Melihat jenazah Hamzah yang dimutilasi, Ibnu Masud meriwayatkan, “Beliau (Rasulullah) memeluknya, kemudian berdiri di sampingnya. Beliau menangis lagi hingga terisak-isak.”
Setelah perang usai, kaum Quraisy kemudian pergi. Nabi memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk melihat ke arah mana mereka pergi, apakah pulang ke Makkah atau justru ke Madinah? Setelah Ali memastikan bahwa mereka pergi ke arah Makkah, barulah Rasulullah bersama kaum Muslimin mencari jenazah para syuhada.[1]
Ada banyak riwayat tentang bagaimana Rasulullah mencari dan menemukan para jenazah ini. Sementara itu, dalam merangkai riwayat-riwayat tersebut untuk menjadi kesatuan kronologis, para sejarawan pun memiliki perbedaan satu sama lain.
Dengan demikian, kami akan mencoba mengkombinasikan kronologi yang berkenaan dengan Hamzah bin Abdul Muthalib berdasarkan pemaparan dari sejarawan klasik Ibnu Ishaq, dan sejarawan kontemporer Khalid Muhammad Khalid dan Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury.
Setelah menemukan para jenazah, Rasulullah saw bersabda, “Aku menjadi saksi atas mereka, bahwa tidaklah ada yang terluka karena Allah, melainkan Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat, lukanya berdarah, warnanya warna darah, namun baunya adalah bau minyak kesturi.”[2]
Setelahnya Rasulullah saw mencari jenazah Hamzah, Jabir bin Abdullah meriwayatkan:
Saat mereka kembali ke medan Perang Uhud, Rasulullah tidak dapat menemukan Hamzah.
Seseorang berkata, “Aku melihatnya di dekat pohon itu (waktu masih hidup) saat dia berkata, ‘Aku adalah singa Allah dan singa rasul-Nya. Ya Allah! Aku melepaskan diriku dari apa yang telah dilakukan orang-orang itu (Abu Sufyan dan yang lainnya) dan aku mencari pengampunan dari apa yang telah dilakukan orang-orang ini (yaitu para Muslim, mengacu kepada perilaku mereka sendiri yang menyebabkan kekalahan).’.”
Rasulullah pergi ke arah itu dan mulai menangis ketika melihat dahi Hamzah. Namun, ketika Rasulullah melihat bagaimana jenazah Hamzah dimutilasi, beliau menangis sejadi-jadinya.
Rasulullah kemudian bertanya, “Apakah tidak ada Kafan?”
Salah seorang Ansar berdiri dan menghamparkan selendang ke tubuhnya. Setelah itu, Rasulullah bersabda, “Di hadapan Allah, Hamzah akan menjadi pemimpin dari seluruh syuhada pada Hari Qiyamah.”[3]
Ibnu Masud meriwayatkan, “Kami tidak pernah melihat Rasulullah saw dalam keadaan menangis lebih sesenggukan daripada tangisnya atas Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau memeluknya, kemudian berdiri di sampingnya. Beliau menangis lagi hingga terisak-isak.”[4]
Khabbab bin Arat meriwayatkan, “Aku menyaksikan pemakaman Hamzah ketika kami tidak dapat menemukan apa pun untuk menutupi tubuhnya selain sehelai selendang. Namun, (selendang itu sangat kecil) ketika kami menutupi kakinya, kepalanya akan terlihat, dan ketika kami menutupi wajahnya, kakinya yang akan terlihat. Kami akhirnya menutupi kepalanya dan meletakkan rumput idhkhir di atas kakinya.”[5]
Abu Hurairah meriwayatkan:
Rasulullah berdiri di dekat tubuh Hamzah bin Abdul Muthalib ketika dia syahid, pemandangan itu lebih menyakitkan dari yang pernah dia saksikan karena tubuhnya telah dimutilasi dengan kejam.
Rasulullah mengucapkan kata-kata yang kurang lebih seperti ini, “Semoga Allah menghujani rahmat-Nya kepadamu. Setahuku, engkau adalah orang yang menjaga ikatan kekeluargaan dan selalu melakukan perbuatan baik.
“Demi Allah! Jika bukan karena itu akan menyebabkan duka tambahan bagi keluargamu, aku lebih suka meninggalkanmu dalam kondisi ini agar Allah membangkitkanmu dari perut hewan liar (yang akan memakan jenazahmu).”
Rasulullah kemudian menambahkan, “Camkan ini! Aku bersumpah demi Allah untuk membalaskan dendammu, aku akan memutilasi tujuh puluh orang kafir seperti yang telah mereka lakukan kepadamu.”
Saat itulah Jibril datang dengan ayat berikut ini:
“Dan jika engkau memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika engkau bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS an-Nahl [16]: 126)
Rasulullah kemudian membayar penebusan (karena tidak memenuhi sumpah) dan menahan diri untuk tidak melakukannya (pembalasan).[6]
Meski demikian, sejarawan Khalid Muhammad Khalid tidak menyebutkan riwayat seperti di atas (yakni Rasulullah bersumpah akan membalas memutilasi orang-orang kafir). Senada, bahkan A Guillaume (penerjemah Sirat Rasul Allah Ibnu Ishaq) meragukan kebenaran hadis di atas, menurutnya itu sudah ditambah-tambahkan.
Sebaliknya, Khalid Muhammad Khalid justru menyebutkan bahwa yang menyumpah adalah para sahabat yang melihat jenazah Hamzah. Mereka berkata, “Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemenangan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cincang mayat-mayat mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun.” Barulah kemudian turun ayat seperti yang diriwayatkan dalam hadis di atas.[7] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Ibnu Ishaq, Sirat Rasul Allah, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh A Guillaume, The Life of Muhammad (Oxford University Press: Karachi, 1967), hlm 386-387.
[2] Ibnu Hisyam (Vol 2, hlm 98), dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 362.
[3] HR Hakim (Vol 3, hlm 199), dibenarkan oleh Dhahabi, dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.1, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 532.
[4] Muhammad bin Abdul Wahhab, Mukhtasar Seerat ur Rasool (hlm 255), dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Op.Cit., hlm 363.
[5] Tabrani, dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Op.Cit., hlm 333.
[6] Ali bin Abdul Malik al-Hindi, Kanzul Ummal (Vol 8, hlm 118), dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Ibid., hlm 597. Ibnu Ishaq meriwayatkan riwayat yang hampir mirip (yakni Rasulullah bersumpah akan membalas), namun A Guillaume (penerjemah Sirat Rasul Allah Ibnu Ishaq) meragukan kebenaran hadis ini, menurutnya hadis ini sudah ditambah-tambahkan. Namun jika hadis ini benar, menurutnya, hadis ini dapat menjadi preseden untuk generasi mendatang.
[7] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 208-209.