Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Hud (5): Awan Hitam

in Studi Islam

Last updated on September 10th, 2019 01:24 pm

Pemimpin Kaum Ad berdoa di Makkah, dan Allah mendatangkan tiga awan, satu putih, satu merah, dan satu hitam. Dia memilih awan berwarna hitam karena beranggapan di dalamnya mengandung banyak air. Dia tidak tahu apa yang ada di dalamnya adalah bencana.

Foto Ilustrasi: Shutterstock

Demikianlah, setelah delegasi Kaum Ad mengetahui keislaman Marthid bin Sa’d dan mengecamnya, mari kita ikuti jalan kisah selanjutnya sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq:

Jalhamah bin al-Khaybari berkata kepada Muawiyah bin Bakr dan ayahnya, Bakr, “Cegahlah Marthid bin Sa’d untuk (pergi dengan) kami. Kami tidak akan membiarkan dia pergi ke Makkah bersama kami, karena dia adalah pengikut agama Hud dan telah meninggalkan agama kita.”

Kemudian mereka berangkat ke Makkah, di sana mereka hendak meminta hujan untuk Kaum Ad. Setelah mereka pergi, Marthid bin Sa’d keluar dari rumah Muawiyah untuk mengikuti mereka. Dia berhasil menyusul mereka di Makkah sebelum mereka berdoa apa pun.

Ketika dia mencapai mereka, dia bangkit untuk berdoa kepada Allah. Sementara itu delegasi Kaum Ad berkumpul bersama untuk berdoa. Dia (Marthid bin Sa’d) berkata, “Ya Allah! Kabulkan permintaanku ini secara tersendiri, dan jangan ikut sertakan aku ke dalam apa pun yang diminta oleh delegasi Kaum Ad.”

Qayl bin Anz adalah pemimpin delegasi Kaum Ad. Delegasi Kaum Ad berdoa, “Ya Allah! Kabulkan Qayl bin Anz apa pun yang dia minta darimu! Dan letakkan permintaan kami bersama dengan permintaannya.”

Luqman bin Ad, guru Kaum Ad, tetap terpisah dari delegasi. Kemudian, setelah mereka selesai berdoa, dia berkata, “Ya Allah! Aku datang kepadamu dengan kebutuhanku sendiri, jadi kabulkanlah permintaanku.”

Sedangkan, saat Qayl bin Anz berdoa, dia berkata, “Ya Tuhan kami! Jika Hud mengatakan yang sebenarnya, berikan kami hujan, karena kami telah bertindak salah dan kami telah hancur.”

Maka Allah mendatangkan tiga awan, satu putih, satu merah, dan satu hitam, dan seseorang menyeru kepada Qayl dari (arah) awan, “Wahai Qayl! Pilihlah di antara awan-awan ini untuk dirimu sendiri dan umatmu.”

Qayl menjawab, “Aku memilih awan hitam, karena itu adalah awan yang penuh dengan air.”

Kemudian sebuah suara menyatakan kepadanya:

“Engkau telah memilih yang terbaik, abu yang banyak sekali,

yang tidak akan menyisakan siapa pun dari Kaum Ad

Itu tidak akan menyisakan baik orang tua maupun anak-anak,

tapi itu akan membuat mereka semua binasa

Kecuali untuk Bani al-Lawdhiyyah,

yang telah dibimbing dengan benar.”

Bani al-Lawdhiyyah adalah anak-anak keturunan Luqaym bin Huzal bin Huzaylah, putri Bakr. Mereka tinggal di Makkah bersama dengan paman dari pihak ibu mereka, dan tidak bersama dengan Kaum Ad lainnya di tanah mereka, oleh karenanya mereka adalah Kaum Ad yang lain. Mereka adalah satu-satunya Kaum Ad yang selamat.

Allah mengirim awan hitam, yang telah dipilih Qayl bin Anz, dengan hukuman yang dibawanya untuk Kaum Ad. (Awan) itu datang ke arah mereka dari sebuah lembah mereka yang disebut al-Mughith. Ketika mereka melihatnya, mereka menganggapnya sebagai pertanda baik dan berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.”

Allah berfirman, “Bukan, bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya.” (Q.S 46: 24-25) – yaitu, menghancurkan segala sesuatu yang diperintahkan untuk dihancurkan.

Yang pertama menyadari apa yang ada di dalamnya dan mengetahui bahwa itu adalah angin yang buruk adalah seorang wanita Kaum Ad yang dipanggil Muhaddid. Ketika dia melihat apa yang ada di dalamnya, dia menjerit dan kehilangan kesadaran. Ketika dia terbangun mereka berkata, “Apa yang engkau lihat, wahai Muhaddid?”

Dia menjawab, “Aku melihat angin yang memiliki sesuatu seperti api di dalamnya. Ada orang-orang di depannya, membawanya.”

Allah “menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus,” seperti yang Allah katakan; al-Husum berarti “abadi.” Ia tidak menyisakan satupun Kaum Ad yang hidup, sedangkan Hud dan orang-orang beriman yang bersamanya menyembunyikan diri dalam sebuah tempat yang aman. Tidak ada yang mengenai dia atau mereka yang bersamanya kecuali apa yang lembut bagi kulit dan menyenangkan bagi jiwa.

(Angin) itu berlalu dari Kaum Ad, menembus segala sesuatu antara langit dan bumi, menghantam segala sesuatu dengan batu. Delegasi  Kaum Ad meninggalkan Makkah dan melakukan perjalanan sampai mereka melewati Muawiyah bin Bakr dan ayahnya, dan mereka berhenti di sana.

Sementara mereka bersamanya, seseorang mendekati sambil menunggangi unta pada malam yang diterangi cahaya bulan, malam ketiga setelah (angin) menghantam Kaum Ad. Dia memberi tahu mereka apa yang terjadi, dan mereka bertanya, “Dan di mana engkau berpisah dari Hud dan sahabat-sahabatnya?”

Dia berkata, “Aku berpisah dengan mereka di pantai.”

Dan ketika mereka meragukan apa yang dia katakan kepada mereka, putri Bakr, Huyzaylah berkata, “Dia mengatakan yang sebenarnya, demi Tuhan Makkah! Dan Muthawwib bin Yaghfur, putra saudaraku Muawiyah bin Bakr, ada bersama mereka.”[1]


Sementara seluruh Kaum Ad yang berada di Lembah al-Mughith dikabarkan telah binasa, lalu bagaimana dengan nasib delegasi Kaum Ad lainnya yang waktu itu masih berada di Makkah? Dan bagaimana dengan nasib Marthid bin Sa’d. Riwayat dari Ibnu Ishaq masih berlanjut, dan akan disampaikan dalam sambungan artikel ini. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 34-36.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*