Imam Dhahabi berkata, “Seandainya riwayat mereka seluruhnya ditolak, maka hilanglah sebagian sunnah Nabi, dan hal ini akan menjadikan kerusakan yang nyata.”
Oleh Syafiq Basri | Mantan Wartawan Tempo, Pengamat Masalah Sosial, Agama, dan Komunikasi
Ibnu al-Madini (w. 234 H) telah mensinyalir, kalau saja para kritikus hadis menjadikan keyakinan periwayat sebagai acuan diterima atau ditolaknya sebuah narasi, maka akan ada ‘kerusakan’ pada sunnah Nabi.
Imam Dhahabi dalam kitab Minan-nya (jilid 1, hal. 165) mengatakan “Banyak tabiin dan tabiit tabiin dari kelompok Syiah, mereka berpegang teguh pada agama, memiliki sifat wara dan jujur. Seandainya riwayat mereka seluruhnya ditolak, maka hilanglah sebagian sunnah Nabi, dan hal ini akan menjadikan kerusakan yang nyata.”
Sedangkan Ibnu al-Qayyim (w. 751 H) berkata dalam al- Sawaiq al-Mursalah (jilid 2, hal. 616), “Di antara mereka (kelompok Syiah) banyak ahli ilmu fiqih, para ulama dan para pakar dalam ijtihad.… Para kolektor hadis sahih telah banyak meriwayatkan dari komunitas mereka, mengamalkan riwayat dan dijadikan sebagai hujjah oleh umat Islam….”
Reputasi yang dimiliki oleh Bukhari dan Muslim sangat monumental dan menghasilkan karya ‘super sahih’. Menurut Ibnu Hajar (dalam kitabnya, Hadyu al-Sari), ada enam puluh sembilan nama periwayat terdapat dalam Sahih al-Bukhari yang berafiliasi lintas teologi, seperti Syiah, Qadariyah, Nasibah (nashibi), Khawarij, Murjiah, dan Rafidah. Sejalan dengan itu, al-Suyuti dalam Tadrib-nya juga mengemukakan hal serupa.
Bukti lain tentang diterimanya para periwayat Syiah dengan berbagai tingkatannya telah dituturkan oleh al-Khatib dalam Kifayah-nya, bahwa dia mendengar Muhammad bin Yaqub bertanya perihal al-Fadl bin Muhammad al-Sharani yang riwayatnya dimuat dalam Sahih Muslim. Jawaban yang diterima Ibnu Yaqub adalah “karena kitab karya Imam Muslim itu (memang) penuh dengan hadis Syiah.”
Akan halnya sikap terhadap golongan (mazhab) yang berbeda, seperti julukan “ahli bidah” (yang antara lain dituduhkan kepada kelompok Syiahdan Rafidah), dan sebagainya, rupanya baru muncul kemudian, yakni sebagai hasil pemikiran para kritikus hadis yang datang belakangan.
Persyaratan atau aturan yang ditulis oleh ulama klasik semisal al-Dhahabi (w. 748), Ibnu Hajar (w. 852), umpamanya, keduanya datang hampir lima abad pasca wafatnya Bukhari dan Muslim.
Al-Dhahabi sendiri mengakui dalam Siyar-nya, “Ini adalah sebuah bukti bahwa banyak terdapat para periwayat thiqah yang narasinya telah dimuat oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim atau salah satu dari keduanya, di mana mereka dinyatakan sebagai ahli bidah kecil, bahkan bidah yang besar juga.…”
Walhasil, dari penyisiran kedua kitab sahih itu dan rujukan terhadap kitab Rijal Hadith serta beberapa kitab lain, diketahui bahwa terdapat 2.854 hadis dalam Sahih Bukhari, dan 3.871 hadis dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan oleh kelompok Syiah dengan berbagai tingkatannya.
Setidaknya dalam Sahih Bukhari terdapat 56 periwayat Syiah dalam berbagai level, mulai Syiah saja (32 periwayat), hingga yang tergolong Syiah berlebihan (ekstrim), Rafidah, hingga propagandis Rafidah, sebanyak 24 periwayat.
Adapun dalam Sahih Muslim total terdapat 74 periwayat Syiah dalam berbagai tingkatannya – mulai Syiah (biasa), hingga kelompok Rafidah dan propagandis Rafidah. Bila dijumlahkan, total ada 82 periwayat Syiah pada Sahihain.
Angka itu karena terdapat sejumlah nama yang sama dikutip baik dalam Sahih Bukhari maupun pada Sahih Muslim. “Banyaknya periwayat bermazhab Syiah dan periwayat dari mazhab lain dalam kedua kitab Sahihain itu,” kata Dr. Alwi bin Husin, “menunjukkan keunggulan dan intelektualitas Imam Bukhari dan Imam Muslim.” []
Seri Keterbukaan Imam Bukhari terhadap Para Periwayat Syiah selesai.
Sebelumnya: