim mengatur ritme serangan pasukannya. Secara bergantian, dia memerintahkan Al-Afshin dan Ashinas untuk meruntuhkan benteng tersebut. Pada hari pertama, Ashinas yang maju dengan pasukannya. Kemudian pada hari berikutnya berganti Al-Afshin. Secara kebetulan, serangan Al-Afshin lebih progresif, sehingga terlihat dia dan pasukannya lebih unggul dari Ashinas.

Pada malamnya, setelah Al-Afshin berhasil membuat kemajuan yang lebih berarti, Al-Muktasim menkonsolodasikan lagi kekuatannya. Dia bertanya kepada para komandannya, “bagaimana situasi perang hari ini?” kemudian dari kelompok Abna[9] ada yang menjawab, “lebih baik dari kemarin,” yaitu ketika Ashinas dan pasukannya melakukan penyerangan. Mendengar ini, Ashinas tersinggung. Meski begitu dia masih bisa menahan diri.[10] Secara kebetulan mereka yang berkata tadi adalah anak buah Ashinas dalam pertempuran kemarin. Itu salah satu yang membuat Ashinas marah dengan kata-kata mereka.

Tapi setelah pertemuan dibubarkan oleh Al-Muktasim, Ashina berkata pada mereka yang menjawab tadi, “Wahai anak haram, bagaimana kamu bisa mendahului saya? Bukankah lebih baik kalian bertarung kemarin daripada berdiam diri bersama khalifah? Sekarang kalian katakan bahwa petempuran hari ini lebih baik daripada kemarin, seakan yang bertarung kemarin itu bukan kalian. Sekarang pergilah kalian!”[11]

Kata-kata pedas Ashinas tersebut, ternyata melukai hati mereka. Setelah Ashinas berlalu, salah satu dari mereka berkata pada yang lain, “Apakah kalian tidak lihat apa yang dilakukan oleh budak itu pada kita hari ini? bukankah lebih mudah berjalan ke Bizantium daripada harus menanggung apa yang telah kita dengar hari ini?” Kemudian tanpa sengaja salah satu dari mereka bernama Amr al-Farghani menjawab, “O Abu Al-Abbas, Tuhan akan membebaskan beban mu dalam waktu dekat. jadi bergembiralah!”[12]

Mendengar jawaban yang ganjil ini, salah satu dari mereka bernama Ahmad bin Khalil, curiga bahwa Amr menyembunyikan rahasia besar. Dia langsung mencecar Amr dengan pertanyaan. Hingga akhirnya Amr menjawab, “Persiapan yang dilakukan oleh Al-Abbas bin Al-Makmun sudah selesai, dan segera kita akan menyatakan kesetiaan kita padanya dan membunuh Al-Muktasim, Ashnas, dan yang lainnya.” Kemudian Amr berkata pada Ahmad, “saya sarankan kamu untuk segerak ke Al-Abbas dan menyatakan diri sebagai pengikutnya.”[13] (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] 1 farsakh = 5541 Meter

[2] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 107

[3] Ibid

[4] Ibid, hal. 108

[5] Ibid

[6] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 448

[7] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Op Cit

[8] Ibid

[9] Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, di pihak Abbasiyah sendiri, terdapat setidaknya dua divisi besar pasukan yang dibawa Al-Muktasim, yaitu pasukan budak dari Turki, (Turki, Farghana, dan Magribah), dan juga Abna, yang dulunya merupakan pasukan inti Abbasiyah dan dipimpin langsung oleh Abbas bin Al-Makmun.

[10] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Op Cit, hal. 112

[11] Ibid

[12] Ibid

[13] Ibid, hal. 113

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*