Dinasti Umayyah (16): Sulaiman bin Abdul Malik Memecat Para Gubernur Al Walid

in Sejarah

Last updated on March 14th, 2018 06:39 am

Ketika Sulaiman bin Abdul Malik menjadi Khalifah menggantikan Al Walid, angin politik tiba-tiba berbalik. Mereka yang sebelumnya sangat mendukung keinginan Al Walid untuk menggeser Sulaiman dari posisi sebagai putra mahkota berada dalam ketidakpastian akan nasib mereka.

—Ο—

 

Namanya Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan. Ia naik menjadi khalifah menggantikan kakaknya, Al Walid bin Abdul Malik pada tahun 96 H. Usianya hanya terpaut empat tahun dengan Al Walid. Masa jabatannya hanya dua tahun. Tapi cukup banyak perubahan yang dilakukannya. Khususnya dalam masalah politik.[1]

Sebagaimana sudah diceritakan pada edisi sebelumnya, kenaikan Sulaiman ke kursi Khalifah tidak dikehendaki oleh Al Walid. Karena Al Walid ingin anaknya yang menggantikannya. Namun Sulaiman adalah kebalikan dari Al Walid. Ia adalah seorang yang cerdik, ahli strategi dan juga fasih berpidato. Semua rencana Al Walid dan pendukungnya kandas untuk menjegal langkah Sulaiman ke tampuk Khalifah. Maka sudah bisa ditebak hal-hal apa saja yang dilakukan Sulaiman ketika pertama kali menjabat sebagai Khalifah.

Sulaiman segera mengganti hampir semua posisi gubernur yang sebelumnya ditempati oleh orang-orang yang setia pada Al Walid. Para gubernur ini adalah orang-orang yang sudah berjasa besar dalam memantapkan pondasi kekuasaan Dinasti Umayyah, diantaranya Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim yang memenangkan banyak wilayah di sebelah Timur, serta Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad, yang sudah menaklukkan kawasan barat hingga daratan Eropa. Semua orang ini jabatannya dicopot pada masa pemerintahan Sulaiman. Mereka adalah orang-orang yang menyambut dengan suka cita rencana Al Walid untuk mewariskan tahtanya kepada Abdul Aziz bin Al Walid, putra pertama Al Walid. Tapi begitu rencana itu gagal, angin politik tiba-tiba berbalik. Mereka semua berada dalam ketidakpastian akan nasib mereka.

Tapi sebaliknya, Umar bin Abdul Aziz yang pada masa Al Walid dipecat atas usulan dari Hajjaj bin Yusuf, justru dijadikan sebagai tangan kanan Sulaiman selama masa pemerintahnnya. Adapun ‘Uthman bin Hayyan dan Khalid bin ‘Abdullah yang menggantikan Umar bin Abdul Aziz sebagai gubernur di Madinah dan Mekkah, dicopot jabatannya. Salah satu yang juga mengagetkan adalah pencopotan posisi Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad ditempatkan di wilayah barat. Musa bin Nushair, penakluk Spanyol dan Portugal, tiba di Damaskus tiga hari sebelum Walid bin Abdul Malik wafat. Tanpa alasan yang bisa diterima, Musa bin Nushair diberhentikan dan dibuang ke Madinah. Dua tahun kemudian, tokoh ini wafat.

Di kawasan Afrika Utara hingga ke Spanyol, Musa bin Nushair sudah seperti mendirikan dinasti. Ia menempatkan anak dan keluarganya untuk menduduki wilayah-wilayah koloni di kawasan ini. Ketika Sulaiman naik tahta, putra Musa bin Nushair, Abdul Malik bin Musa yang menjabat gubernur wilayah Afrika di Kairawan juga diberhentikan. Sebagai penggantinya diangkatlah Muhammad bin Yazid. Sedangkan Abdul Azis bin Musa, putra Musa bin Nushair yang menjabat gubernur di wilayah Andalusia yang berkedudukan di Toledo, dikudeta oleh pasukannya sendiri dan gugur dalam sebuah peperangan. Sebagai penggantinya, Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Abdurrahman Ats-Tsaqafi.[2]

Di kawasan Timur juga tak luput dari rencana restrukturisasi yang dicanangkan Sulaiman. Beruntung Hajjaj bin Yusuf, ia meninggal beberapa bulan sebelum Sulaiman naik Tahta. Tapi Qutaibah bin Muslim yang ketika itu sedang menjabat gubernur Khurasan menjadi salah tingkah. Ia khawatir Sulaiman akan mengganti posisinya dengan Yazid bin Muhallab. Kekhawatirannya ini disebabkan ia dan Hajjaj bin Yusuf adalah dua aktor penting yang berusaha menggeser posisi Sulaiman dari posisi sebagai putra mahkota. Ketika Al Walid meminta pendapat gubernurnya tentang rencananya menggangkat Abdul Aziz bin Al Walid untuk menjadi khalifah setelahnya, Qutaibah dan Hajjaj lah yang paling bersemangat mendukung rencana tersebut.

Menurut Tabari, untuk meyakinkan anggapannya, Qutaibah lalu mengirim tiga pucuk surat kepada Sulaiman. Surat pertama yang intinya mengucapkan selamat kepada Sulaiman atas terpilihnya sebagai khalifah. Ia mengurai bagaimana prestasinya dan kesetiaannya pada dinasti Umayyah selama masa pemerintahan Al Walid. Dan ia menjanjikan akan memberikan kesetiaan yang serupa apabila Sulaiman tetap mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur di Khurasan.[3] Kemudian ia menulis lagi surat kedua yang isinya membeberkan betapa ia adalah sosok yang tangguh dan mengingatkan tentang keganasannya terhadap musuh. Dalam surat kedua ini juga ia memberikan ancaman kepada Sulaiman, bahwa bila Yazid bin Muhallab diangkat menjaadi gubernur menggantikannya, dia akan melepaskan kesetiaannya pada Sulaiman. Dan terakhir ia menulis surat ketiga yang isinya penjelasan tetang apabila ia meninggalkan kesetiaan kepada Sulaiman.

Qutaibah lalu menitipkan tiga pucuk surat tersebut kepada seseorang dari suku Bahilah. Ia berpesan pada kurir tersebut, “Berikan surat pertama kepada khalifah, jika Yazid bin Al- Muhallab hadir dan khalifah membacanya lalu menyerahkannya pada Yazid, berikan dia surat kedua. Jika khalifah membacanya dan memberikannya ke Yazid, berikan dia huruf ketiga. Tapi kalau khalifah membaca surat pertama dan tidak memberikannya pada Yazid, simpanlah dua lainnya.[4]

Dan tibalah utusan ke Qutaibah ke hadapan Sulaiman. Ia menyerahkan surat pertama, setelah membacanya lalu khalifah memberikan surat tersebut pada Yazid bin Muhallab. Lalu utusan tersebut memberikan surat kedua. Dan lagi, khalifah memberikan surat tersebut pada Yazid. Akhirnya utusan tersebut memberikan surat ketiga, dan wajah Sulaiman langsung berubah total ketika membacanya. Ia lalu memerintahkan untuk menyegel surat-surat tersebut seperti sedia kala, kemudian menyimpannya.

Menurut Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin Al Muthanna yang diriwayatkan oleh Tabari, surat ketiga itu berisi pernyataan sebagai berikut; “Jika anda tidak mengkonfirmasi saya dalam posisi saya sekarang (sebagai gubernur Khurasan) dan jika anda tidak memberi saya perintah untuk melakukan tindakan yang aman, saya akan mencampakan kesetiaan saya kepada anda secepat saya melepaskan sebuah sepatu, dan saya akan mengisi bumi di sekitar anda dengan pasukan kuda dan pasukan infantry.” Setelah membaca surat ketiga, Sulaiman tidak bereaksi apapun pada isi surat tersebut. Ia hanya diam, tanpa berkomentar dan memerintahkan anak buahnya untuk melayani utusan Qutaibah dengan baik.[5]

Di Khurasan, Qutaibah menjadi hilang akal sehatnya. Ia tidak kuat dihantui oleh prasangkanya sendiri. Ia menggalang kekuatannya dan berencana melancarkan pemberontakan pada Sulaiman. Namun prajuritnya menolak, sebab alasan untuk melakukan hal yang berbahaya seperti itu tidak cukup kuat. Semua hanya karena ketakutan dalam pikiran Qutaibah sendiri. Mendapat penolakan dari anak buahnya, Qutaibah naik pitam. Ia mencaci maki mereka, dan ini melahirkan benih pemberontakan terhadap Qutaibah. Lambat laun benih pemberontakan semakin nyata, anak buah Qutaibah mulai mencampakkan kesetiaannya.

Di Damaskus, setelah merenungi beberapa hari, Sulaiman mendatangai utusan Qutaibah. Ia memberikan imbalan berupa uang yang banyak kepada utusan tersebut, dan menitipkan juga pada utusan tersebut surat pengangkatan Qutaibah untuk tetap memimpin di kawasan Khurasan. Maka kembalilah utusan tersebut dengan membawa surat pengangkatan untuk Qutaibah. Tapi setibanya ia di daerah yang bernama Hulwan, ia mendengar orang-orang berkata bahwa Qutaibah sudah mencampakkan kesetiaanya pada khalifah dan memprovokasi pasukannya untuk memberontak. Mendengar ini, utusan tersebut segera mempercepat langkahnya. Tapi apa mau dikata, di tengah jalan ia mendengar kabar duka tentang terbunuhnya Qutaibah di tangan pasukannya sendiri.

Posisinya sebagai gubernur Khurasan digantikan oleh Wakki At-Tamimi, pemimpinan pasukan yang memberontak pada Qutaibah. Setelah berhasil mengalahkan Qutaibah dan membunuhnya, Wakki mengirimkan kepalanya kepada Sulaiman. Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah diisi lagi. Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur wilayah Irak dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallab diangkat menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-Tamimi. Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya ke daerah Tabaristan dan Jurjan. (AL)

Bersambung…

Dinasti Umayyah (17): Karakter Sulaiman dan Wasiat Sang Khalifah

Sebelumnya:

Dinasti Umayyah (15): Dinamika Politik di Masa Al Walid bin Abdul Malik

Catatan kaki:

[1] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, Riyadh, Darussalam, 2000, Hal. 187

[2] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/04/22/lk28iz-daulah-umayyah-sulaiman-bin-abdul-malik-715-717-m-khalifah-ketujuh

[3] Lihat, The History of al-Tabari, Vol. XXIV., The Empire in Transition; The Caliphates of Sulayman, ‘Umar, and Yazid, Translated by David Stephan Powers, State University of New York Press, 1990, hal. 6-7

[4] Ibid, hal. 7

[5] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*