Kaum Quraisy (12): Abrahah dan Percaturan Politik Dunia (3)

in Studi Islam

Last updated on May 14th, 2019 02:13 pm

Dari informasi sejarah tentang pembangunan gereja oleh Abrahah, terlihat sekali bahwa mega-proyek tersebut disokong oleh sebuah konsorsium kekuatan dunia, yaitu Bizantium dan sekutunya. Tujuan mereka tidak lain untuk mereduksi pamor Kota Makkah sebagai pusat ekonomi dan perdagangan terbesar di dunia kala itu.

Gambar ilustrasi. Sumber:
steamcommunity.com

Ketika An-Najasyi, penguasa Habasyah di Ethiopia mendengar kisah terbunuhnya Aryath di tangan Abrahah, dia marah besar. Dia bersumpah, bahwa dia tidak akan melepaskan Abrahah hingga dia menginjak wilayah kekuasaannya dan memotong ubun-ubunnya. Sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Hisyam, “ketika mendengar sumpah An-Najasyi, Abrahah mencukur rambutnya dan mengisi kantong kulit dengan tanah Yaman, kemudian mengirimkannya kepada An-Najasyi.”[1]

Kemudian Abrahah menulis surat untuk An-Najasyi, dan dalam suratnya dia berkata, “Wahai padukan, Aryath hanyalah budakmu, dan aku juga budakmu. Dia maju melawanku dengan maksud melemahkan kekuatan kerajaanmu dan membantai pasukanmu. Aku (sudah) memintanya untuk berhenti memerangiku sampai-sampai aku mengirim utusan kepada anda (untuk menkonfirmasi). Jika saja, anda memerintahkan dia untuk berhenti menyerang saya, (baiklah), aku akan menyerahkan kepadanya semua kekuatanku. Tapi, dia menolak untuk menerima apa pun selain memerangiku. Dengan demikian aku menyerangnya dan mendapatkan keunggulan atas dirinya. Setiap kekuatan yang aku miliki adalah milik mu wahai padauka. Tetapi aku telah mendengar bahwa anda telah bersumpah untuk tidak berhenti sampai anda menumpahkan darah ku dan menyerbu wilayah kekuasaanku. Oleh karena itu bersama surat ini aku telah mengirimkan kepada Anda botol yang berisi darah ku dan tas kulit yang berisi tanah dari wilayah kekuasaan ku. Dengan cara ini, Anda akan dapat mengamankan pembebasan dari sumpah Anda. Saya meminta selesaikan nikmatmu atasku, wahai paduka, karena aku hanyalah budakmu, segala kekuatan dan kemegahan yang aku miliki adalah kekuatan dan kemegahanmu.”[2]

Ketika surat Abrahah sampai kepada An-Najasyi, dia melihat ada ketulusan dalam isi surat tersebut. Dan dia menghargai hal tersebut. Akhirnya dia merestui Abrahah sebagai gubernur kekaisaran Habasyah di Yaman. Dia menulis surat balasan kepada Abrahah. Dalam surat tersebut An-Najasyi berkata, “Engkau harus tetap bertahan di Yaman, hingga engkau mendapat perintah dariku.” Abrahah pun tetap menetap di Yaman. [3]

Dalam waktu singkat Abrahah mampu menunjukkan dirinya sebagai sosok yang bisa diandalkan oleh An-Najasyi. Dia mampu melihat celah untuk meningkatkan nilai stategis dan ekonomi wilayah kekuasaannya. Imperium Yaman – yang terletak di sepanjang pesisir selatan Jazirah Arabia, membentang dari bibir Teluk Aden pada satu sisi, dan berada di bibir Teluk Persia di sisi lain – memiliki potensi geo-strategis yang luar biasa. Baik Teluk Aden maupun Teluk Persia adalah dua pintu gerbang menuju kawasan Asia dan Eropa. Dari kedua gerbang inilah kapal-kapal dari segala penjuru bumi hilir mudik membawa barang-barang berharga. Yang dibutuhkan oleh Abarahah hanya membangun kapasitas wilayahnya, agar para pedagang tersebut memiliki alasan untuk singgah di Yaman.

Peta wilayah Jazirah Arabia (Semenajung Arabia) yang diapit oleh dua jalur penting, yaitu Teluk Persia di Timur, dan Teluk Aden di barat. Sumber gambar:
Encyclopedia Britannica

Bisa diduga bahwa inspirasi Abaraha merujuk pada kesuksesan Kota Makkah. Bagaimana kota gurun pasir itu mampu membangun kapasitas dirinya hingga menjadi sebuah metropolitan terbesar di muka bumi. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia berdatangan setiap tahun ke kota itu, tidak hanya melakukan ibadah haji, tapi juga berdagang serta melakukan aktifitas ekonomi lainnya. Dan Abrahah melihat, dari semua aset strategis yang dimiliki oleh Kota Makkah, Kabah adalah inti dari semuanya. Bangunan kuno tersebut, telah menjadi magnet paling kuat yang membuat hati manusia terpaut pada Kota Makkah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Abrahah memutuskan untuk membangun sebuah gereja paling besar dan megah yang pernah dikenal manusia. Untuk kebutuhan membangun gereja ini, Abrahah sengaja memohon kepada Kaisar Bizantium agar mengirimkannya pekerja dan seniman terbaik dari Romawi. Dan permintaan tersebut dikabulkan.[4] Ketika bangunan tersebut telah selesai, barulah dia melaporkan pada An-Najasyi, “Paduka raja, untukmu, aku telah membangun gereja megah yang belum pernah dibangun untuk raja sebelummu. Aku tidak berhenti membangun gereja, hingga berhasil mengalihkan haji orang-orang Arab kepadanya.”[5]


Situs yang diidentifikasi sebagai tempat gereja Abarahah berdiri (yang berbentuk pagar melingkar). Situs ini berada di Kota Sanaa, Yaman, yang dikenal dengan nama Ghurqat al-Qalis/al-Qullays. Sumber gambar: islamiclandmarks.com
Situs al-Qullays, tampak dari atas. Situs ini berupa lobang besar yang dipagari oleh batu. Sedianya orang-orang akan melakukan tawaf di situs ini, sebagai pengganti ritual tawaf di Kabah. Konon di dalam lobang ini, ada dua buah pintu yang memanjang sejauh 5 km. Situs ini sekarang sudah menjadi salah satu warisan dunia yang dilindungi oleh UNECSO. Sumber gambar: Wikipedia.com

Dari informasi sejarah tentang pembangunan gereja oleh Abrahah, terlihat sekali mega-proyek tersebut disokong oleh sebuah konsorsium kekuatan ekonomi dunia, yaitu Bizantium dan sekutunya. Tujuan mereka tidak lain untuk mereduksi pamor Kota Makkah sebagai destinasi utama para pebisnis di dunia kala itu. Dari fakta ini saja bisa di duga, bahwa Kota Makkah pada masa sebelum Kenabian Muhammad Saw, bukanlah sebuah wilayah terpencil dan terkucil di gurun Arabia. Sebaliknya, ini merupakan sebuah pasar global dan kota metropolitan dunia dengan aset yang fantastis.  

C. E. Bosworth, penerjemah Tarikh al-rusul wal-mulk karya Al-Tabari, dalam anotasinya mengatakan, bahwa selain membangun gereja, Abrahah juga membangun aliansi dengan suku-suku di sekitar Yaman. Suku-suku tersebut dirayu agar bersedia mengalihkan rencana kunjungan rutin tahunan mereka ke Makkah, menjadi ke gereja yang dibangunnya. Disamping itu, dia juga membangun angkatan bersenjata yang kuat, dengan berbagai divisi ketentaraan yang lengkap. Salah satu yang paling spesial dari devisi angkatan bersenjata itu, adalah pasukan gajah.[6]

Menurut C. E. Bosworth, dengan kecakapan dan kekuatan yang dimilikinya, Abrahah menjadi salah satu kekuatan yang disegani di Jazirah Arab. Bahkan kekuatan milternya memiliki agregat yang cukup memadai, hingga membuatnya mampu bersaing dengan imperium Persia dalam memperebutkan pengaruh di kawasan tersebut.[7]

Hanya saja, setelah cukup lama berusaha bersaing dengan Makkah, upaya Abrahah tetap tidak menunjukkan hasil. Meski sudah berusaha keras merias gereja barunya, pamor gereja tersebut belum bisa mengalihkan manusia dari keinginan untuk datang ke Makkah, khususnya untuk berziarah ke Kabah.[8]

Merasa kehabisan cara, Abrahah akhirnya berangkat menunju Makkah untuk menghancurkan Kabah. Dia membawa serta bala tentara Abyssinia dengan tentara gajahnya yang terkenal itu. Para sejarawan mencatat peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 570 M. Tepat di tahun yang sama, mahluk paling agung di jagad peciptaan ini dilahirkan. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Jilid I, (Beirut: Danjl Fikr, 1994), hal. 40

[2] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wal-mulk) VOLUME V, The Sasanids, The Byzantines, The Lakhmids, and Yemen, translated and annotated by C. E. Bosworth, (University of Manchester: State University of New York Press, 1999), hal. 213-214. Dalam redaksi yang agak berbeda, Ibnu Hisyam mengatakan surat itu berisi sebagai berikut: “Paduka raja, sesungguhnya Aryath adalah budakmu, dan aku juga budakmu. Kami berbeda pendapat dalam memahami perintahmu, dan semuanya tetap patuh kepadamu. Namun aku lebih kuat mengurusi persoalan orang-orang Habasyah di Yaman, lebih mantap dan lebih bijak daripada Aryath. Sungguh aku telah mencukur semua rambutku ketika aku mendengar sumpah paduka raja dan mengirimkan kantong kulit yang berisi tanah Yaman kepadamu agar paduka raja meletakkannya di bawah telapak kakinya, agar dengan demikian sumpahnya tidak berlaku lagi terhadap diriku.” Lihat, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam,Op Cit

[3] Ibid, hal. 41

[4] Saat ini sulit dipastikan dimana tepatnya letak gereja besar nan megah yang dibangun oleh Abrahah tersebut. Namun sebagian masyarakat di Yaman mengidentifikasi situs gereja tersebut berada di Kota Sanaa, yang mereka kenal dengan nama Ghurqat al-Qalis/al-Qullays. Tapi menurut Tabari, arsitektur dan dekorasi gereja inilah yang kelak menginsipirasi Al-Walid I (Khalifah Keenam Umayyah), ketika akan membangun Masjid Raya Damaskus. Dia meminta kepada Kaisar Bizantium agar dikirimkan para tukang dan seniman untuk membangun kembali arsitektur dan dekorasi bangunan sebagaimana dulu pernah dibuat oleh Abarahah Abu Yaksum. Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wal-mulk) VOLUME V, Op Cit, hal. 220-221

[5] Lihat, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam,Op Cit, hal. 42

[6] Lihat, anotasi C. E. Bosworth, dalam The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wal-mulk) VOLUME V, Op Cit, hal. 220.

[7] Ibid

[8] Ibid k

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*