Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Syuaib (5): Azab Dua Kaum

in Sejarah

Qatadah bin an-Numan meriwayatkan, “Syuaib dikirim ke dua kaum; kepada bangsanya sendiri, yaitu Kaum Madyan, dan kepada para penyembah semak berduri. Semak berduri adalah semacam pohon yang melilit.”

Foto ilustrasi: Alvin Fai

Di dalam Alquran, dikatakan bahwa Nabi Syuaib diutus ke dua nama kaum, yakni Madyan dan Aikah:

“Dan (Kami telah mengutus) kepada Madyan saudara mereka Syuaib.” (Q.S al-Araf [7]: 85)

“Penduduk Aikah telah mendustakan para rasul. Ketika berkata saudara mereka Syuaib kepada mereka: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku buat kamu adalah seorang Rasul tepercaya, maka bertakwalah kepada Allah dan patuhilah aku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (Q.S asy-Syuara [26]: 176-180)

Ada beberapa pendapat tentang keberadaan kedua kaum tersebut, yang pertama kami akan sampaikan dari Ibnu Katsir. Mengacu kepada ayat Alquran yang berbunyi:

“Dan pemuka-pemuka yang amat sombong dari kaumnya (Kaum Madyan) berkata: ‘Sungguh kami pasti mengusirmu hai Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami atau engkau harus kembali ke agama kami.’.” (Q.S al-Araf [7]: 88)

Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya, setelah menyampaikan ayat di atas berkata, “Mereka (Kaum Madyan) menyita barang-barang milik Syuaib dan para pengikutnya, kemudian mengusir mereka ke luar kota. Sang Nabi berpaling kepada Tuhannya untuk meminta bantuan, dan permohonannya dijawab.  

“Allah menurunkan mereka panas yang terik dan mereka sangat menderita. Saat melihat awan berkumpul di langit, mereka berpikir itu akan membawa hujan yang sejuk dan menyegarkan, dan bergegas keluar dengan harapan dapat menikmati hujan. Alih-alih, awan itu meledak, melontarkan petir dan api.

“Mereka mendengar suara gemuruh dari atas yang menyebabkan bumi di bawah kaki mereka bergetar. Para pelaku kejahatan binasa dalam keadaan yang mengerikan.”[1]

Setelah menggambarkan diazabnya Kaum Madyan, Ibnu Katsir barulah menuturkan ayat Alquran yang menyebut tentang Penduduk Aikah yang juga membangkang terhadap Nabi Syuaib. Dengan demikian, Ibnu Katsir beranggapan, bahwa antara Madyan dan Aikah, keduanya adalah kaum yang berbeda.

Sementara itu, Quraish Shihab berkata lain, menurutnya, Madyan dan Aikah adalah kaum yang sama. Jika Madyan mengacu kepada nama suatu kaum, maka Aikah mengacu kepada nama suatu tempat.

Quraish Shihab berkata, “Sementara ulama menunjuk desa al-Aikah sebagai lokasi pemusnahan mereka (Kaum Madyan) dan ada juga yang berpendapat bahwa al-Aikah adalah nama lain dari Tabuk. Kota Tabuk pernah menjadi ajang perang antara Nabi Muhammad SAW dan kaum musyrikin pada tahun IX H/630 M.”[2]

Dalam versi yang berbeda, Qatadah bin an-Numan sebagaimana dikutip oleh al-Tabari, mengatakan, “Syuaib dikirim ke dua kaum; kepada bangsanya sendiri, yaitu Kaum Madyan, dan kepada para penyembah semak berduri. Semak berduri adalah semacam pohon yang melilit. Ketika Allah ingin menghukum mereka, Dia mengirimkan panas yang kuat terhadap mereka.

“Lalu Dia mengangkat hukuman itu dari mereka, seolah-olah itu adalah awan. Ketika (awan itu) mendekati mereka, mereka menghampirinya, mencari kesejukan darinya, tetapi ketika mereka berada di bawahnya, ia menjatuhkan api ke atas mereka, karena itulah firman-Nya berkata, ‘Maka mereka ditimpa siksa pada hari berawan.’.”[3]

Sementara itu, al-Muthanna, juga sebagaimana dikutip oleh al-Tabari meriwayatkan:

Dia (Syuaib) disebut pengkhotbahnya para nabi. Allah mengutusnya sebagai nabi kepada Kaum Madyan, yang merupakan penyembah semak berduri, semak berduri adalah pohon yang melilit.

Mereka adalah kaum yang tidak percaya kepada Allah, dan yang menggunakan takaran dan timbangan yang tidak benar untuk merampas kekayaan orang-orang.

Allah telah memberi mereka lebih banyak rezeki dan menjadikan hidup mereka mudah sebagai upaya untuk membujuk mereka untuk menjadi orang yang benar, meskipun mereka tidak beriman kepada-Nya.

Syuaib berkata kepada mereka, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).”

Beberapa perkataan Syuaib kepada kaumnya dan tanggapan kaumnya terhadap dirinya tercatat di dalam Kitab Allah.[4]

Demikianlah beberapa riwayat dan pendapat dari ulama-ulama terkemuka terkait identifikasi siapa saja yang menjadi umat Nabi Syuaib. Perihal kebenarannya, kami serahkan sepenuhnya kepada pembaca.

Di bawah ini adalah beberapa ayat Alquran yang mengisahkan azab terhadap umat Nabi Syuaib:

Maka goncangan menimpa mereka, maka jadilah mereka bergelimpangan dalam kediaman mereka. Orang-orang yang mendustakan Syuaib seolah-olah mereka belum pernah bertempat tinggal di sana, orang-orang yang mendustakan Syuaib mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Q.S al-Araf [7]: 91-92)

“Lalu mereka mendustakannya maka mereka ditimpa siksa pada hari berawan. Sesungguhnya ia adalah siksa hari yang besar.” (Q.S asy-Syuara [26]: 189)

Setelah azab ditimpakan kepada kaumnya, Nabi Syuaib berkata:

“Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kamu risalah-risalah Tuhanku dan aku telah menasihati kamu, maka bagaimana aku bersedih terhadap orang-orang kafir.” (Q.S al-Araf [7]: 93)

Mengomentari ayat di atas, Quraish Shihab mengatakan, “Ayat ini pada awalnya mengisyaratkan adanya rasa iba dan penyesalan dalam hati Nabi Syuaib AS sebagaimana dipahami dari penggalan awal ucapan beliau, tetapi penutup ucapannya menegaskan bahwa beliau tidak wajar bersedih.

“Ini bukan berarti awal ayat bertentangan dengan akhirnya, karena rasa iba yang pertama adalah akibat ketidak-berimanan mereka, apalagi itu berkaitan dengan keluarga, dan suku bangsa mereka, sedang yang kedua yang menafikan kesedihan mendalam menyangkut putusan Allah membinasakan mereka, karena putusan tersebut sangat wajar lagi pada tempatnya.”[5]

Beberapa tradisi Muslim pada hari ini memiliki beberapa versi tentang keberadaan makam Nabi Syuaib, di antaranya termasuk di Sinai dan beberapa tempat di Palestina.  

Masjid di Wadi Syuaib, Yordania. Foto: usna.edu

Versi lainnnya mengatakan makamnya terletak di sebuah masjid di Wadi Syuaib yang mengarah dari Lembah Yordan ke kota al-Salt di barat laut Amman di Yordania. Masjid ini memiliki konstruksi yang modern dan di dalamnya terdapat sebuah makam yang diyakini sebagai makam Nabi Syuaib. Makam ini sempat mengalami pemugaran.

Makam Nabi Syuaib yang terletak di dalam masjid. Foto: usna.edu

Makam Nabi Syuaib di masjid ini terletak di dalam sebuah ruangan di sebelah timur masjid utama dan area salat. Makam ini ukurannya biasa saja, sebagaimana layaknya tinggi rata-rata manusia pada hari ini, namun beberapa pelancong dan penduduk setempat melaporkan bahwa makam itu ukurannya jauh lebih panjang waktu sebelum dipugar.[6]

Lima kisah nabi-nabi, yakni Nuh, Hud, Shaleh, Luth, dan Syuaib, berulang-ulang dikemukakan oleh Alquran dalam berbagai surat dengan urutan seperti demikian. Hal itu dikarenakan kelima nabi tersebut, semuanya melihat dengan mata kepala mereka sendiri kehancuran kaumnya yang membangkang.[7] (PH)

Seri Kisah Nabi Syuaib selesai.

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 11, Prophet Shuaib.

[2] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 168.

[3] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 145. Ayat Alquran yang dimaksud dalam riwayat ini adalah Surat asy-Syuara Ayat 189.

[4] Ibid., hlm 144. Ayat Alquran yang dimaksud dalam riwayat ini adalah Surat Hud ayat 84.

[5] Quraish Shihab, Op.Cit., hlm 177.

[6] “Shuayb”, dari laman https://www.usna.edu/Users/humss/bwheeler/shuayb.html, diakses 9 Februari 2020.

[7] Quraish Shihab, Op.Cit., hlm 177-178.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*