Falsafah Surga & Neraka: Sebuah Kajian Teologis dan Teleologis (5)

in Studi Islam

Last updated on October 19th, 2022 08:00 am

Eksistensi kehidupan dunia itu bersifat sosial, dimana setiap orang terikat dengan satu dan lainnya. Sehingga amal saleh yang dilakukan seseorang, bisa saja berdampak terhadap orang-orang jahat. Demikian juga sebaliknya.”

Gambar Ilustrasi. Sumber: 24hoursworship.com
  1. Menabur dan Menuai.

Perbedaan ketiga antara dunia dan akhirat ialah bahwa dunia merupakan tempat menabur benih dan menanam, sedangkan akhirat adalah tempat menuai dan memetik hasil.

Di akhirat, tidak ada lingkup untuk berbuat dan tidak perlu ada persiapan untuk beramal. Di sana semuanya adalah capaian dan nilai, persis seperti dengan hari pengumuman hasil ujian para siswa. Apabila seorang siswa, pada saat ujian dimulai, mengusulkan agar waktunya diundur supaya sempat belajar, jawaban yang akan didapat tidak lain adalah “sudah berlalu waktu untuk menelaah”; dan apabila ia mengusulkan agar diuji pada hari pengumuman nilai ujian, dia akan dijawab, “sudah berlalu waktu ujian, hari ini adalah hari pembagian hasil ujian.”

Para nabi yang menyeru, “Wahai manusia, beramal salehlah kalian dan menabunglah kalian untuk bekal kalian di akhirat”, pada hakikat­nya, seruan dan ajakan mereka itu disebabkan oleh amat terbatasnya waktu untuk beramal sehingga, sekiranya mereka tertinggal, mustahil mereka bisa kembali lagi. Amîr Al-Mu’minîn ‘Ali bin Abi Thalib mengatakan: “Hari ini adalah amal tanpa perhitungan; dan kelak adalah perhitungan tanpa amal.”

Di tempat lain, beliau mengatakan: “Wahai hamba-hamba Allah, beramallah saat lidah masih bisa berbicara, badan masih sehat, organ-organ tubuh masih patuh, dan kesempatan masih terbuka.”

Maksud­nya, sekarang organ-organ tubuh adalah sarana amalmu, sebelum ia diambil dan tidak lagi taat padamu. Kau harus bisa meraup kesempatan sebesar-besarnya dengan sarana itu untuk beramal saleh sesuai ke­hendakmu.

Bila tenggat waktu sampai ujungnya dan ruh sudah meninggalkan badan dengan perintah Allah SWT., ketika itu tak ada lagi peluang beramal yang tersisa.

Setiap kali kau berdoa, “Ya Rabb, kembalikan aku agar bisa melakukan amal saleh yang telah kutinggalkan,” kau tidak akan mendengar jawaban lain kecuali “Tidak!” Jika kau bisa menempelkan kembali buah yang sudah terlepas dari tangkainya, di tempatnya semula, barangkali kembali lagi ke dunia merupakan sesuatu yang mungkin. Tetapi sayang, aturan kehidupan pasti menolaknya karena waktunya sudah berlalu. Duhai alangkah meruginya!

Betapa indah sabda Rasulullah Saw. sehubungan dengan konteks ini: “Dunia adalah ladang akhirat.”

Dalam hadis ini, wujud manusia sepenuhnya diumpamakan dengan perputaran musim. Dunia dan akhirat diumpamakan musim-musim dalam setahun; dunia adalah musim tanam dan akhirat adalah musim panen.

  1. Nasib bersama dan nasib perorangan.

Perjalanan hidup di dunia, sampai batas tertentu, adalah perjalanan hidup bersama, sedangkan di akhirat setiap orang memiliki nasibnya masing-masing.

Maksudnya, eksistensi kehidupan dunia itu bersifat sosial. Dalam kehidupan sosial, keterkaitan dan kesatuanlah yang berlaku. Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang yang baik berpengaruh terhadap kebahagiaan orang lain. Demikian pula halnya, perbuatan jahat seseorang berdampak negatif terhadap masyarakat.

Jadi, di dalam kehidupan dunia, ada tanggung jawab bersama, ada aturan senasib sepenanggungan, dan keseluruhan anggota masyarakat laksana satu tubuh; apabila ada salah satu di antaranya yang demam dan sakit, yang lainnya ikut menderita. Apabila jantung seseorang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, organ-organ lain akan terancam bahaya.

Dan, karena nasib masyarakat itu merupakan nasib bersama, bila salah seorang di antara mereka ada yang mau melakukan dosa, yang lain wajib mencegahnya.

Rasulullah Saw menjelaskan pengaruh kejahatan satu anggota masyarakat itu, seperti sekelompok orang yang bersama-sama menga­rungi samudera luas dengan sebuah perahu. Kemudian, salah seorang di antara mereka ada yang mau melubangi perahu tersebut pada dinding perahu yang ada di dekat tempat duduknya. Penumpang yang lain tidak melarangnya, dengan alasan karena orang tersebut melubangi tempat yang didudukinya saja.

Apakah perahu tersebut tidak akan tenggelam?

Jelas bahwa perahu tersebut pasti tenggelam. Kalau mereka melarang orang itu melakukan perbuatan tersebut, pada dasarnya, mereka pun menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka menyelamatkan orang tadi sekaligus diri mereka masing-masing dari kebinasaan.

Di dunia ini semua warna diberikan dengan kuasan tunggal. Rabuk kering dan dahan-dahan hijau yang lembap sama-sama bisa terbakar atau bisa dijaga dari kebakaran.

Di dalam bermasyarakat, tatkala manusia hidup sebagai komunitas, dan di situ ada yang saleh dan ada yang jahat, kadang-kadang orang-orang jahat itu memperoleh manfaat dari amal orang-orang saleh. Sebaliknya, orang-orang saleh kadang-kadang terkena akibat perbuatan-perbuatan orang jahat.

Alam akhirat tidaklah demikian. Di alam akhirat, mustahil seseorang bisa mendapatkan saham dari perbuatan orang lain.

Di alam akhirat, tidak akan ada pelaku yang tidak bisa mengambil untung dari amalnya dan tidak ada pula ada orang yang disiksa akibat dosa-dosa yang tidak pernah dilakukannya. Akhirat adalah alam untuk memisah­kan antara orang saleh dari orang durjana; antara orang-orang pilihan dari orang-orang yang menyeleweng.

Mengenai orang-orang jahat dikatakan: Dan berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berbuat jahat! (QS Yâ Sîn [36]: 59).

Maksudnya, hai para pendurja, berpisahlah dari para pelaku kebaikan!

Di akhirat, seorang ayah juga akan dipisahkan dari anaknya; ma­sing-masing akan menerima pahala sesuai dengan yang dilakukannya: dan tidaklah seseorang akan menanggung beban dosa orang lain (QS Al-An‘âm [6]: 64).

Semua perbedaan itu berasal dari fakta bahwa alam akhirat merupa­kan aktualisasi murni, sedangkan dunia adalah alam yang mencampur­kan potensi dengan aktualisasi.

Semua aktualisasi murni tidak saling berpengaruh, tidak berkoefisiensi, dan tidak pula saling bersenyawa. Sedangkan, aktualisasi campuran terus berinteraksi, berkoefisiensi, dan saling bersenyawa.

Karena itu, di dunia ada “masyarakat” yang merupa­kan persenyawaan dan susunan manusia. Sedangkan di akhirat, konsep “masyarakat” seperti itu tidak ada. Di dunia ada aksi dan reaksi, pengaruh dan keterpengaruhan yang berjenjang, sedangkan di akhirat semua itu tidak ada.

Di dunia, apabila seseorang bergaul dengan orang-orang saleh, orang tersebut akan mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, apabila sese­orang bergaul dengan orang-orang jahat, orang tersebut bisa menjadi jahat dan sesat seperti mereka.

Penyair Maulawi mengatakan:

Kedengkian dan persahabatan berpindah-pindah dari satu dada ke dada lain dengan cara tersembunyi

Firdausi mengatakan:

Bila kau berpapasan dengan penjual minyak wangi, bajumu semerbak harumnya

Dan bila kau berpapasan dengan penjual arang,

maka bajumu akan tercoreng hitam

Di akhirat, sekalipun kau selalu bersama orang-orang saleh, niscaya derajatmu tidak akan sejajar dengan mereka. Begitu juga, jika kau selalu bersama-sama dengan orang fasik, niscaya kau tidak akan terjerumus seperti mereka. Di sana, pergaulan tidak akan berpengaruh apa-apa. Setiap orang tidak akan memengaruhi yang lain.

Di akhirat, kasih sayang dan kebencian tidak akan berpindah dari satu dada ke dada yang lain. Di sana, seseorang yang bergaul dengan penjual minyak wangi tidak akan mendapatkan wanginya.

Begitu juga, seseorang yang bergaul dengan penjual arang tidak akan tercoreng oleh kotorannya. Sebab, di alam itu tidak ada proses pertukaran, baik pertukaran alamiah maupun sosial. Pertukaran, saling menerima dan memberi adalah keistimewaan alam dunia ini.

Tentu saja, semua ini tidak bermakna bahwa kehidupan alam akhirat itu sepi, sendirian, terasing satu dengan lainnya, tidak saling me­merhatikan, dan tidak pula saling berhubungan dan bersapaan.

Sebaliknya, yang dimaksudkan di sini bahwa hubungan-hubungan sosial seperti kooperasi, oposisi, komunikasi dan sebagainya yang berlangsung di sini, demikian pula inter­aksi spiritual, mo­ral, psikis, dan intelektual yang ada di alam dunia ini dan di dalam ma­syarakat tidak ditemukan di alam akhirat.

Dengan kata lain, perse­nyawaan dan kombinasi sejati yang terdiri atas individu-individu dengan nasib yang saling terkait dan saling berpengaruh itu tidak ada di alam akhirat.

Namun, baik di surga maupun di neraka, ada kebersamaan dalam arti perkumpulan bagi yang serupa.

Bedanya, kebersamaan orang-orang saleh dicirikan dengan keakraban, kelembutan, kesucian, dan keikhlasan yang oleh Al-Quran diungkapkan sebagai … mereka merasa bersau­dara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS Al-Hijr [15]: 47).

Sedangkan, kebersamaan orang-orang fasik dicirikan dengan kedengkian dan kejijikan satu dengan lainnya.

Al-Quran mengung­kapkannya dengan “Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), ia mengutuk kawannya” (QS Al-A‘râf [7]: 38), atau “Sesungguhnya yang demikian itu adalah pertengkaran penghuni neraka” (QS Shâd [38]: 64). (MK)

Bersambung…

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*