Shafiyyah datang ke Uhud mencari Hamzah. Ali berkata kepada Zubair, “Katakan pada ibumu (bahwa kakaknya telah terbunuh).” Zubair menjawab, “Tidak, engkau saja yang ke sana dan katakan kepada bibimu.”
Ada banyak versi yang meriwayatkan tentang bagaimana adik perempuan Hamzah bin Abdul Muthalib, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, mencari-cari kakaknya di medan Perang Uhud. Beberapa menyebutkan bahwa dia sudah tahu Hamzah sudah wafat, sementara beberapa menyebutkan dia tidak tahu. Bagaimanapun, selamat menyimak kisah ini:
Zubair bin Awwam meriwayatkan:
Seorang wanita datang berlari pada Perang Uhud dan hendak melihat para jenazah, ketika itu Rasulullah saw berseru, “(Hentikan) wanita itu! (Hentikan) wanita itu!”
Rasulullah tidak menghendaki wanita itu melihat para jenazah. Saat itu aku menduga bahwa dia adalah ibuku, Shafiyyah, aku mengejar ke arahnya dan mencapainya sebelum dia sampai kepada para jenazah.
Dia adalah wanita yang kuat dan memukul dadaku sambil berkata, “Menjauhlah dariku. Tanah ini bukan milikmu!”
Aku berkata, “Rasulullah dengan tegas melarangmu pergi ke sana.”
Dia kemudian menghentikan langkahnya dan mengeluarkan dua lembar kain dan berkata, “Aku telah membawa dua lembar kain ini untuk kakakku, Hamzah. Berita tentang wafatnya sudah sampai kepadaku dan aku ingin engkau menguburnya dengan ini.”
Kami kemudian membawa kain itu untuk menutupi Hamzah, tetapi di sebelahnya ditemukan seorang Ansar yang juga dibunuh dan dimutilasi seperti halnya Hamzah. Karena kami merasa tidak enak untuk menutupi Hamzah dengan dua lembar kain ini, sementara orang Ansar itu tidak memilikinya, kami memutuskan bahwa satu lembar akan digunakan untuk Hamzah dan yang lainnya untuk orang Ansar itu.
Setelah mengukur dua lembar kain itu, kami menemukan yang satu lebih besar dari yang lain. (Untuk memutuskan siapa yang akan memakai lembaran yang mana) kami kemudian menarik undian di antara keduanya dan menutupi masing-masing dengan lembaran yang jatuh ke undiannya.[1]
Ibnu Ishaq meriwayatkan:
Menurut apa yang telah disampaikan kepadaku, Shafiyyah binti Abdul Muthalib datang untuk melihatnya (Hamzah). Dia adalah saudara kandungnya (Hamzah) dan Nabi berkata kepada putranya, al-Zubair bin al-Awwam, “Temui dia dan bawa dia kembali sehingga dia tidak melihat apa yang telah terjadi kepada kakaknya.”
Dia berkata kepadanya, “Ibu, Nabi memerintahkanmu untuk kembali.”
Dia berkata, “Mengapa? Aku telah mendengar bahwa kakakku telah dimutilasi dan itu demi Allah (itu hal kecil). Dia telah mendamaikan kita sepenuhnya dengan apa yang telah terjadi. Aku akan tenang dan bersabar, insya Allah.”
Ketika Zubair kembali kepada Nabi dan melaporkan hal ini kepada beliau, dia menyuruhnya untuk meninggalkannya sendirian; jadi dia datang dan melihat Hamzah dan berdoa untuknya dan berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,” dan dia meminta pengampunan Allah untuknya. Kemudian Nabi memerintahkan agar dia dikuburkan.
Keluarga Abdullah bin Jahsy, yang merupakan putra dari Umaimah binti Abdul Muthalib, Hamzah adalah pamannya dari pihak ibu, dan dia telah dimutilasi dengan cara yang sama seperti Hamzah kecuali hatinya belum diambil, menegaskan bahwa Nabi telah menguburkannya (Abdullah bin Jahsy) di kuburan yang sama dengan Hamzah; tetapi aku mendengar riwayat itu hanya dari keluarganya.[2]
Abdullah bin Abbas meriwayatkan:
Ketika Hamzah terbunuh, (adik perempuannya) Shafiyyah, tanpa mengetahui apa yang telah terjadi, datang mencarinya.
Ketika dia bertemu (keponakannya) Ali (bin Abi Thalib) dan (putranya) Zubair (bin Awwam), Ali berkata kepada Zubair, “Katakan pada ibumu (bahwa kakaknya telah terbunuh).”
“Tidak,” jawab Zubair, “Engkau saja yang ke sana dan katakan kepada bibimu.”
“Bagaimana kabar Hamzah?” tanya Shafiyyah.
Kedua lelaki itu di depannya terlihat seperti tidak tahu apa-apa. Dia kemudian mendekati (keponakannya) Rasulullah saw, yang berkata, “Aku khawatir dengan kejiwaannya (jika dia tahu yang sebenarnya).”
Rasulullah meletakkan tangannya di dadanya dan berdoa. (Kemudian ketika beliau memberitahunya) dia menangis sambil berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.”
Rasulullah kemudian berdiri di dekat jenazah yang telah dimutilasi itu dan berkata, “Jika bukan karena ini akan menyebabkan wanita kami bersedih, aku tidak akan menguburkannya dan akan meninggalkannya dalam kondisi ini sehingga Allah akan membangkitkan dia dari perut hewan liar dan burung pemangsa.”
Setelah itu Rasulullah memberi instruksi agar semua syuhada didatangkan dan beliau mulai melakukan salat jenazah untuk mereka. Sembilan jenazah dibawa dan dibaringkan di samping Hamzah. Rasulullah melakukan salat dengan tujuh takbir. Jenazah-jenazah tersebut kemudian dibawa pergi sementara Hamzah ditinggalkan.
Setelah itu, sembilan jenazah lainnya dibawa dan Rasulullah melakukan salat jenazah untuk mereka dengan tujuh takbir. Jenazah-jenazah ini kemudian dibawa pergi, sedangkan Hamzah ditinggalkan.
Sekali lagi, sembilan jenazah lainnya dibawa dan Rasulullah melakukan salat jenazah untuk mereka dengan tujuh takbir juga. Jenazah-jenazah ini kemudian dibawa pergi, sedangkan Hamzah ditinggalkan. Hal ini terus berlanjut sampai Rasulullah telah melakukan salat jenazah untuk mereka semua.[3]
Masih berkaitan dengan salat jenazah Rasulullah untuk syuhada Uhud, Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas:
Diriwayatkan kepadaku bahwa Nabi memerintahkan agar Hamzah dibungkus dengan mantel; kemudian beliau mensalatkannya dan berkata “Allahu Akbar” tujuh kali. Kemudian para jenazah dibawa dan ditempatkan di samping Hamzah dan beliau mensalatkan mereka semua sampai beliau salat tujuh puluh dua kali.[4]
Ibnu Ishaq meriwayatkan:
Membahas tentang kesyahidan Hamzah, diriwayatkan bahwa ketika Shafiyyah binti Abdul Muthalib datang menemui kakaknya, Zubair menemuinya sambil berkata, “Wahai ibu! Ini adalah perintah dari Rasulullah bahwa engkau mesti kembali.”
Dia berkata, “Mengapa aku mesti (kembali)? Aku telah mendengar bahwa tubuh kakakku telah dimutilasi. Ini terjadi karena Allah dan kami ridha dengan itu (dengan keputusan Allah). Aku pasti akan bersabar dan berharap untuk mendapatkan pahala dari Allah.”
Ketika Zubair melaporkan perkataannya kepada Rasulullah, Rasulullah berkata, “Biarkan dia.”
Dia kemudian pergi ke tubuh Hamzah dan berdoa untuk pengampunannya. Rasulullah kemudian memberikan perintah agar dia dimakamkan.[5] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Bazar dari Ahmad dari Abu Yala, dikutip oleh Haithami (Vol 6, hlm 118), dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.2, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 604.
[2] Ibnu Ishaq, Sirat Rasul Allah, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh A Guillaume, The Life of Muhammad (Oxford University Press: Karachi, 1967), hlm 388.
[3] HR Hakim, sebagaimana dikutip dalam Ali bin Abdul Malik al-Hindi, Kanzul Ummal (Vol 5, hlm 170), dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Op.CIt., hlm 603-604.
[4] Ibnu Ishaq, Loc.Cit.
[5] Diriwayatkan tanpa sanad oleh Ibnu Ishaq, dikutip dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Ibid., hlm 604.