Rasulullah bersabda, “Orang terdahulu yang paling celaka adalah pemotong unta (Nabi Shaleh).”
Untuk memulai kisah tentang Nabi Shaleh AS, kita akan memulainya dari sebuah riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang disampaikan oleh salah satu sahabat, Abu al-Tufail:
Ketika Rasulullah pergi dalam ekspedisi untuk menyerang Tabuk, dia berkemah di al-Hijr dan berkata, “Wahai orang-orang! Janganlah meminta tanda (sebagai bukti kenabian) kepada Nabi kalian! Umat Shaleh ini meminta nabi mereka untuk mengirimi mereka tanda, dan Allah mengirim mereka unta betina sebagai tanda.
“Pada hari gilirannya (si unta betina) untuk minum, ia masuk di antara mereka dari celah (batu) ini dan meminum air mereka. Pada hari giliran mereka (Kaum Tsamud), mereka akan mendapatkan ini (air) dan akan mengambil susu darinya sebanyak sebagaimana mereka mengambil air sebelumnya. Dengan demikian ia akan keluar dari celah (untuk memberi susu).
“Namun mereka menjadi tidak taat kepada perintah Tuhan mereka dan melukainya[1] (si unta betina), jadi Allah menjanjikan kepada mereka hukuman setelah tiga hari. Itu adalah janji dari Allah dan tidak salah. Maka Allah menghancurkan mereka semua, di Timur dan Barat, kecuali terhadap satu orang yang berada di tempat suci Allah. Tempat suci Allah melindunginya dari hukuman Allah.”
Mereka berkata, “Dan siapakah orang itu, wahai Rasulullah?”
Dia berkata, “Abu Righal.”[2]
Dalam hadis lain, yang diriwayatkan oleh at-Thabrani, Rasulullah bersabda, “Orang terdahulu yang paling celaka adalah pemotong unta (Nabi Shaleh).”[3]
Riwayat di atas menjadi semacam ringkasan dari apa yang terjadi terhadap Kaum Tsamud, umat Nabi Shaleh. Adapun penjelasan yang lebih lengkap, seperti misalnya mengapa Nabi Shaleh diutus? Kapan dia diutus? Bagaimana biografi Kaum Tsamud? Dan mengapa mereka dihancurkan? Itu akan dipaparkan secara lebih detail kemudian. Mari kita simak kisahnya.
Urutan masa kemunculan Nabi Shaleh, dapat diurut dari masa kenabian Nabi Nuh, dalam rentang waktu yang cukup dekat. Alquran tidak menjelaskan berapa rentang waktu antara peristiwa banjir besar pada masa Nabi Nuh sampai munculnya kaum ini, namun silsilah keluarga kaum ini masih cukup dekat dengan Nuh. Meskipun secara silsilah dekat, namun dalam banyak riwayat, orang-orang pada masa ini seringkali digambarkan berumur sangat panjang, ratusan bahkan ribuan tahun.
Setelah bahtera Nuh tiba di Gunung al-Judi dan mendarat di sana, dalam suatu riwayat dikatakatan bahwa Nuh membagi-bagi bumi kepada ketiga putranya. Amir bin Sharahil al-Sha`bi meriwayatkan, “Ketika Nuh, keturunannya, dan semua yang ada di dalam bahtera turun ke bumi, dia membagi bumi kepada para putranya ke dalam tiga bagian.
“Kepada Sem, dia memberikan bagian tengah bumi di mana Yerusalem, Sungai Nil, Sungai Efrat, Tigris, Sayhan, Jayhan (Gihon), dan Fayshan (Pison) berada. Itu memanjang dari Pison ke timur Sungai Nil, dan dari daerah dari mana angin selatan bertiup hingga ke daerah dari mana angin utara bertiup.
“Kepada Ham, dia memberikan bagian (bumi) di sebelah barat Sungai Nil dan daerah-daerah yang melampaui wilayah tempat angin barat bertiup. Bagian yang dia berikan kepada Yafet terletak di Pison dan daerah-daerah yang melampaui tempat angin timur bertiup.”[4]
Menurut Al-Tabari, dari ketiga putra Nuh tersebut, adalah keturunan dari Sem yang melahirkan dua kaum penyembah berhala. Dua kaum tersebut adalah Kaum Ad dan Kaum Tsamud. Ad dan Tsamud, dulunya adalah nama dua orang yang masih keturunan Nabi Nuh. Berikut ini adalah silsilah dari Ad: Ad bin Uz bin Aram bin Sem bin Nuh. Sementara itu, silsilah dari Tsamud adalah: Tsamud bin Gether bin Aram bin Sem bin Nuh.[5]
Allah kemudian mengutus dua nabi kepada kedua kaum tersebut. Untuk Kaum Ad, Allah mengutus Nabi Hud, dan untuk Kaum Tsamud, Allah mengutus Nabi Shaleh. Peristiwa kenabian Nabi Hud, terjadi lebih dahulu ktimbang Nabi Shaleh. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya, “Setelah penghancuran Kaum Ad, suku Tsamud menggantikan mereka dalam kekuasaan dan kejayaan. Mereka juga jatuh ke dalam penyembahan berhala.
“Ketika kekayaan materi mereka meningkat, demikian pula cara kejahatan mereka, sementara kebajikan mereka menurun. Seperti Kaum Ad, mereka membangun bangunan-bangunan megah di dataran dan memahat rumah-rumah yang indah di perbukitan. Tirani dan penindasan menjadi lazim ketika orang-orang jahat memerintah negeri itu.”[6]
Hal ini juga diungkapkan di dalam Alquran:
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Q.S 7: 74). (PH)
Bersambung ke:
Catatan Kaki:
[1] Dalam anotasi yang dibuat oleh William M. Brinner, penerjemah buku Al-Tabari, “melukai” di sini maksudnya adalah, mereka memotong atau mencungkil tendon kaki unta untuk melumpuhkannya, suatu tindakan yang biasa dilakukan terhadap unta sebelum ia disembelih.
[2] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 46.
[3] Dalam Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 156.
[4] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 1, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal (State University of New York Press: New York, 1989), hlm 370-371.
[5] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, Op.Cit., hlm 28.
[6] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 4, Prophet Salih.