Ibn Khaldun (5): Otentisitas Karya (1)

in Tokoh

Last updated on April 4th, 2018 04:00 pm

Dalil terpenting dari Muqaddimah adalah bahwa masyarakat manusia itu niscaya keberadaannya. Sebagai konsekuensinya, manusia harus mengorganisir dirinya, dan hajat hidup bersama harus dikelola agar semua dapat memenuhi kebutuhannya. Pada titik ini, kebutuhan manusia akan pemimpin yang adil dan dapat dipercaya menjadi niscaya.

—Ο—

 

Salah satu keheranan sebagaian orang pada karya Ibn Khaldun, adalah klaim orisinilnya. Tidak sedikit orang yang ketika menyimak diskusi yang dipaparkan dalam Muqaddimah, merasakan bahwa itu bukan hal baru, karena memang seharusnya seperti itu memahami sejarah. Anggapan ini sebenarnya muncul belakangan, ketika karya tersebut sudah menyebar luas dan mempengaruhi kerangka pemikiran para sarjana. Tapi bila dibanding dengan karya-karya sejarah yang lahir sebelumnya, Muqaddimah bisa dianggap sebagai kajian sejarah ilmiah pertama di dunia.[1]

Terkait dengan klaim orisinalitas tersebut, Ibn Khaldun pun sebenarnya menyatakan keheranannya, mengapa ilmu ini tidak ditemukan sebelum-sebelumnya? Ini ia ungkapkan di dalam Muqaddimah sebagai berikut:

Sungguh, saya belum pernah menemukan sebuah kajian oleh siapapun tentang hal ini. Saya tidak tau apakah ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari hal itu, tapi tidak ada alasan untuk mencurigai mereka (bahwa mereka tidak menyadari hal itu). Bisa jadi mereka pernah menulis panjang lebar tentang topik ini, tapi karya mereka tidak sampai ke tangan kita. Ada begitu banyak cabang ilmu pengetahuan. Ada banyak orang bijak di antara bangsa-bangsa manusia. Pengetahuan yang tidak sampai pada kita lebih banyak daripada yang sampai. Dimana kini ilmu orang-orang Persia yang diperintahkan oleh Umar untuk dimusnahkan pada saat penaklukan?! Dimana kini ilmu bangsa Kalden, Suriah, dan Babilonia, serta hasil dan prestasi para ilmuwan mereka? Dimana kini ilmu bangsa Kopti, pendahulu mereka? Ilmu-ilmu bangsa Yunani sampai ke tangan kita, karena diterjemahkan melalui usaha Khalifah al-Ma’mum. (Usahanya di bidang ini) berhasil, karena ia memiliki banyak penerjemah yang bekerja untuknya dan mengeluarkan banyak uang untuk itu. Tentang ilmu bangsa-bangsa lain, kami tidak memperhatikannya.”[2]

Sebagaimana sudah disampaikan pada edisi sebelumnya, bahwa Buku Satu atau Muqaddimah dari Kitab al-‘Ibar, terdiri dari satu buah pengantar dan enam bab. Di sinilah Ibn Khaldun memancangkan dasar-dasar teoritis dari karyanya. Bila diringkas, teori dasar Ibn Khaldun sebenarnya mengatakan bahwa hanya pengetahuan tentang sifat masyarakat lah yang akan membawa seorang sejarawan mampu mengkonstruksi informasi sejarah secara tepat.

Menurut Ibn Khaldun, secara garis besar, masyarakat itu sendiri dapat di bagi menjadi dua, yaitu masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden), dan masyarakat yang menetap. Masyarakat nomaden juga memiliki sifat yang berbeda-beda, tergantung pada jenis lingkungannya, di gunung, di gurun, atau di padang rumput. Perbedaan ruang hidup mempengaruhi juga sifat-sifat masyarakatnya. Demikian juga dengan masyarakat yang menetap. Akan berbeda sifat-sifat antara masyarakat desa, kota, dan metropolitan.

Pada tahap selanjutnya, untuk menjelaskan tentang faktor-faktor penentu masyarakat atau hal-hal yang secara esensial mempengaruhi masyarakat itulah, enam bab muqaddimah di susun sebagai berikut: Bab pertama, mendiskusikan masyarakat manusia pada umumnya, jenisnya dan wilayah hunian di bumi; Bab kedua, mendiskusikan tentang masyarakat nomaden; Bab ketiga, mendiskusiakan tentang dinasti-dinasti, otoritas khalifah, dan kerajaan; Bab empat, mendiskusikan tentang masyarakat menetap; Bab kelima, mendiskusikan tentang keterampilan dan ragam pekerjaan suatu masyarakat; dan Bab keenam, mendiskusikan tentang ilmu pengetahuan dan penguasaannya. Dari keseluruhan pembahasan inilah kemudian, muqaddimah sering juga disebut sebagai induk teoritis dari ilmu masyarakat manusia.

Menurut Syed Farid Alatas, ilmu masyarakat manusia yang digagas Ibn Khaldun terdiri dari tiga komponen; pertama, Muqaddimat atau dalil-dalil tentang ilmu masyarakat manusia; kedua, teori tentang penurunan dan keruntuhan negara; ketiga, metode.

Tentang Muqaddimat atau dalil-dalil, terdapat enam dalil, tapi menurut Syed Farid Alatas, keenam dalil tersebut dapat di ringkas menjadi tiga proposisi, yaitu; pertama, bahwa masyarakat manusia itu niscaya; kedua, manusia terpengaruh secara fisik, psikologis, dan sosial oleh lingkungan fisiknya; dan ketiga, manusia terhubung dengan dunia spiritual, yang berada di luar persepsi indra. Dan bila diperas lagi dalil-dalil tersebut, maka yang terpenting dari ketiganya, adalah bahwa masyarakat manusia itu niscaya keberadaannya.[3]

Dalam kerangka ini, bahwa masyarakat manusia itu niscaya keberadaannya, tidak perlu dibuktikan lagi. Menurut Ibn Khaldun, dalil ini adalah proposisi yang semestinya diterima oleh logika manusia. Menurutnya, “pernyataan-pernyataan sebelumnya menegaskan bahwa keberadaan objek (kajian) dalam studi tertentu merupakan hal yang alami. Seorang sarjana dari disiplin tertentu tidak harus membuktikannya, karena hal itu dapat diterima secara logika sehingga seorang sarjana disiplin tertentu tidak perlu membuktikan keberadaan objek kajiannya. Di sisi lain, para ahli logika menganggap pembuktian itu tidak dilarang. Jadi pembuktian itu merupakan kerja manasuka.[4]

Dewasa ini, para ilmuwan sosial hampir semua menyepakati proposisi bahwa manusia adalah mahluk sosial, yang membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupannya. Sebagai konsekuensinya, manusia harus bekerja sama, dan bersatu demi mempertahankan diri. Menurut Ibn Khaldun, untuk bertahan hidup, manusia harus mengorganisir dirinya, dan hajat hidup bersama harus dikelola agar semua dapat memenuhi kebutuhannya. Pada titik ini, menurutnya, kebutuhan manusia akan pemimpin yang adil dan dapat dipercaya menjadi niscaya.[5]

Bersambung…

Ibn Khaldun (5): Otentisitas Karya (2)

Sebelumnya:

Ibn Khaldun (4); Sebab-sebab Terjadinya Kesalahan Informasi Sejarah

Catatan kaki:

[1] Lihat, The Rise And Fall Of Empires: Ibn Khaldun’s Theory Of Social Development, https://qcurtius.com/2015/05/08/the-rise-and-fall-of-empires-ibn-khalduns-theory-of-social-development/, diakses 20 Maret 2018

[2] Lihat, Abd Ar Rahman bin Muhammed ibn Khaldun, The Muqaddimah, Translated by Franz Rosenthal

[3] Lihat Syed Farid Alatas, “Ibn Khaldun; Biografi Intelektual dan Pemikiran Sang Pelopor Sosiologi”, Bandung, Mizan, 2013. Hal. 76

[4] Lihat, Abd Ar Rahman bin Muhammed ibn Khaldun, The Muqaddimah, Op Cit

[5] Ibn Khaldun mengistilahkan kepemimpinan ini dengan al-Mulk, yang bisa berarti kerajaan, atau sistem kekuasaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*