Mozaik Peradaban Islam

Ilusi Identitas Arab: Sebuah Pengalaman dan Klarifikasi (21): Arab dalam Hadis-Hadis Nabi (2)

in Studi Islam

Last updated on June 20th, 2021 01:57 pm

Imam Ali Zainal Abidin berpidato di hadapan Yazid pasca tragedi Karbala, “Wahai manusia sekalian, kami (Ahlul Bait) diberi enam anugerah dan tujuh keutamaan….”

Foto: Lukisan karya Hassan Rouh al-Amin

Oleh Musa Kazhim al-Habsyi | Penerjemah dan Koresponden TV Arab

Dalam kitab-kitab sejarah seperti al-Futuh karya Ibnu A’tsam al-Kufi, Maqatil al-Thalibiyyin karya Abul Faraj al-Ishfahani, dan Maqtal al-Husein karya al-Khawarizmi, ada sebuah pidato Imam Ali Zainal Abidin di hadapan Yazid pasca tragedi Karbala.

Di dalam pembukaan pidato itu, Imam Zainal Abidin mengungkapkan: “Wahai manusia sekalian, kami (Ahlul Bait) diberi enam anugerah dan tujuh keutamaan. Kami dianugerahi ilmu, kemampuan menahan diri dari reaksi berlebihan (hilm), tenggang rasa, kefasihan berbahasa (fashahah), keberanian, dan kecintaan di hati orang-orang beriman….”

Jelas sekali bahwa di sini Imam Zainal Abidin menegaskan kefasihan adalah anugerah Allah kepada Ahlul Bait. Artinya, ia bukan milik semua Arab. Bukan pula kefasihan yang terdapat dalam ‘araby itu mendarah daging dalam suatu suku tertentu.

sebaliknya, ia adalah kualitas intelektual yang Allah anugerahkan pada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan kualitas itu bisa pula dipelajari dan diraih dengan standar pembelajaran tertentu.

Bagi yang mengenal khazanah Islam, kafasihan Imam Ali bin Abi Thalib sebagai Imam Ahlul Bait tidak lagi dapat diragukan. Kawan dan lawan mengakui kefasihannya. Para ahli sejarah menyebutkan peristiwa ketika Muawiyah, musuh bebuyutan Imam Ali mengakui kefasihannya.

Suatu kali Muhfin adh-Dhabbi datang menemui Muawiyah. Dengan harapan mendapat pujian Muawiyah, dia berbual: “Aku baru saja bertemu dengan orang yang paling tungkap (a’ya an-nas) …!”

Muawiyah pun menghardik: “Wahai orang sial! Apa kau sedang berbicara tentang Ali?” Apa ada orang yang mempelopori kefasihan Quraisy selain dirinya?!”

Nahjul Balaghah karya Imam Ali dan ash-Shahifah as-Sajjadiyah karya Imam Ali Zainal Abidin telah menjadi saksi kefasihan khas Ahlul Bait. Dua karya ini memuat kata-kata paling fasih dalam bahasa Arab setelah Alquran dan hadis-hadis Nabi. Dan sejujurnya karya-karya mereka adalah khazanah kefasihan ‘araby yang tidak tertandingi.

Meski di era Umayyah dan Abbasiyah banyak penyair Arab yang dibesar-besarkan, tapi tidak ada orang jujur yang bisa melebih-lebihkannya dibandingkan dengan kefasihan Ahlul Bait. Bahkan kefasihan para penyair Arab Jahiliah yang gencar dipromosikan demi menandingi khazanah tersebut terlihat pucat pasi di hadapan warisan mereka. Malah, bukan mustahil, kegairahan menelaah syair-syair Jahiliah tumbuh sebagai cara mengalihkan khalayak dari warisan agung kefasihan Ahlul Bait dalam berbahasa Arab.

Alakulli hal, sampai di sini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa hadis-hadis Nabi dan Ahlul Bait beliau sama-sama menegaskan bahwa kefasihan berbahasa Arab adalah keunggulan yang tidak terkait dengan suku dan golongan.

Seperti yang sudah saya paparkan dari pandangan-dunia Ibnu Arabi, bahasa Arab bagi Ahlul Bait adalah metabahasa yang menurunkan wahyu ke dalam ranah kognitif manusia. Kefasihan menggunakannya tak mungkin dipisahkan dari penghayatan total orang terhadap kesucian wahyu itu sendiri.

Tak ada yang bisa menyentuh bahasa ‘araby Alquran kecuali yang telah disucikan, seperti yang ditegaskan Allah dalam surah al-Waqiah ayat 79. Allamah Thabathabai dalam tafsir al-Mizan memberikan kemungkinan bahwa makna ayat di atas adalah kemustahilan orang menangkap hakikat wahyu Alquran tanpa kesucian, di samping tentunya makna umumnya yang terkait kewajiban bersuci sebelum menyentuhnya secara fisik.[]

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*