Kaum Quraisy (14): Era Keemasan

in Studi Islam

Last updated on May 16th, 2019 12:00 pm

Sejak gagalnya serangan Abrahah menyerang Kabah, Kaum Quraisy semakin mantap menguasai Kota Makkah. Lebih dari itu, mereka belum pernah merasa semapan ini sejak ratusan tahun sebelumnya. Kota Makkah makin melesat pamornya, kemuliaan Kaum Quraisy meningkat, dan perdagangan yang mereka usahakan meraup untung berlipat ganda. Tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa di masa itu Kaum Quraisy mulai menikmati era keemasannya.

Gambar ilustrasi. Sumber: mustaqilli.com

Tentang bagaimana akhir kisah Abrahah dan pasukan gajahnya, Allah SWT dengan sangat gamblang menjelaskannya di dalam Alquran (QS. al-Fil: 1-5). Di samping itu, para sejarawan pun mencatat akhir tragis dari pasukan yang begitu digjaya ini.

Sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Hisyam, “Kemudian Allah SWT mengirim untuk Abrahah dan pasukannya burung-burung seperti burung layang-layang dan burung balsan (sejenis burung tiung) dari arah laut. Setiap burung membawa tiga batu; satu batu di paruhnya, dan dua batu di kedua kakinya. Batu-batu tersebut mirip kacang dan adas. Jika batu tersebut mengenai salah seorang dari pasukan Abrahah, dia pasti tewas, namun tidak semuanya dari mereka terkena batu tersebut.”[1]

Masih menurut Ibnu Hisyam, mereka yang tidak secara langsung terkena batu tersebut, kocar kacir berebutan melarikan diri kembali ke Yaman. Tapi di sepanjang perjalanan kembali itu, satu persatu tentara Abrahah jatuh berguguran dan tewas di setiap tempat dan rumah di padang sahara. Abrahah sendiri mendapat luka di badannya, kemudian dia digotong anak buahnya, namun tubuhnya berjatuhan satu demi satu. Setiap kali anggota tubuhnya berjatuhan, pasti disusul dengan keluarnya nanah dan darah. Itulah yang terjadi pada Abrahah hingga mereka tiba di Sanaa dengan membawa Abrahah yang berubah seperti anak burung. Ketika Abrahah meninggal dunia, jantungnya keluar dari dadanya.[2]

Setelah Abrahah meninggal, posisinya kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Yaksum bin Abrahah. Dia memerintah dengan sangat kejam di Yaman selama sekitar 19 tahun. Yaksum membunuh banyak pria Yaman dan menjadikan para wanitanya sebagai budak sex. Sedang putra-putra mereka, dijadikan penerjemah antara mereka dengan kabilah-kabilah Arab lain, khususnya Kaum Quraisy Makkah.[3] Tujuannya tidak lain untuk menjalin kembali hubungan baik dengan tetangga-tetangga mereka khususnya Kaum Quraisy. Mengingat sejak kegagalan serangan Abrahah ke kota Makkah, hubungan mereka dengan Kaum Quraisy memburuk. Sedang bagaimanapun, mereka tetap membutuhkan Makkah yang merupakan pusat ekonomi dunia. Dengan demikian, memperbaiki hubungan dengan Kota Makkah menjadi prioritas utama para pengganti Abrahah.[4]

Di sisi lain, setelah Abrahah dan pasukannya tidak berhasil menghancurkan Kabah, Kaum Quraisy mendapatkan pujian yang luar biasa dari seluruh dunia. Sebagaimana dikatakan oleh Tabari, sejak peristiwa kekalahan pasukan gajah, tersebar mitos yang menyatakan bahwa “Quraisy adalah kaum pilihan Tuhan. (Bahkan) Tuhan berperang atas nama mereka, dan membebaskan mereka dari ancaman musuh-musuh mereka.”[5]

Dengan kata lain, sejak hancurnya pasukan Abrahah, Kaum Quraisy semakin mantap menguasai Kota Makkah. Lebih dari itu, mereka belum pernah merasa semapan ini sejak ratusan tahun sebelumnya. Tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa di masa itu Kaum Quraisy mulai menikmati puncak kejayaannya. Kota Makkah makin melesat pamornya, kemuliaan Kaum Quraisy meningkat, dan perdagangan yang mereka usahakan meraup untung berlipat ganda. Sayangnya, seiring dengan bertambahnya kenikmatan yang mereka peroleh, makin menjadi pula tradisi jahiliyah di Kota Makkah.

Tapi sebagaimana sejarah menunjukkan, masa keemasan yang dinikmati oleh Kaum Quraisy itu ternyata tidak berlangsung lama. Sebab hanya berselang sekitar 50 hari lebih sedikit setelah pembinasaan pasukan Abrahah, mahluk paling agung di jagad penciptaan ini dilahirkan. Namanya Muhammad bin Abdullah.[6] Kelak ketika usianya sudah menginjak 40 tahun, revolusi terbesar sepanjang masa digelar. Risalah yang dibawanya dalam waktu singkat menjungkirbalikkan sistem dan tradisi jahiliyah yang korup, menindas, dan sangat materialistik yang dipuja oleh sebagian besar Kaum Quraisy masa itu.

Konon, ketika mahluk agung ini dilahirkan, sejumlah pertanda muncul di berbagai penjuru bumi. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy, pada saat kelahiran Nabi Muhammad Saw, sepuluh balkon istana Kisra runtuh, api yang disembah kaum Majusi padam, gereja-gereja di sekitar Buhairah amblas ke tanah dan kemudian runtuh.[7]

Menurut Tabari, ketika itu Persia masih diperintah oleh Kisra Anusharwan. Diperkirakan, pada saat itu usia pemerintahannya sudah berlangsung 42 tahun. Selama masa pemerintahannya, Persia menjadi adidaya yang sangat disegani dunia. Tapi ketika menyaksikan peristiwa di malam kelahiran Nabi Muhammad Saw tersebut, Kisra Anusharwan mengalami ketakutan yang luar biasa. Keesokan paginya dia segera memanggil para menterinya untuk mendiskusikan apa yang sebenarnya sedang terjadi. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Jilid I, (Beirut: Danjl Fikr, 1994), hal. 49

[2] Ibid

[3] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wal-mulk) VOLUME V, The Sasanids, The Byzantines, The Lakhmids, and Yemen, translated and annotated by C. E. Bosworth, (University of Manchester: State University of New York Press, 1999), hal. 236

[4] Setelah Yaksum bin Abaraha, pemerintahan Yaman kemudian beralih ke adiknya, yang bernama Masruq bin Abrahah. Dia memerintah selama 12 tahun dan lebih kejam dari kakaknya. Kekuasaannya berakhir setelah pasukan Persia akhirnya menyerang wilayah Yaman, dan mengambil alih kembali kawasan tersebut dalam kendalinya. Menurut Tabari, diperkirakan Yaman berada di bahwa kekuasan Abyssinia (Kekaisaran Ethiopia) selama 74 tahun dengan perhitungan masa kekuasaan para gubernurnya sebagai berikut: Aryat, 20 tahun; Abrahah, 23 tahun; Yaksum, 19 tahun; dan Masruq, 12 tahun. Lihat, Ibid

[5] Ibid

[6] Beliau lahir di Kota Makkah pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau bertepatan dengan 22 April 571 M. Dia lahir dari rahim seorang wanita mulia bernama Aminah binti Wahab, seorang janda dari Abdullah bin Abdul Muthalib yang baru saja wafat beberapa bulan sebelum putranya ini dilahirkan. Abdullah sendiri adalah putra ke sepuluh Abdul Muthalib dari istrinya yang bernama Fatimah binti Amr. Dari Fatimah ini, Abdul Muthalib dikaruniai 8 orang anak, diantaranya; Abu Thalib; Zubair bin Abdul Muthalib; Arwah; Atiqah; Ummu Hakim; Barrah, kelak dua putra Barrah ikut hijrah ke Habasyah, yakni Abu Salamah dan Abu Sabrah; dan Umaimah.

[7] Uraian lebih jauh seputar kelahiran Rasulullah Saw, redaksi ganaislamika.com pernah menerbitkan serial artikel berjudul “Maulid Nabi Muhammad Saw”. Untuk membacanya, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/maulid-nabi-muhammad-saw-1/ e

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*