Kesultanan Demak (3); Setting Sejarah (2)

in Islam Nusantara

Last updated on August 30th, 2019 10:44 am

Tome Pires, seorang penulis Portugis yang singgah ke Demak pada sekitar tahun 1515, menggambarkan Kota Demak sebagai kota yang makmur; terdiri dari 8.000 sampai 10.000 rumah dan tanah di sekitarnya menghasilkan beras melimpah-limpah, yang sebagian diekspor ke Malaka.

Gambar ilustrasi. Sumber: theinsidemag.com

Keberhasilan Vasco da Gama mencapai India begitu membanggakan dan terbilang sangat monumental bagi masyarakat Eropa kala itu. Dengan percaya diri, mereka mulai terjun ke pasar Asia untuk memperkenalkan dan menawarkan komoditi bangsa mereka. Tapi tak butuh waktu lama, mereka segera menyadari, bahwa barang-barang perdagangan yang ingin mereka jual, tidak dapat bersaing di pasar India yang canggih dengan hasil-hasil bermutu yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia.[1]

Akhirnya, mungkin karena kehabisan cara untuk bersaing, Bangsa Portugis ketika itu mengambil keputusan bahwa bila ingin eksis di pasar yang besar ini, tidak ada pilihan bagi mereka selain merebutnya dengan cara paksa. Maka diperintahkanlah Afonso de Albuquerque, seorang Panglima armada laut Portugis yang paling terkenal kala itu. Dengan kekuatan penuh, dia berlayar menuju India pada tahun 1503.[2]

Niat bertempur Albuquerque benar-benar kentara. Pengalaman bertempur dengan tentara Muslim membuat Bangsa Eropa mengenal segala perlengkapan perang mutahir, seperti bubuk mesiu dan meriam. Dengan sedikit inovasi, Albuquerque melengkapi kapal-kapalnya dengan meriam yang banyak, sehingga kapalnya lebih mirip sebuah panggung meriam di lautan ketimbang sebuah sarana transportasi.[3]

Dengan persiapan seperti ini, terang saja mereka menjadi armada laut paling perkasa di muka bumi kala itu. Sejarah kemudian mencatat, bahwa inilah ekspedisi militer pertama ke Asia, yang menandai dimulainya era kolonialisme Bangsa Eropa hingga 500 tahun kemudian.

Afonso de Albuquerque tiba di pantai India sekitar tahun 1510 M. Dan kota penting pertama yang menjadi target mereka adalah Goa (disebut juga Goa Lama atau Velha Goa), yang terletak di pantai barat India.[4]

Bukan tanpa alasan Albuquerque menarget kota ini. Pada waktu itu, kota ini masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Utsmani. Dari tempat inilah komoditi unggulan yang dimonopoli Kekhalifahn Utsmani dialirkan dari timur ke barat. Dengan menguasai kota ini, Albuquerque berharap bisa menutup salah satu jaringan penting kompetitor mereka di Eropa.

Karena letaknya yang mungkin sangat jauh dari pusat pemerintahan Dinasti Utsmani, Kota Goa tidak dijaga dengan maksimal. Dalam waktu singkat armada laut Portugis berhasil menaklukkan Goa dan mendirikan pangkalan dagang di sana. Konon, keberhasilan Albuquerque ini juga karena didukung oleh beberapa kelompok Hindu di sana yang juga ingin menguasai kota tersebut. Maka ketika pertama kali Albuquerque memasuki kota tersebut, dia disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat setempat.[5]

Tapi keberuntungan Albuquerque tidak berlangsung lama. Hanya beberapa bulan kemudian, kota tersebut berhasil direbut kembali oleh kaum Muslimin. Albuquerque dan pasukannya pun pergi meninggalkan Goa.[6]  

Di saat inilah dia baru menyadari bahwa mega peradaban yang terbentang dari Tanjung Harapan di Afrika hingga ke China ini merupakan satu untaian ekonomi dan kultural yang tidak bisa dipisahkan. Dia  harus memahami dulu dengan baik semua konstalasi ini, sebelum menyerang dan menguasai keseluruhannya.

Dari pengamatannya, titik penting dan paling krusial di sepanjang jalur perdagangan besar ini bukanlah Goa, tapi Malaka. Di sanalah semua komoditi dari segala penjuru dunia bermuara dan mengalir kembali ke berbagai tempat. Inilah target invasi yang sesungguhnya.

Maka demikianlah, pada pertengahan tahun 1511, Albuquerque bersama armada perangnya mulai memasuki Selat Malaka. Di sisi lain, sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, Kesultanan Malaka sudah tidak sama seperti sebelumnya, setelah ditinggal mati oleh tokoh sentralnya, Pedana Menteri Tun Perak.

Komunitas internasional yang menjadi kekuatan inti di Malaka, sekarang justru diurus dengan cara yang salah. Kesultanan menetapkan pajak yang sangat tinggi kepada mereka. Sehingga banyak pedagang yang mulai mempertimbangkan untuk mencari pelabuhan lain dan pasar baru yang lebih menguntungkan. Kesultanan Malaka seperti lupa, bahwa kepercayaan dan kesetiaan komunitas internasional kepada mereka, adalah kunci kejayaan mereka.[7]

Albuquerque, tidak mau mengulang kesalahan di Goa. Dengan sabar dia mengamati dari kejauhan dinamika Kesultanan Malaka yang mulai compang-camping oleh perpecahan internal. Dan ketika sudah dirasa siap, pada 25 Juni 1511, dia memerintahkan pasukannya menyerang Malaka. Cukup satu hari saja waktu yang dibutuhkan Portugis untuk membakar pelabuhan Malaka. Dan hanya berselang seminggu kemudian, Portugis sudah berhasil menguasai sepenuhnya Kesultanan Malaka.[8]

Bersama jatuhnya Malaka, runtuh pula sistem perdagangan di Nusantara dan Asia. Portugis dengan leluasa melenggang ke Maluku, memetik rempah-rempah langsung dari sumbernya. Dan bersamaan dengan itu, Nusantara memasuki fase paling kelam dalam sejarah peradabannya, yaitu Kolonialisme bangsa Eropa.

Salah satu rujukan utama yang menggambarkan kondisi Kesultanan Demak pada masa ini adalah catatan Tome Pires, seorang penulis Portugis yang ikut dalam ekspedisi Albuquerque. Dia sempat singgah ke Demak pada sekitar tahun 1515.

Dalam catatannya, Tome Pires menggambarkan Kota Demak sebagai kota yang makmur; terdiri dari 8.000 sampai 10.000 rumah dan tanah di sekitarnya menghasilkan beras melimpah-limpah, yang sebagian diekspor ke Malaka. Lebih jauh Tome Pires menjelaskan, Demak memiliki sekitar 40 kapal jenis Jung yang melayani perniagaan di sepanjang pesisir utara Jawa hingga Palembang, Jambi, Bangka, Belitung, Pulau-pulau Menamby, dan Pulau-pulau di depan Tanjungpura.[9] 

Berdasarkan penelitian M.C. Ricklefs, Kesultanan Demak pada masa itu dianggap sebagai pewaris legitimasi Majapahit di Laut Nusantara, khususnya di utara pulau Jawa.[10] Dengan kekuatannya ini, Demak menjadi satu-satunya kekuatan politik di nusantara yang mampu menantang kekuatan Portugis di Malaka.  (AL)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 30

[2] Ibid

[3] Ibid, hal. 31

[4] Ibid

[5] Lihat, The Conquest of Goa, https://www.heritage-history.com/?c=read&author=stephens&book=albuquerque&story=goa, diakses 19 Maret 2019

[6] Ibid

[7] Lihat, M.C. Ricklefs, Op Cit, hal. 210

[8] Uraian lebih jauh mengenai sejarah Kesultanan Malaka, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kesultanan-malaka-1/

[9] Lihat, Agus Sunyoto, Atlas Walisongo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, (Jakarta: Pustaka IIMaN, 2016), hal. 393-394

[10] Lihat, M.C. Ricklefs, Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*