Ibnu Bathuthah, Penjelajah Terbesar Sepanjang Masa (11): Isfahan dan Shiraz

in Travel

Last updated on February 3rd, 2018 11:43 am

“Di seluruh Timur tidak ada kota yang mendekati Damaskus dalam keindahan pusat perdagangan, kebun buah dan sungai, dan kerupawanan penduduknya, kecuali Shiraz.”

–O–

Setelah beberapa hari meninggalkan kota Idhaj, Sultan Atabeg yang gemar mabuk mengirimkan beberapa Dinar untuk Ibnu Bathuthah, teman-teman seperjalanan Ibnu Bathuthah juga turut kebagian dengan jumlah yang sama. Pemberian tersebut sebagai hadiah perpisahan dan barangkali juga sebagai ucapan terimakasih atas nasihat Ibnu Bathuthah untuk Sultan. Sebelumnya Ibnu Bathuthah pernah menyampaikan kritik tajam terhadap Sultan karena suka mabuk-mabukan. Berdasarkan info dari pembantu Sultan, Ibnu Bathuthah adalah satu-satunya orang yang berani mengkritik Sultan.[1]

Sepuluh hari selanjutnya, Ibnu Bathuthah beserta rombongan melewati daerah pegunungan yang masih daerah kekuasaan Sultan Atabeg. Setiap malam Ibnu Bathuthah bermalam di madrasah yang ada di sepanjang perjalanan. Beberapa dari Madrasah tersebut terletak di lokasi yang benar-benar terpencil. Walaupun demikian, segala kebutuhan Madrasah terpenuhi, karena sepertiga dari pendapatan negara dialokasikan untuk fakir miskin dan madrasah-madrasah.[2]

 

Isfahan

Sebelum mencapai Isfahan (di masa kini merupakan salah satu kota di Iran), Ibnu Bathuthah melewati dataran yang luas di mana air mengalir di mana-mana. Dia juga melewati beberapa kota seperti Ushturkan dan Firuzan. Keesokan harinya mereka berjalan melalui daerah perkebunan buah-buahan, dengan pedesaan dan sungai-sungai yang sangat indah, di mana-mana terlihat menara merpati. Pada sore hari mereka sampai di Isfahan atau Ispahan, atau oleh orang-orang Irak disebut al-‘Ajam.[3]

Isfahan adalah salah satu kota terbesar dan paling indah. Kota ini kaya akan buah-buahan, di antara produk unggulan mereka adalah aprikot dengan kualitas yang tiada bandingannya, dengan almond manis di bijinya; quince (sejenis apel atau pir) yang rasa manis dan ukurannya tiada tanding; dan anggur dan melon yang sangat menarik. Sementara itu orang-orangnya rupawan, kulit mereka putih kemerahan, sangat berani, murah hati, dan mereka selalu berlomba-lomba untuk mengenakan pakaian yang bagus.[4]

Isfahan adalah salah satu kota lainnya yang pertama kali dihancurkan oleh pasukan Mongol. Namun, di kemudian hari, pemimpin Mongol lainnya yang bernama Timurlang menghancurkan kembali Isfahan dengan kerusakan yang lebih parah. Penyerangan Timurlang ke Isfahan menyebabkan lebih dari 70.000 orang mati. Konon, karena saking banyaknya orang yang terbunuh, ketika pasukan Timurlang menumpuk kepala para korban, tumpukan tersebut sampai menggunung.[5]

Artikel terkait:

 

Shiraz

Ibnu Battuta mengunjungi Shiraz (sekarang salah satu kota di Iran) setelah menempuh perjalanan sejauh 500 km ke selatan. Shiraz tidak dihancurkan oleh bangsa Mongol karena terlalu jauh di selatan dan terlalu panas bagi suku penggembala padang rumput tersebut (orang-orang Mongol). Kota ini tidak mengalami kerusakan apapun, dan penduduknya membuka gerbang bagi para pengungsi yang melarikan diri dari utara. Kehadiran para pengungsi yang terdidik memberikan efek positif bagi Shiraz, mereka memberikan pengaruh bagi perkembangan kebudayaan, sastra, dan seni.[6]

Dari Isfahan menuju Shiraz, Ibnu Bathuthah membutuhkan 10 hari perjalanan. Ibnu Bathuthah menggambarkan Shiraz sebagai. “kota berpenduduk padat, dibangun dengan baik dan direncanakan dengan mengagumkan”. Penduduk Shiraz mempunyai fisik yang rupawan, dan mereka berpakaian dengan sangat bersih. “Di seluruh Timur tidak ada kota yang mendekati Damaskus dalam keindahan pusat perdagangan, kebun buah dan sungai, dan kerupawanan penduduknya, kecuali Shiraz,” kata Ibnu Bathuthah.[7]

“Orang-orang Shiraz shaleh dan jujur, terutama para perempuannya, mereka memiliki kebiasaan aneh. Setiap Senin, Kamis, dan Jumat mereka datang ke masjid utama untuk mendengarkan khotbah, seribu atau dua ribu orang, masing-masing membawa kipas untuk dikipaskan kepada dirinya karena panas yang amat sangat. Aku belum pernah melihat di mana pun berkumpulnya perempuan dengan jumlah yang begitu banyak,” Ibnu Bathuthah menambahkan.[8]

Kota Shiraz terkenal dengan makam, masjid, kebun, dan pusat perdagangannya yang indah, yang semuanya dijelajahi oleh Ibnu Bathuthah sekitar dua minggu. Walaupun bangunan-bangunan di Shiraz dipugar dan diubah dari waktu-waktu, namun para turis tetap datang berduyun-duyun ke sana untuk melihat ke tempat yang sama.[9]

Artikel terkait:

Makam Amir Ahmad bin Musa Kazhim di masa kini. Photo: Amusing Planet
Makam Amir Ahmad sekarang berada di dalam Masjid Shah Cheragh. Photo: Thomas Pagano

Makam adalah tujuan ziarah paling favorit di Shiraz, di sana terdapat makam dua bersaudara yang melarikan diri dan berlindung dari Siraz karena penganiayaan Dinasti Abbasiyah terhadap Islam Syiah (salah satunya diketahui bernama Amir Ahmad meninggal atau dibunuh pada 835). Makam dua bersaudara tersebut awalnya hanya makam sederhana, namun pada abad ke-14 Ratu Tashi Khatun yang shalehah dan dikenal mencintai seni mendirikan sebuah masjid dan sekolah teologi di lingkungan makam tersebut.[10] Informasi lain mengatakan bahwa makam dua bersaudara tersebut adalah makam dari anak-anak Imam Musa Kazhim, Imam ketujuh umat Islam mahzab Syi’ah.[11] (PH)

Bersambung ke:

Ibnu Bathuthah, Penjelajah Terbesar Sepanjang Masa (12): Syekh Majd ad-Din Ismail dan Syekh Abdallah ibnu Khafif

Sebelumnya:

Ibnu Bathuthah, Penjelajah Terbesar Sepanjang Masa (10): Persia

Catatan Kaki:

[1] Ibn Battuta, Travels In Asia And Africa 1325-1354, (London: Routledge & Kegan Paul Ltd, Broadway House, Carter Lane; 1929), diterjemahkan dari bahasa Arab ke Inggris oleh H.A.R Gibb, hlm 89-90.

[2] Ibid., hlm 90-91.

[3] Ibid., hlm 91.

[4] Ibid.

[5] Nick Bartel, “The Travels of Ibn Battuta, Iraq and Persia: 1326 – 1327”, dari laman https://orias.berkeley.edu/resources-teachers/travels-ibn-battuta/journey/iraq-and-persia-1326-1327, diakses 2 Februari 2018.

[6] Ibid.

[7] Ibn Battuta, Ibid., hlm 92.

[8] Ibid.

[9] Nick Bartel, Ibid.

[10] Ibid.

[11] “Menengok Masjid Shah Cheragh di Iran yang Berhiaskan Kilauan ‘Berlian’”, dari laman https://kumparan.com/@kumparantravel/menengok-masjid-shah-cheragh-di-iran-yang-berhiaskan-kilauan-berlian#FVD8ijTkJlgJC7dz.99, diakses 2 Februari 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*