Kehidupan Muslim di Korea Selatan (1): Sejarah Masuknya Islam (1)

in Lifestyle

Last updated on March 9th, 2018 01:55 pm

“Pada abad ke-7, orang-orang Islam Arab memiliki ilmuwan terbaik di dunia, dan mereka berkontribusi pada inovasi bangsa Korea.”

–O–

Ayana Moon, salah satu anak muda Muslimah Korea yang berhijab. Photo: Ayana Moon

Bagi kebanyakan anak muda di Indonesia, barangkali yang paling mereka tahu tentang Korea Selatan adalah budaya popnya. Lebih dari satu dekade terakhir ini budaya pop Korea Selatan membanjiri trend kehidupan anak muda di Indonesia, khususnya di kota besar dengan musik, film, fashion, dan image kecantikan ala Korea Selatan.

Namun sedikit yang diketahui, bahwa ternyata pertumbuhan Muslim di Korea cukup pesat. Pada 2017 lalu, penduduk Muslim Korea Selatan mencapai jumlah 0,3 % dari seluruh total populasi penduduknya yang berjumlah sekitar 48 juta orang. Memang sepintas terlihat masih sangat kecil, tapi jangan dilihat dari jumlahnya saja, tapi lihatlah dari sejak kapan Islam mulai diperkenalkan ke Korea secara terorganisir.[1]

Islam diperkenalkan ke warga Korea baru sejak tahun 1950-an. Dengan jumlah sekitar 145-160 ribu orang saat ini, itu merupakan jumlah yang cukup besar. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 50 ribu di antaranya adalah penduduk asli Korea. Sedangkan, sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, dan negara-negara Timur Tengah.[2]

 

Awal Mula Masuknya Islam

Bagi orang-orang Korea, antara Korea dan Timur Tengah barangkali terlihat seperti tidak memiliki kesamaan sama sekali. Di antara keduanya tidak ditemukan kesamaan ekonomi, budaya, dan cita-cita hidup. Di antara semua perbedaan tersebut, faktor penentunya adalah perbedaan agama. Akar keagamaan orang-orang Korea sebagian besar berasal dari Buddhisme, Konfusianisme, dan yang baru-baru ini berkembang pesat adalah agama Kristen. Sementara, di Timur Tengah, akar keagamaannya berasal dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.[3]

Meskipun di era modern Islam diperkenalkan ke Korea Selatan pada tahun 1950-an, namun para ilmuwan mengatakan bahwa hubungan lintas budaya di antara kedua belah pihak sebenarnya sudah terjadi dari sejak abad ke-7, yakni pada saat masa Kerajaan Silla di Korea dan Masa Keemasan Islam di Timur Tengah. Pada masa ini lah ajaran Islam membentang mulai dari Filipina di Timur sampai ke Semenanjung Iberia di Barat. “Pertemuan pertama Korea dengan Islam murni (karena urusan) komersial,” kata Lee Hee-soo, pakar budaya Islam terkemuka di Korea, dan profesor di Departemen Antropologi Budaya Universitas Hanyang.[4]

Para pedagang dan saudagar Muslim melakukan perjalanan melalui Jalur Sutera ke ibukota Tang, Changan (hari ini dikenal dengan nama Xian), yang mana Kerajaan Silla memiliki hubungan politik dan bisnis yang erat, kata Lee Hee-soo melanjutkan. Hubungan komersial antara keduanya akhirnya berkembang menjadi hubungan budaya, seni, sains, dan teknologi. Hubungan tersebut dapat dilacak dari puisi dan nyanyian yang berasal dari masa tersebut yang menggambarkan kisah interaksi mereka.[5]

Dalam “Ssanghwajeom”, sebuah puisi dari era Goryeo di Korea, sebuah baris mengatakan:

“Ketika mengunjungi Ssanghwajeom untuk membeli Ssanghwa, seorang Hoehoe meraih pergelangan tanganku.”[6]

Ssanghwa mengacu pada kue bola Turki dan jeom berarti sebuah toko. Hoehoe adalah sebutan orang Tionghoa untuk orang Islam Arab, jadi puisi tersebut berkisah tentang orang Arab yang memiliki toko kue bola. “Dari lirik ini, kita bisa mengatakan bahwa ada pedagang Muslim di Korea selama era Goryeo, dan ada masjid pertama, yang mereka gunakan untuk sholat, bukan untuk pekerjaan dakwah,” kata Kim Ah-young, direktur Center for Studi Islam.[7]

Kedua belah pihak mempertahankan hubungan mereka terutama dalam perdagangan sampai kaum Muslim memperluas kontribusinya ke Korea dengan menjadi penasihat Dinasti Joseon (tahun 1392-1910) dalam urusan sains dan teknologi. “Pada saat itu, orang-orang Arab memiliki ilmuwan terbaik di dunia, dan mereka berkontribusi pada inovasi Korea,” Lee menjelaskan. Perkembangan selanjutnya adalah komunitas Muslim diundang untuk melafalkan al-Quran pada upacara-upacara kerajaan Dinasti Joseon. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang Islam di Korea sudah dianggap penting oleh pihak penguasa.[8]

Pakaian yang digunakan orang-orang Korea pada masa Dinasti Joseon. Photo diambil di masa-masa akhir kekuasaan Dinasti Joseon. Photo: mvslim.com

Datangnya orang-orang Islam pada waktu itu cukup membuat orang-orang Korea tertarik dan penasaran. Meskipun kemudian akhirnya pada tahun 1427, di bawah kepemimpinan Sejong Agung, Dinasti Joseon mengeluarkan sebuah dekrit kerajaan yang melarang dilakukannya praktek ritual dan penggunaan pakaian Muslim. Hal itu merupakan salah satu rangkaian dari kebijakan isolasionis Dinasti Joseon yang dimaksudkan untuk membatasi kontak warga Korea dengan orang-orang dari negara asing.[9]

Dinasti tersebut kemudian hanya melakukan kontak reguler dengan China dan Jepang, dan mereka mengisolasi diri dari negara-negara lain di dunia. Itulah sebabnya dinasti ini kadang-kadang diberi label sebagai “kerajaan pertapa”. Maka, sejak tahun 1427, kontak Korea dengan dunia Muslim terputus.[10] (PH)

Bersambung ke:

Kehidupan Muslim di Korea Selatan (2): Sejarah Masuknya Islam (2)

Catatan Kaki:

[1] Agung Sasongko, “KMF: Populasi Muslim Korea Terus Bertambah”, dari laman http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/25/okc6dz313-kmf-populasi-muslim-korea-terus-bertambah, diakses 8 Maret 2018.

[2] Ibid.

[3] Park Hyong-ki, “History of Islam in Korea”, dari laman http://www.islamkorea.com/english/koreahistoryislam-kh.html, diakses 8 Maret 2018.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Radu Diaconu  & Athena Tacet, “The Muslims of South Korea”, dari laman , https://www.aljazeera.com/indepth/inpictures/2017/11/muslims-south-korea-171114104611451.html, diakses 8 Maret 2018.

[10] Sumaya El-Zaher, “This is How Korean and Islamic Traditions Are Connected, in History and Today”, dari laman http://mvslim.com/the-history-of-islam-in-the-korean-peninsula/, diakses 8 Maret 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*