Falsafah Surga & Neraka: Sebuah Kajian Teologis dan Teleologis (4)

in Studi Islam

Last updated on October 10th, 2022 07:08 am

Sungguh, kehidupan akhirat benar-benar merupakan kehidupan murni, dan tidak bercampur dengan kematian. Kehidupan akhirat tidak bercampur dengan kematian, tidak mengalami proses penuaan, ke­rusakan, dan kehancuran, melainkan keabadian dan kekekalan belaka.

Gambar Ilustrasi. Sumber: m.lampost.co

Pembalasan di Akhirat

Untuk dapat memberikan gambaran yang tepat tentang balasan di akhirat, ada baiknya kita kemukakan beberapa pertanyaan penting sebagai berikut:

  • Apakah aturan-aturan dan undang-undang alam dunia juga berlaku di alam akhirat?
  • Apakah kehidupan dunia tidak berbeda dengan kehidupan akhirat?
  • Apakah keadaan akhirat sama dengan keadaan dunia; dan keduanya tidak berbeda kecuali bahwa akhirat terjadi belakangan dan sesudah dunia?

Tidak ayal lagi, kedua alam ini berbeda. Sekalipun ada kemiripan, keduanya jelaslah berbeda. Alam akhirat dan alam dunia adalah dua keadaan, dua alam, dan dua tipe kehidupan yang memiliki tatanan dan sistem yang berbeda-beda.

Dalam rangka menjelaskan perbedaan-perbedaan yang ada dalam dua kehidupan tersebut, kita tidak bisa membuat perumpamaan. Sebab, setiap perumpamaan pasti termasuk dalam – dan diambil dari kehidupan dunia dan tunduk kepada hukum-hukumnya.

Namun, untuk memberikan gambaran dan memperluas pe­mahaman, kita dapat mengumpamakan dunia dan akhirat dengan kehidupan di dalam dan di luar rahim. Perumpamaan ini sepanjang yang penulis ketahui pertama-tama diajukan oleh Murtadha Muthahhari dalam bukunya Keadilan Ilahi.

Janin hidup di dalam rahim ibunya dengan satu bentuk kehidupan, dan setelah lahir ia memulai bentuk lain kehidupan. Kedua bentuk kehidupan ini memiliki kesamaan dari segi bahwa di kedua alam ini ada proses makan.

Hanya saja, cara makan janin berbeda dengan cara makan bayi. Janin di dalam rahim hidup seperti tumbuh-tumbuhan. Ia menyerap makanan dari darah ibunya melalui plasenta, sebagaimana tetumbuhan menyerap makanannya dari tanah melalui akar-akarnya.

Ketika berada di dalam rahim, janin tidak bernapas dengan kedua paru-parunya, juga perut besarnya tidak mencerna makanan. Tetapi, begitu ia menjejakkan kaki di dunia ini, sistem kehidupan sebelumnya serta-merta tidak berfungsi dan segera diganti dengan sistem kehidupan lain yang berbeda sama sekali.

Di dunia luar ini, bayi tidak akan bisa hidup barang sesaat pun dengan cara hidup sebelumnya. Sekarang, bayi itu harus bernapas dan menyerap makanan melalui mulutnya.

Kalau sebelum dilahirkan ada udara yang masuk ke dalam kedua paru-parunya atau ada makanan yang menyelip ke dalam perutnya, janin itu akan mati. Tetapi, sekarang, justru sebaliknya. Kalau tidak ada udara yang masuk ke dalam kedua paru-parunya atau tidak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya, bayi itu akan mati.

Seandainya seseorang berupaya mempertahankan kehidupan bayi sesudah ia dilahirkan, dengan sistem kehidupan sebelumnya, misalnya dengan menempatkannya dalam sebuah tabung, kemudian ari-arinya disambungkan untuk dialiri darah, lalu mulut dan hidungnya ditutup, usaha seperti ini mustahil bisa dilakukan. Sebab, pola hidup bayi telah berubah, dan dia harus menggunakan pola hidup baru dalam sistem baru.

Hubungan alam akhirat dengan alam dunia ini mirip—sekalipun tidak sama—dengan perumpamaan di atas. Karena, pola hidup di alam akhirat berbeda dengan pola hidup di alam dunia. Keduanya adalah kehidupan, tapi bukan kehidupan yang persis sama.

Akhirat memiliki sejumlah aturan, pola, dan sistem spesifik yang berbeda dengan beberapa aturan, pola, dan sistem kehidupan yang ada di dunia. Dengan kata lain, dunia dan akhirat merupakan dua semesta eksistensi dan dua jagat yang berbeda. Untuk menerangkan perbedaan-perbedaan kedua alam itu, kita harus merujuk pada sejumlah kitab utama agama yang sampai kepada kita.

Berikut ini, kami kemukakan sebagian perbedaan yang ada pada kedua kehidupan tersebut:

  • Kekonstanan dan perubahan.

Di alam dunia ini ada gerakan dan perubahan. Seorang bayi bergerak dan berubah menjadi remaja, kemudian paruh baya, tua bangka, dan akhirnya mati. Di dalam ini, yang baru akan menjadi lapuk dan yang lapuk akan hancur. Sedangkan, di alam akhirat tidak ada ketuaan, kelapukan, dan kehancuran. Alam akhirat adalah kekal (baqâ), sedangkan alam dunia adalah sirna (fanâ’). Alam akhirat konstan dan tidak berubah, sedangkan alam dunia senantiasa berubah, bergerak, dan alam ketidaktetapan.

  • Kehidupan murni dan kehidupan yang tercemari kematian.

Perbedaan kedua ialah bahwa dunia ini membaurkan kehidupan dengan kematian menjadi satu, sedangkan akhirat adalah alam yang semata-mata diisi oleh kehidupan. Di dunia, terdapat benda-benda mati dan tetumbuhan, dan masing-masingnya saling berganti satu dengan lain. Misalnya, tubuh kita yang hidup sekarang, pada waktu tertentu sebe­lum ini adalah benda mati. Kemudian, dari tubuh ter­sebut kehidupan berpisah, untuk kemudian menjadi benda mati lagi. Dengan begitu, di alam ini, kehidupan berjalin-berkelindan dengan kematian.

Sedangkan di akhirat, semua pembauran seperti di atas tidak di­temukan. Di alam akhirat, semuanya hidup. Bumi di akhirat, substansi-substansinya, benda-benda tambangnya, bebatuannya, pepohonannya, semuanya hidup dan bernyawa. Bahkan, di alam sana, api juga bernyawa dan berpengaruh. Di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah Swt. berfirman:

Dan sesungguhnya alam akhirat itu adalah benar-benar alam ke­hidupan (QS Al-‘Ankabût [29]: 64).

Alam akhirat adalah maujud hidup yang hakiki dengan segala pengertiannya. Apabila di alam ini organ-organ tubuh tidak berperasaan dan berpengetahuan, di alam sana kulit badan dan kuku bisa memahami dan berbicara.

Pada Hari Kiamat, semua mulut ditutup dan dikunci, sedangkan organ-organ tubuh lain justru dibiarkan bicara mengenai apa yang telah dilakukannya; lidah tidak akan ditanya sehingga ia bisa berbohong mengenai apa yang sebenarnya telah dilakukan. Semua organ tubuh menjadi pembicara dan menerangkan semua yang telah diperbuatnya.

Dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah berfirman: Pada hari ini, Kami kunci mulut-mulut mereka, dan tangan-tangan mereka berbicara kepada Kami dan kaki-kaki mereka memberi kesak­sian kepada Kami mengenai apa-apa yang telah mereka lakukan (QS Yâ Sîn [36]: 65).

Pada ayat lain, disebutkan tentang adanya perselisihan antara manusia dan organ-organ tubuh mereka: Mereka berkata kepada kulit-kulit mereka, “Mengapa kalian memberi kesaksian atas kami?” Kulit mereka menjawab, “Allah-lah yang telah menjadikan kami bisa berbicara, Dia-lah yang menjadikan segala sesuatu bisa berbicara” (QS Fushshilat [41]: 21).

Sungguh, kehidupan akhirat benar-benar merupakan kehidupan murni, dan tidak bercampur dengan kematian. Kehidupan akhirat tidak bercampur dengan kematian, tidak mengalami proses penuaan, ke­rusakan, dan kehancuran, melainkan keabadian dan kekekalan belaka. (MK)

Bersambung…

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*