Interaksi Subjek dan Objek (1)

in Studi Islam

Last updated on January 14th, 2023 08:05 am

Alam wujud dan segala sesuatu pada dasarnya saling terkait dan saling mempengaruhi, persis seperti hubungan antara orang yang bercermin dan bayangan yang terpantul darinya. Jadi, keadaan alam raya dan segenap isinya tak lain dari refleksi diri kita sendiri.”

Sumber gambar: orami.co.id

Alkisah, seekor anjing memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan cermin. Begitu melihat dirinya dalam cermin, anjing itu langsung menggonggong. Cermin pun otomatis memantulkan bayangan anjing yang juga sedang menggonggong. Melihat anjing dalam cermin yang juga ikut menggonggong, anjing ini pun makin keras menggonggong. Akhirnya, dalam derita kelelahan yang dahsyat, anjing ini menemui ajalnya.

Tak lama berselang, anjing kedua masuk. Dengan wajah tersenyum dan riang, anjing kedua ini langsung menemukan bayangannya yang juga tersenyum dan riang di dalam cermin. Dan keriang-gembiraan inipun lantas memenuhi ruangan itu dengan atmosfir persahabatan dan kemesraan.

Ilustrasi di atas menggambarkan hubungan antara subjek dan objek yang diamati, hubungan antara keadaan subjektif dan keberadaan objektif, hubungan antara alam pikiran dan dunia luar. Satu objek yang sama, baik abstrak maupun konkret, bisa ditanggapi secara berbeda-beda oleh orang yang berbeda atau oleh orang yang sama dalam keadaan yang berbeda.

Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi rangsangan dari luar dirinya atau gagasan tertentu sesuai dengan keadaannya masing-masing. Dan karena keadaan seseorang senantiasa berubah-ubah, maka satu orang dapat menangkap suatu pesan dan gagasan yang sama secara berbeda dalam waktu dan keadaan yang berbeda.

Selain itu, secara psikologis telah terbukti bahwa manusia menerapkan perhatian yang selektif (selective attention). Seringkali apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Jelas bahwa ada kecenderungan dalam diri kita untuk melihat apa yang ingin kita lihat dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan perhatian ini timbul dari faktor-faktor subjektif dalam diri kita.[1]

Motif, sikap, kebiasaan dan kemauan mempengaruhi apa yang kita perhatikan dan kita pikirkan. Dalam perjalanan naik gunung, geolog akan memperhatikan bebatuan; ahli botani akan memperhatikan tetumbuhan, ahli zoologi akan memperhatikan binatang; ahli matematika akan memperhatikan pola geometris; orang beragama akan senantiasa bertasbih menggumamkan kebesaran Allah. Jadi, objek yang kita perhatikan sebenarnya berbicara tentang siapa kita.

Dalam ilmu akhlak sering dikatakan bahwa teman kita adalah cemin diri kita. Sehubungan dengan itu, Rasulullah SAW pernah bersabda: “من جالس جانس” (Temanmu adalah serupamu). Dalam ungkapan lain, beliau SAW bersabda: “انّ الطيور على اشباهها تقع” (Burung akan berkawan dengan sejenisnya). Jadi, lingkungan adalah cerminan diri kita sendiri.

Dalam ilmu komunikasi dikatakan bahwa words don’t mean; people mean (kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberikan makna padanya).

Kalau Anda mengatakan kepada anak kecil “mainan”, maka yang terbayang di benaknya adalah seperangkat mobil-mobilan, boneka, dan yang semacamnya. Tetapi, kata “mainan” di benak orang dewasa bisa berarti “tipuan”. Ketika seorang pejabat militer berbicara tentang “pengamanan”, kelompok-kelompok separatis akan memaknainya sebagai “tindakan-tindakan represif”.

Riset medis dan ilmiah menunjukkan bahwa apa yang kita anggap atau kita percayai sebagai nyata lebih penting daripada benda-benda yang dapat kita sentuh, kita cicipi, dan kita ukur. Tulis Herbert Benson dan William Proctor: “Yang penting adalah bagaimana kita menafsirkan kenyataan atau bagaimana kita ‘melihat’ dunia konkret di sekeliling kita.

Dengan kata lain, kekuatan dan potensi kita untuk sehat dibentuk oleh cara berpikir kita, negatif ataupun positif. Seorang filosof Roma abad pertama, Epictetus, pernah menyatakan, ‘Manusia terganggu bukan oleh benda-benda, melainkan oleh pendapatnya tentang benda-benda.’”[2]

Dalam bidang kedokteran, fenomena plasebo menunjukkan hubungan subjek-objek di atas. Plasebo adalah pil bohongan alias tepung yang dibentuk seperti pil. Ternyata, ketika diberikan kepada pasien, plasebo ini mempunyai efek menyembuhkan yang sama dengan pil sebenarnya.

Dalam riset, sejumlah besar pasien bisa sembuh hanya dengan diberi plasebo. Plasebo ukuran besar punya efek yang lebih ampuh dibandingkan dengan plasebo ukuran kecil. Warna-warna plasebo tertentu punya efek lebih kuat dibandingkan dengan warna-warna lain. Barangkali itulah makna kata-kata Imam Ali ra yang berbunyi: “دائك منك و دوائك فيك” (Penyakitmu dari dirimu, dan obatnya ada padamu).

Dalam pandangan mekanika quantum hubungan subjek dan objek dapat dilihat sebagai penentu penting bagi apa yang diamati dan bagaimana partikel terbentuk. Partikel itu ada dan dapat diamati hanya dalam hubungan dengan sesuatu yang lain. Mereka bukanlah eksistensi yang bebas dan berdiri sendiri.

Hubungan yang tidak terlihat antara segala sesuatu yang semula kita anggap saling terpisah merupakan unsur dasar dari semua maujud. Alam wujud dan segala sesuatu pada dasarnya saling terkait dan saling mempengaruhi, persis seperti hubungan antara orang yang bercermin dan bayangan yang terpantul darinya. Jadi, keadaan alam raya dan segenap isinya tak lain dari refleksi diri kita sendiri.[3] (MK)

Bersambung

Catatan kaki:


[1] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya 1993, hal. 53.54.

[2] Herbert Benson & William Proctor, Dasar-dasar Respons Relaksasi, Kaifa 2000, hal. 32.

[3] Lebih jauh, lihat: Fritjof Capra, The Tao of Physics, Bantam Books 1997, dan Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, Mizan 2002. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*