Kisah Nabi Hud (4): Marthid bin Sa’d, Bangsawan Ad yang Menyembunyikan Ke-Islamannya

in Studi Islam

Last updated on September 8th, 2019 02:24 pm

Marthid bin Sa’d adalah salah satu delegasi Kaum Ad yang pergi ke kota suci Makkah untuk meminta hujan. Namun dalam proses itu, identitas keislamannya terungkap.

Foto Ilustrasi: Amjady/Deviant Art

Demikianlah, setelah Kaum Ad dilanda kekeringan selama tiga tahun, mereka mengirimkan delegasi mereka ke Makkah untuk berdoa meminta hujan. Bagaimana jalannya proses tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam riwayat yang cukup panjang. Kisah perjalanan mereka tampaknya akan bersambung ke dalam beberapa seri ke depan. Berikut ini adalah riwayat dari Ibnu Ishaq sebagaimana disampaikan ulang oleh Al-Tabari:

Ketika kekeringan melanda Kaum Ad, mereka mempersiapkan delegasi yang berasal dari mereka sendiri untuk pergi ke Makkah untuk meminta hujan. Berikut ini adalah orang-orang yang yang mereka kirim: Qayl bin Anz; Luqaym bin Huzal bin Huzayl bin Utayl bin Dadd, anak sulung Ad; Marthid bin Sa’d bin Ufayr, yang mana merupakan seorang Muslim tetapi dia menyembunyikan keyakinannya; dan Jalhamah bin al-Khaybari, yang mana paman dari pihak ibunya adalah saudara laki-laki Muawiyah bin Bakr (orang Makkah).

Kemudian mereka juga mengirim Luqman bin Ad bin – dan silsilah seterusnya hingga – bin Dadd bin Ad sang pendahulu (keturunan Nuh pertama yang bernama Ad, yang namanya diabadikan menjadi nama suatu kaum). Masing-masing dari mereka pergi ditemani oleh sekelompok kerabatnya, sehingga seluruh delegasi yang dikirim secara total berjumlah tujuh puluh orang.

Ketika mereka tiba di Makkah mereka tinggal di rumah Muawiyah bin Bakr yang berada di pinggiran kota Makkah, dia sengaja meninggalkan tempat suci untuk menemui para utusan Kaum Ad. Dia melindungi mereka dan menghormati mereka, karena mereka adalah paman dan mertua dari pihak ibu. Huzaylah binti Bakr adalah saudara perempuan Muawiyah bin Bakr dari ayah dan ibunya (sekandung), sama seperti halnya Lahdah binti al-Khaybari bagi Luqaym.

Dia melahirkan empat putra: Ubayd bin Luqaym bin Huzal, ‘Amr bin Luqaym bin Huzal, Amir bin Luqaym bin Huzal, dan Umayr bin Luqaym bin Huzal. Mereka tinggal bersama paman dari ibu mereka di Makkah bersama keluarga Muawiyah bin Bakr – pada akhirnya nanti, mereka merupakan satu-satunya yang tersisa dari Kaum Ad.

Ketika delegasi Kaum Ad menumpang di rumah Muawiyah bin Bakr, mereka tinggal bersamanya selama sebulan. Mereka hidup nyaman, menikmati wine (minuman beralkohol yang terbuat dari anggur) sambil mendengarkan “dua belalang”, dua penyanyi wanita Muawiyah bin Bakr, bernyanyi untuk mereka.

Perjalanan mereka memakan waktu satu bulan, dan mereka telah tinggal selama sebulan di Makkah. Muawiyah bertanya-tanya, berapa lama mereka akan tinggal? Sementara rakyat mereka mengirim mereka untuk mencari bantuan atas kesengsaraan yang menimpa mereka.

Hal ini membuat Muawiyah tertekan, dan dia berkata kepada dirinya sendiri, “Paman dan mertuaku telah binasa sementara mereka tinggal bersamaku. Tapi mereka adalah tamuku, yang tinggal di rumahku, dan demi Allah, aku tidak tahu harus berbuat apa.

“Aku akan malu jika meminta mereka pergi dan mengatakan apa yang harus mereka lakukan, karena kemudian mereka akan menyadari bahwa mereka membuatku jengkel dengan tinggal bersamaku, sementara orang-orang mereka yang tinggal di belakang binasa karena kesulitan dan kehausan.”

Muawiyah kemudian mengeluhkan tentang hal ini kepada dua penyanyi wanitanya, “sang belalang”, lalu mereka berkata kepadanya, “Buatlah syair tentang hal ini, dan kami akan menyanyikannya untuk mereka. Mereka tidak akan tahu siapa pembuatnya, tetapi mungkin akan membuat mereka pergi.”

Muawiyah bin Bakr menerima saran mereka, kemudian membacakan syair:

Celakalah engkau, wahai Qayl, celakalah! Bangkitlah dan bergumam pelan,

“Mungkin Tuhan akan menyirami kita dengan awan tipis

Dan Dia akan menyirami tanah Ad.” Memang, Ad

menjadi tidak bisa mengucapkan kata-kata

Dari kehausan yang mengerikan; keduanya

baik tua dan yang muda telah kehilangan harapan

Wanita-wanita mereka kaya

tapi sekarang wanita-wanita mereka merindukan susu

Dan binatang buas mendekati mereka secara terang-terangan

dan tidak takut terhadap panah manapun dari Kaum Ad

Sementara kalian tetap di sini dengan apa pun yang kalian inginkan

sepanjang hari dan sepanjang malam.

Semoga Tuhan menjadikan delegasi umat kalian buruk

semoga mereka tidak menerima salam ataupun kedamaian!

Setelah Muawiyah selesai membacakan syair tersebut, “dua belalang” menyanyikannya untuk delegasi. Ketika mereka mendengarnya, mereka berkata satu sama lain, “Orang-orang kami telah mengirim kami hanya untuk mencari bantuan melalui kami, melawan kesusahan yang telah menimpa mereka, tetapi kami telah menunda. Mari kita memasuki tempat suci dan meminta hujan untuk orang-orang kita!”

Marthid bin Sa’d bin Ufayr berkata, “Demi Allah! Kalian tidak akan dikirim hujan melalui doa-doamu, namun jika kalian menaati nabi kalian dan kembali kepadanya, maka kalian akan diberikan hujan.” Dengan mengatakan ini, dia mengungkapkan kepada mereka sebuah fakta bahwa dia telah masuk Islam.

Ketika Jalhamah bin al-Khaybari, paman dari pihak ibu Muawiyah bin Bakr, mendengar kata-kata ini dan menyadari bahwa Marthid bin Sa’d adalah pengikut Hud, dia berkata, “Wahai Abu Sa’d, engkau berasal dari suku bangsawan dan ibumu dari kaum Tsamud. Bagaimanapun kami tidak akan pernah menaatimu selama kami hidup, dan kami juga tidak akan melakukan apa yang engkau inginkan.

“Apakah engkau meminta kami untuk meninggalkan agama Rafd dan Rami, dan keluarga Dadd dan Ubud? Untuk meninggalkan agama nenek moyang kami yang mulia, yang melahirkan (agama ini), dan mengikuti agama Hud?”

Rafd, Raml, dan Dadd adalah nama-nama klan Kaum Ad, sama seperti halnya al-Ubud.[1] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 32-34.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*