Falsafah Surga & Neraka: Sebuah Kajian Teologis dan Teleologis (9)

in Studi Islam

Setiap yang diterima oleh manusia di alam akhirat, baik berupa pahala ataupun siksa, sebenarnya merupakan sesuatu yang dipersiapkannya di dunia ini. Perbedaannya, di dunia dia tidak menge­tahui dan memahaminya, sedangkan di akhirat dia pasti akan menge­tahui dan memahaminya secara jelas.”

Gambar ilustrasi. Sumber: twitter.com @Forever_Rayyan

Siksa di Akhirat

Siksa di akhirat memiliki kaitan eksistensial dengan dosa yang lebih kuat ketimbang semua kaitan antara kejahatan dan balasannya seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya.

Kaitan perbuatan dengan hukuman di akhirat tidaklah termasuk kategori pertama, yaitu keterkaitan yang bersifat konvensional dan buatan manusia;[1] juga tidak termasuk kategori kedua, yaitu kausa-efek yang alamiah.[2]

Tetapi, kaitannya termasuk dalam kategori yang lebih tinggi dan lebih kuat. Di sini yang berlaku adalah prinsip hubungan “kesatuan” (al-ittihâd) dan “keidentikan” (al-‘ainiyyah).

Artinya, pahala yang diberi­kan kepada mereka yang berbuat baik, dan siksaan yang diberikan kepada mereka yang berbuat jelek, tidak lain adalah pengeja­wantahan perbuatan yang dilakukan di dunia ini.

Allah berfirman di dalam Al-Quran:

Pada hari ketika setiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkan (kepadanya), begitu pula halnya dengan kejahatan yang dilakukannya. Dia ingin kalau sekiranya antara dia dengan hari itu ada masa yang jauh (QS Âli ‘Imrân [3]: 30).

Di ayat lain, Allah berfirman:

Dan mereka dapati apa yang mereka kerjakan hadir (ada di hadapan mereka), dan tidaklah Tuhanmu akan menganiaya seorang pun (QS Al-Kahfi [18]: 49).

Di ayat yang lain lagi, Allah berfirman:

Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang ber­macam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan perbuatan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji sawi pun, niscaya dia akan melihatnya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan walau seberat biji sawi, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula (QS Al-Zalzalah [99]: 6-8).

Dan pada ayat yang lain, yang oleh sebagian ahli tafsir dipandang sebagai ayat yang turun terakhir, Allah berfirman:

Dan takutlah kepada suatu hari, yang pada hari itu kalian dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (QS Al-Baqarah [2]: 281).

Mengenai persoalan memakan harta anak yatim, Al-Quran me­ngatakan:

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim itu, sebenarnya mereka itu memakan api sepenuh perut mereka, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (QS Al-Nisâ’ [4]: 10).

Memakan harta anak yatim berarti memakan api neraka itu sendiri. Hanya saja, selama masih hidup dalam kehidupan di dunia ini, tak ada yang memahaminya. Begitu tabir (hijâb) diangkat dari manusia dan dia berpindah dari alam ini, api neraka itu pun langsung melahapnya.

Al-Quran memperingatkan mereka yang membenarkan risalah dengan mengatakan:

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan (memandang) apa yang telah dipersiapkannya untuk esok, dan bertakwalah kepada Allah (QS Al-Hasyr [59]: 18).

Ungkapan di atas begitu lugas dan tegas. Ia memerintahkan kaum mukmin untuk memikirkan apa yang telah mereka kirimkan buat hari depan (akhirat) mereka.

Jadi, persoalannya adalah “barang atau sesuatu yang kau kirimkan”. Yakni, kalian kelak benar-benar akan mendapati apa yang kalian kirimkan hari ini. Maka itu, kalian harus mengecek dan meneliti dengan jeli barang-barang yang hendak kalian kirimkan.

Ibarat orang yang bepergian untuk membeli sejumlah barang, lalu mengirimkannya ke negeri asalnya. Dia harus betul-betul meneliti apa yang dikirimkannya sehingga, ketika dia pulang ke negerinya dan membuka paket kiriman, dia tidak akan mendapati kecuali barang-barang yang telah dikirimkannya. Adalah mustahil bila dia telah mengirimkan sesuatu, lantas setelah pulang ke negerinya dia mendapati sesuatu yang lain dalam paket kirimannya.

Di dalam ayat mulia di atas, disebutkan kata “bertakwalah kepada Allah” sebanyak dua kali dengan disisipi di antara keduanya, kalimat pendek berikut “dan hendaklah setiap diri itu memerhatikan (apa yang dipersiapkannya) untuk esok”;

Sebagai catatan, di dalam Al-Quran tidak terdapat ayat seperti di atas yang menekankan takwa sebanyak dua kali dengan sisipan pendek di antara keduanya.

Allah Swt. berfirman di dalam Al-Quran:

Ketika matahari digulung, dan ketika bintang-bintang berguguran. Ketika gunung-gunung dimusnahkan, dan ketika unta-unta yang bunting dibiarkan. Ketika binatang-binatang buas dihimpun. Ketika laut dipanaskan. Ketika ruh-ruh dipertemukan. Ketika bayi-bayi perem­puan yang dikubur hidup-hidup ditanya tentang dosa apa yang menye­babkan mereka dibunuh. Ketika catatan-catatan amal di­bentangkan. Ketika langit diporakporandakan. Ketika neraka di­nyalakan, dan ketika surga didekatkan, maka tiap-tiap diri akan mengetahui (amal) apa yang telah dikerjakannya. (QS Al-Takwîr [81]: 1-14)

Artinya, bahwa setiap yang diterima oleh manusia di alam akhirat, baik berupa pahala ataupun siksa, sebenarnya merupakan sesuatu yang dipersiapkannya di dunia ini. Perbedaannya, di dunia dia tidak menge­tahui dan memahaminya, sedangkan di akhirat dia pasti akan menge­tahui dan memahaminya secara jelas.

Inilah pengertian yang dikandung oleh banyak ayat Al-Quran, “Niscaya Allah akan mengabarkan kepada kalian, pada Hari Kiamat, apa yang telah kalian lakukan.”

Ini berarti bahwa kalian seka­rang tidak mengetahui apa yang kalian lakukan; sedangkan pada Hari Kiamat, kalian pasti akan diberi tahu mengenai apa-apa yang telah kalian lakukan, dan di sana kalian pasti mengetahui perbuatan-perbuatan kalian.

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kalian hindari itu pasti akan menemui kalian; kemudian, kalian akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beri­ta­hukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan (QS Al-Jumu‘ah [62]: 8).

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, https://ganaislamika.com/falsafah-surga-neraka-sebuah-kajian-teologis-dan-teleologis-6/

[2] Lihat, https://ganaislamika.com/falsafah-surga-neraka-sebuah-kajian-teologis-dan-teleologis-7/

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*