Dinasti Umayyah (9): Tragedi Karbala dan Petaka Sejarah

in Sejarah

Last updated on March 7th, 2019 05:59 pm

Tanpa mereka sadari, perlakuan mereka yang demikian biadab telah menyalakan benih-benih perpecahan besar dalam sejarah Islam. Yazid dan segenap aparaturnya, sedang bersama-sama membakar kursi kekhalifahan Dinasti Umayyah yang sudah susah payah dirakit oleh Muawiyah. Sejak tragedi Karbala, kursi kekhalifahan Bani Umayyah tidak pernah lagi stabil. Pemberontakan demi pemberontakan meletus di berbagai daerah.

 —Ο—

 

Ketika sampai di Karbala, dan keluarga Husein bin Ali mendirikan tenda di sana, datanglah ribuan pasukan Kufah yang dipimpin oleh Umar putra Saad bin Abi Waqash. Ia dijanjikan oleh Ubaidillah bin Ziyad (Ibn Ziyad) jabatan di daerah Rayy, Iran sekarang. Tugasnya hanya dua, mengambil bai’at dari Husein bin Ali atau membunuhnya.

Selanjutnya sebagaimana sejarah mencatat, drama paling menyayat digelar. Husein bin Ali beserta seluruh keluarga dan pengikutnya dikepung berhari-hari. Mereka tidak diizinkan kembali, tidak juga dibiarkan meneruskan perjalanan sampai Husein bin Ali bersedia memberikan bai’at untuk Yazid. Satu hal yang mustahil dilakukan oleh orang semulia Al Husein.

Ilustrasi situasi pengepungan Husein bin Ali dan keluarganya ketika di Karbala. Sumber gambar: wikimedia.org

Sejarawan mencatat Husein bin Ali tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharam dan akhirnya gugur di tempat ini pada 10 Muharam. Artinya selama 8 hari beliau menghabiskan sisa perbekalan, selebihnya beliau dan keluarganya menahan rasa haus dan lapar di tengah gurun yang panas menyengat. Ali Audah mengatakan bahwa sejak tanggal 7 Muharam itu, atau selama 3 hari, Husein bin Ali dan keluarganya sudah tidak lagi menenggak minuman. Satu-satunya akses air minum hanya sungat Eufrat, dan ini ditutup oleh pasukan Umar bin Sa’ad. Setiap kali pengikutnya ingin mengambil air, maka nyawa mereka taruhannya.

Demi menjaga kehormatannya, satu persatu pengikut dan keluarga Husein bin Ali melawan kezhaliman ini, dan gugur satu persatu, mulai dari para budak, hingga keluarga dekat seperti putra-putra Hasan bin Ali, dan juga putra-putra Husein sendiri. Mereka semua adalah kerabat dekat Nabi Muhammad Saw. Hingga akhirnya yang tersisa tinggal Husein bin Ali dengan para wanita dari keluarga Nabi Saw yang berdiam di dalam tenda.

Husein bin Ali berdiri tegar menghadapi ribuan pasukan Umar bin Sa’ad dengan mengenakan baju zirah kakeknya, pakaian yang semestinya dikenali oleh umat Nabi Muhammad Saw. Di tangannya, Al Husein menggenggam pedang Zulfiqar, pedang Ali yang pernah diberikan Nabi Saw.

Tapi tanpa ampun, pasukan Umar bin Saad menggempur satu orang yang tersisa ini dengan sebuah formasi perang. Anak panah, tombak, hingga pedang berhamburan ke arah Al Husein, demi mendapatkan bai’at dari beliau. Namun upaya Umar bin Sa’ad tidak berlangsung mudah. Putra Ali bin Abi Thalib ini memiliki kemampuan tempur setara ayahnya. Puluhan nyawa pasukan Umar bin Sa’ad tumpas diujung pedang Zurfiqar. Hingga akhirnya, setelah puluhan anak panah dan tebasan pedang merobek tubuh beliau, cucu kinasih Nabi ini mereguk kesyahidan dengan tetap memegang teguh prinsipnya.

Belum puas dengan apa yang sudah dilakukannya, salah seorang berhati batu dari pasukan Umar bin Saad yang bernama Syamir bin Zil-Jausyan, mendatangi jasad yang sudah tidak berdaya itu lalu memenggal kepala Husein bin Ali dan menancapkannya di ujung tombak.[1] Perbuatan ini kemudian disambut sorak sorai oleh pasukan Umar bin Sa’ad. Mereka lalu berhamburan ke jasad-jasad yang lain dan ikut memenggal pula kepala-kepala dari jasad keluarga Nabi Saw lainnya.

Belum puas sampai di sana, pasukan Umar bin Sa’ad ini menjarah juga atribut yang menempel pada jasad Al Husein. Tak lupa mereka juga berhamburan ke kemah yang didiami oleh para wanita dari keluarga Nabi Saw. Pasukan ini menjarah harta mereka, menawan mereka, dan memperlakukan wanita dari keturunan Rasulullah Saw  layaknya budak. [2]

Hanya satu laki-laki yang tersisa dalam pembantaian ini, yaitu Ali bin Husein yang ketika itu sedang mengalami sakit keras. Menurut Akbar Shah Najeebabadi, ketika Syamir melihat Ali bin Husein, iapun sebenarnya ingin membunuhnya. Namun Umar bin Saad melarangnya. Ali bin Husein akhirnya dirantai, dan dipaksa berjalan hingga ke Kufah bersama para wanita dan kepala-kepala yang ditancapkan di ujung tombak para prajurit Umar bin Sa’ad.[3]

Tabari melaporkan ada sebanyak 70 kepala yang akhirnya dibawa oleh pasukan Umar bin Saad ini.[4] Menurut Ali Audah, pada peristiwa Karbala ini, personil Husein bin Ali hanya terdiri dari 72 orang, 32 orang pasukan berkuda dan 40 pejalan kaki. Ini artinya hampir segenap personil laki-laki yang dibawa oleh Al Husein ludes tak bersisa. Adapun jumlah pasukan yang dibawa oleh Umar bin Sa’ad atas perintah Ubaidillah bin Ziyad sebanyak 4000 orang.[5] Bila melihat dari nama-nama korban yang disebutkan oleh Tabari, hampir setengahnya dari korban-korban ini adalah sanak keluarga Al Husein sendiri. Dengan kata lain bisa anggap, bahwa yang dibawa Al Husein ini memang bukan sebuah pasukan tempur. Sehingga peristiwa yang terjadi di Karbala lebih layak disebut sebagai genosida terhadap  keturunan Nabi Saw daripada sebuah pertempuran.

Dengan penuh kebanggaan pasukan Umar bin Sa’ad memasuki Kufah dengan ekspresi seperti orang baru memenangkan sebuah perang. Melihat iring-iringan yang ganjil ini, sontak terjadi hysteria di seluruh kota. Orang-orang menangis dan mengutuk perbuatan pasukan ini. Bagimanapun penduduk Kufah adalah pendukung Ali bin Abi Thalib. Mereka sangat mengenali kepala-kepala yang tertancap diujung tombak itu, terlebih kepala Husein bin Ali. Perasaan menyesal, horror dan kebencian menyelimuti banyak orang di antara mereka. Hanya satu orang yang puas menyaksikan peristiwa tersebut yaitu Ubaidillah bin Ziyad.

Setelah mendengar laporan tentang keberhasilan mereka, Ibn Ziyad memerintahkan anak buahnya mengarak kepala-kepala tersebut dan tawanan semuanya ke Damaskus untuk dipamerkan di hadapan Yazid. Sepanjang perjalanan sejauh ribuan kilometer dari Kufah ke Damaskus, pasukan ini mendapat sambutan dan juga cemooh dari wilayah-wilayah yang mereka singgahi.

Setelah bertahun-tahun Muawiyah berusah mencampur baur antara kebenaran dan kebathilan. Sekarang warna kebenaran dan kebathilan berpisah dengan tegas. Tanpa mereka sadari, perlakuan mereka yang demikian kejam telah menyalakan benih-benih perpecahan besar dalam sejarah Islam. Yazid dan segenap aparaturnya, sedang bersama-sama membakar kursi kekhalifahan dinasti Umayyah yang sudah susah payah dirakit oleh Muawiyah. Sejak hari itu, kursi kekhalifahan Bani Umayyah tidak pernah lagi stabil. Pemberontakan demi pemberontakan meletus di berbagai daerah. (AL)

Bersambung..

Dinasti Umayyah (10): Pemberontakan Abdullah bin Zubair dan Wafatnya Yazid bin Muawiyah

Sebelumnya:

Dinasti Umayyah (8): Manuver Politik Yazid

Catatan kaki:

[1] Menurut Tabari, yang menenggal kepala Al Husein bukan Syimr, tapi Sinan b. Anas b. Amr al-Nakhai. Ketika Al Husein sudah jatuh tidak berdaya, Sinan memerintahkan kepada Khauli bin Said untuk memenggal kepala beliau. Namun ketika akan melakukannya, tiba-tiba tangan Khauli gemetar. Akhirnya eksekusi ini dilakukan sendiri oleh Sinan. Lihat, The History of al-Tabari, Vol. XIX., The Calipate of Yazid B. Muawiyah, Translated by C. E. Bosworth, State University of New York Press, 1990, hal. 160

[2] Lihat, Ali Audah, Ali bin Abi Thalib; Sampai kepada Hasan dan Husain, Jakarta, Lentera AntarNusa, 2003, hal. 448

[3] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, Riyadh, Darussalam, 2000, Hal. 79

[4] Saat Husein bin Ali terbunuh, kepala-kepala tersebut dibawa ke Ubaydillah bin Ziyad. Suku Kindah membawa tiga belas kepala, dan pemimpin mereka adalah Qays b. al-Ash ‘ath. Suku Hawazin membawa dua puluh kepala, dan pemimpin mereka adalah Shamir b. Dhi al-Jawshan. Sukum Tamim membawa tujuh belas kepala. Bani Asad membawa enam kepala. Madhhij membawa tujuh kepala. Dan sisa tentara membawa tujuh orang kepala. Total semua jumlah kepala tersebut adalah tujuh puluh kepala. Lihat, Lihat, The History of al-Tabari, Vol. XIX., Op Cit, hal. 179

[5] Lihat, Ali Audah, Op Cit, hal. 448

17 Comments

    • Mas Maulana yang kami hormati, setiap artikel yang kami terbitkan selalu berdasarkan referensi. Referensi dapat dilihat pada catatan kaki yang ada di setiap akhir artikel. Sebagai contoh, dalam artikel ini salah satu referensinya berasal dari al-Tabari. Sampai sejauh ini al-Tabari dianggap sebagai salah satu sejarawan Islam terbesar. Apabila mas Maulana membaca tulisan al-Tabari langsung (dalam bahasa Arab atau versi terjemahannya dalam bahasa Inggris), di sana beliau selalu mencantumkan nama-nama perawi terpercaya. Sebagai contoh, al-Tabari paling sering mengutip riwayat dari Ibnu Abbas RA, sepupu Nabi. Semoga dapat menjawab.

    • Mas Maulana yang kami hormati, setiap artikel yang kami terbitkan selalu berdasarkan referensi. Referensi dapat dilihat pada catatan kaki yang ada di setiap akhir artikel. Sebagai contoh, dalam artikel ini salah satu referensinya berasal dari al-Tabari. Sampai sejauh ini al-Tabari dianggap sebagai salah satu sejarawan Islam terbesar. Apabila mas Maulana membaca tulisan al-Tabari langsung (dalam bahasa Arab atau versi terjemahannya dalam bahasa Inggris), di sana beliau selalu mencantumkan nama-nama perawi terpercaya. Sebagai contoh, al-Tabari paling sering mengutip riwayat dari Ibnu Abbas RA, paman Nabi. Semoga dapat menjawab.

  1. “Setelah bertahun-tahun Muawiyah berusaha mencampur baur antara kebenaran dan kebathilan”, apakah tulisan tersebut berasal dari Imam At Thabari?anda tahu siapa sahabat Muawiyah ra?apakah mungkin seorang yang menuliskan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah tidak mengetahui mana yang benar mana yang bathil, tulisan anda seperti pemikiran KAUM SYIAH laknatullah yang membenci Sahabat Muawiyah ra

    • Mas Ariyadi yang kami hormati, berikut kami jelaskan sumber referensi dari artikel ini:

      1. Al-Tabari adalah seorang sejarawan Islam yang diakui oleh akademisi-akademisi Muslim. Karyanya yg berjudul Taʾrīkh al-Rusūl wa al-Mulūk (Sejarah para Nabi dan Raja) dipakai luas oleh sejarawan Muslim lainnya. Dia lahir di masa Dinasti Abbasiyah.

      2. Akbar Shah Najeebabadi adalah penulis sejarah Islam kelahiran Pakistan, bukunya The History of Islam diterbitkan di Riyadh, Arab Saudi. Anda tau bagaimana ketatnya Arab Saudi menyensor buku-bukunya?

      3. Ali Audah adalah seorang penerjemah asal Indonesia, dua puluh tahun lebih dia menerjemahkan buku-buku sastra, filsafat, dan agama.

      Kesimpulannya sejarah ya sejarah saja, selama itu berasal dari sumber yg terpercaya akan kami gunakan. Kami tidak ingin terjebak dalam pemikiran sempit yg terbatas pada golongan, sektarian, atau madzhab tertentu.

      Perkara penerimaan pembaca, kami serahkan sepenuhnya kepada pembaca.

      Jika Anda mempunyai sumber lain yg lebih kredibel, silakan buat tulisannya. Selama ilmiah, Gana Islamika akan menampungnya, apapun latar belakang Anda. Terimakasih, semoga berkenan -Admin-

  2. Justru berbahaya jika itu bukan pemikiran Dari Imam At Thabari, Karena anda sudah menuduh sahabat Nabi saw mencampur baur antara kebenaran dan kebathilan
    عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

    Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.

    • Artikel ini panjang, ini hanya salah satu babak pemerintahan Dinasti Umayyah. Ada baiknya seri2 lainnya juga disimak, agar tergambar secara keseluruhan.

      Tetapi bagaimanapun terimakasih atas masukannya, kami akan sampaikan ke penulis yg bersangkutan.

    • Muawiya adlh sahabat dr baginda Nabi saw seorang yg baik, tp tdk bs dipungkiri anak kandungnya yazid adlh ahli maksiat. Penanggung jwb utama ats pembantaian keluarga² Nabi saw. Dan catatan penting lainnya bahwa Muawiyah pernah melanggar prjanjian sucinya pd Hasan bin Ali ra, Dimana lepas pelimpahan kekhalifahan Hasan untuknya, beliau Hasan ra mengajukan syarat yakni : ” jk kau(muawiyah) mati maka kpemimpinan selanjutnya dikembalikan dlm sistim Syuro’ yg disuariatkan”!!… Dan ternyata beliau Muawiah ra tdk melaksanakan amanah itu malah mengangkat anak nya yazid sbg khalifah→(yg pd hakikinya adalah sistim kerajaan semata). Beliau Muawiyah ra pun hingga kematian sahabat Ali ra & Hasan bin Ali ra tdk prnh sudi mengakui kekhalifahan mereka… Wallohu A’lam smua kita kembalikn ke Alloh swt… Tap hati² thdp takiyah² dr Syiah, jgn terbesit hati ikut²tan menista para sahabat Nabi Muhammad saw!! ???

  3. diantara sejarah paling sadis dan pemutaran keaslian sejarah yang mau ditutupi dengan kepalsuaan para penguasa adalah teragedi karbala sayang logika sebagian ummat islam yang kurang kritis mengamati teragedi karbala masih mau dibohongi oleh para kaum wahabi yang cendrung berbohong dan tidak feer terhadap sejarah tragedi karbala yang menyedihkan dan membuat kita tidak mampu menerima kenyaataan kita butuh dua hal dalam melihat masa lalu logika dan literatur wahai ummat islam sadarlah pemahaman wahabi sangat dangkal dan penuh kebohongan dan kegegelapan saya sudah tobat nasuha dengan wahabia dan salafia

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*