“Istana Alhambra menjadi saksi bisu bagaimana raja terakhir Bani Ahmar bernama Muhammad XII – atau dikenal sejarawan barat sebagai Boabdil – mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan Salib selama 8 bulan. Hingga akhirnya Muhammad XII mengakui kekalahannya dan mengajukan perdamaian dengan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabellah. Perjanjian damai tersebut dilakukan pada tanggal 25 November 1491 di halaman Istana Alhambra.”
—Ο—
Adapun bagian ketiga dari Istana Alhambra, yaitu Istana Singa (the Palace of the Lions) atau Palacio de los Leones. Bila Istana Comares menjadi penting karena terdapat singgasana sultan di dalamnya, maka Istana Singa adalah mahkota dari keseluruhan keindahan yang ada di Alhambra. Inilah mahakarya artistik yang menjadi puncak kemegahan Alhambra.
Istana ini dibangun oleh Sultan Muhammad V sebagai rumah peristirahatnnya. Letaknya tepat bersebelahan dengan Istana Comares. Pada masa Islam berkuasa, tidak ada jalan yang menghubungkan kedua bangunan ini. Barulah ketika Katholik berkuasa, dibuat jalan yang menghubungkan keduanya.[1]
Dinding Istana Singa dipenuhi dengan dekorasi kaligrafi bercorak Kufi. Kaligrafi tersebut berisi puisi-puisi karya tiga penyair terkenal Alhambra, yaitu Ibn al-Yayyab (1274-1349), Ibn al-Jatib (1313-1375) dan Ibn Zamrak (1333-1393). Di antara mereka, Ibn Zamrak dianggap sebagai penyair Alhambra yang paling cemerlang. Semasa hidupnya, Ibn Zamrak juga sempat menjabat sebagai sekretaris kanselir kerajaan dan perdana menteri.[2]
Salah satu situs yang paling terkenal dari istana ini adalah Taman Singa (Hausyus Sibb/ Patio de los Leones) yang terletak di tengah-tengah istana dan designnya terintegrasi dengan bangunan istana. Taman ini dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Tiang-tiang tersebut berfungsi menopang teras yang diukir secara detail hingga ke puncaknya dengan tingkat kesulitan sangat tinggi.
Ikon dari seluruhan keindahan seni di taman ini adalah kolam air mancur (Patio de los Leones) yang dihiasi dengan 12 patung singa yang berbaris melingkar, dan dari mulut patung-patung singa tersebut keluar air yang memancar. Di atas punggung patung-patung singa tersebut terdapat kolam atau baskom, yang terdapat ukiran puisi di cekungannya. Puisi tersebut diduga adalah karya Ibn Zamrak, penyair Alhamra paling termasyur.[3]
Menurut informasi dari situs http://islamic-arts.org, sistem hidrolik pada air mancur ini masih asli buatan abad ke 14 M. Menariknya, hingga kini, sistem tersebut masih bekerja secara baik dengan tekanan air yang konstan.[4]
Disamping sebagai icon hiasan istana, kolam air mancur singa berfungsi sebagai titik pusat design Istana Singa. Dari sini, air mengalir ke empat penjuru mata angin yang berujung pada teras yang menuju pada empat ruangan utama di Istana tersebut, yaitu; The Sala de las Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”) di bagian utara; The Hall of the Abencerrajes di bagian selatan; The Hall of The Kings (The Sala de los Reyes) di bagian timur; dan The Court of the Lions (Sala de los Mocdrabes) di bagian barat.[5] Dekorasi dinding keempat ruangan utama di istana ini menampilkan karya seni yang luar biasa. Dan yang paling mengagumkan banyak pengunjung adalah motif ukiran yang berada langit-langitnya.
Tidak seperti namanya, The Sala de las Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”) yang artinya Aula Dua Saudari. Ruangan ini disebut demikian, karena di dinding ruangan tersebut terdapat dua motif marmer yang sama atau kembar. Itu sebabnya disebut sebagai Aula Dua Saudari. Pada masa kesultanan Bani Ahmar, ruangan ini merupakan kediaman permaisuri atau ibu suri. Pada masa akhir kesultanan Islam di Alhambra, ruangan ini menjadi tempat pemukiman ibunda Sultan Muhammad XII, sultan terakhir Bani Ahmar.[6]
Selanjutnya, dari Aula Dua Saudari, bila berjalan ke kiri, terdapat ruangan besar yang disebut Hall of the Kings (Sala de los Reyes). Disebut demikian, karena di salah satu langit-langit kubah ruangan ini, terdapat lukisan 10 orang Sultan yang pernah memerintah di tempat ini. Pada masa pemerintahan Katholik, ruangan ini dikenal juga dengan nama Justice Hall (Sala de la Justicia), karena tempat ini dijadikan sebagai ruang Pengadilan (Tribunal) pada abad ke-18.[7]
The Hall of the Kings adalah yang ruangan terbesar di Istana Singa. Ruangan ini dibagi menjadi tujuh bagian: tiga kamar persegi empat sama sisi, dipisahkan oleh dua bagian persegi panjang dan dua kamar tidur di ujungnya. Langit-langit ruangan ini cukup bervariasi. Selain lukisan para Sultan yang terletak di kubah paling tengah, terdapat dua lagi kubah yang berisi lukisan. Sedang sisanya, motif langit-langitnya mirip dengan motif langit-langit di The Sala de las Dos Hermanas.[8]
Dari ruangan The Hall of the Kings, terus ke kiri, maka kita akan menemukan The Hall of the Abencerrajes, yang terletak di sebelah selatan, atau berhadap-hadapan dengan The Sala de las Dos Hermanas (“Hall of the Two Sisters”). Abencerrajes adalah nama sebuah faksi atau keluarga yang pernah dieksekusi secara bersamaan di ruangan tersebut. Untuk mengenang tragedi tersebut, maka ruangan ini dinamakan dengan namanya.[9]
Terlepas dari kisah tragis yang melatari nama ruangan tersebut, The Hall of the Abencerrajes memiliki keindahan artistik tiada tara. Dindingnya dipahat dengan sangat detail hingga ke puncaknya. Dan salah satu yang paling memikat dari ruangan ini adalah dinding atas dan langit-langitnya.
Adapun ruangan besar terakhir, yang terletak di sebalah barat Istana Singa benama The Court of the Lions (Sala de los Mocdrabes). Bila dibanding dengan tiga ruangan besar lainnya, ruangan ini adalah yang paling sederhana dekorasinya. Tapi ruangan ini dianggap cukup penting mengingat inilah jalan masuk yang menghubungkan Istana Comares dengan Istana Singa.[10]
Istana Alhambra menjadi saksi bisu bagaimana raja terakhir Bani Ahmar bernama Muhammad XII – atau dikenal sejarawan barat sebagai Boabdil – mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan Salib selama 8 bulan. Hingga akhirnya Muhammad XII mengakui kekalahannya dan mengajukan perdamaian dengan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabellah. Perjanjian damai tersebut dilakukan pada tanggal 25 November 1491 di halaman Istana Alhambra. Dalam isi perjanjian tersebut dikatakan bahwa Muhammad XII dan rakyatnya harus meninggalkan tanah Spanyol paling lama 2 bulan setelah perjanjian tersebut ditandatangani. Setelah tenggat waktu tersebut habis, maka kebijakan inkuisisi akan diberlakukan. Dimana kaum Muslimin yang masih berada di Spanyol akan dibunuh atau dipaksa pindah agama.[11]
Dan demikianlah, pada awal tahun 1942, tanah Spanyol sudah bersih dari kaum Muslimin. Tapi Istana Alhambra hingga kini masih berdiri megah di puncak bukit La Sabica, Granada, Spanyol. Menjadi saksi bisu kejayaan Islam di Andalusia, sekaligus sebagai saksi terakhir yang melepas kepergian kaum Muslimin dari Semenajung Iberia. (AL)
Selesai
Sebelumnya:
Istana Alhambra: Saksi Bisu Kejayaan dan Keruntuhan Islam di Spanyol (2)
Catatan kaki:
[1] Lihat, http://islamic-arts.org/2013/the-alhambra/, diakses 27 Oktober 2018
[2] Lihat, https://www.alhambradegranada.org/en/info/epigraphicpoems.asp, diakses 25 Oktober 2018
[3] Ibid
[4] Lihat http://islamic-arts.org/2013/the-alhambra/, Op Cit
[5] Ibid
[6] Lihat, Hall of the Two Sisters, https://www.alhambradegranada.org/en/info/nasridpalaces/hallofthetwosisters.asp, diakses 23 Oktober 2018
[7] Lihat, Hall of the Kings, https://www.alhambradegranada.org/en/info/nasridpalaces/hallofthekings.asp, diakses 23 Oktober 2018
[8] Ibid
[9] Menurut sumber yang lain, Abencerrajes adalah nama seorang ksatria yang dipenggal kepalanya oleh Sultan. Lihat, The Hall of the Abencerrajes, https://www.alhambradegranada.org/en/info/nasridpalaces/halloftheabencerrajes.asp, diakses 23 Oktober 2018
[10] Lihat, Hall of the Mocarabes, https://www.alhambradegranada.org/en/info/nasridpalaces/hallofthemocarabes.asp, diakses 23 Oktober 2018
[11] Lihat, Eamonn Gaeron, “Turning Points in Middle Eastern History”, USA, The Teaching Company, 2016, Hal. 191