Mozaik Peradaban Islam

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (4)

in Islam Nusantara

Last updated on September 6th, 2018 08:16 am

Arya Wiraraja yang beragama Islam adalah pewaris sah Kerajaan Lumajang. Tapi di tengah perjalanan karirnya hubungan Arya Wiraraja sempat memburuk dengan Kertanegara yang tidak lain adalah pamannya. Menurut Agus Sunyoto, ketidakserasian hubungan Sri Kertanegara dengan Arya Wiraraja, salah satunya diduga akibat perbedaan agama.”

—Ο—

 

Sebagaimana sudah diungkap pada edisi sebelumnya, bahwa fakta keislaman Arya Wiraraja berpotensi besar mengubah perspektif sejarah para periode krusial masa transisi antara Singasari ke Majapahit, dan sejarah Islam di Nusantara secara umum. Salah satu di antaranya adalah munculnya asumsi – yang kian hari makin meyakinkan – bahwa kerajaan Islam tertua di Jawa bukanlah Demak, Giri, Tuban atau Surabaya, melainkan Kerajaan Lumajang yang dirajai oleh Arya Wiraraja.

Nama Lumajang berasal dari kata “Lamajang” yang mempunyai dua macam arti yaitu “Lemah” dan “Hyang” yang artinya Rumah Dewa atau tempat yang disucikan. Lamajang juga bisa diartikan sebagai “Lemah” dan “Ajang” atau piring yang berarti daerah yang kental nuansa kesuburannya. Bukti keberadaan Kerajaan Lumajang sendiri sebenarnya sudah terkuak sejak ditemukannya kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Prasasti Mula Manurung menyebutkan, Lamajang merupakan suatu wilayah yang penting sejak zaman Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan Kerajaan Singosari di abad ke-13.[1]

Naskah prasasti tersebut telah diterjemahkan dan dianalis oleh Slamet Muljana serta dipublikasikan dalam karyanya berjudul, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979). Dari uraiannya, naskah prasasti tersebut diperkirakan terdiri atas sepuluh lempeng, namun lempengan kedua, keempat, dan keenam tidak ditemukan.[2]

Dalam catatan muthahir ditemukan bahwa Prasasti Mula Malurung terdiri dari 12 lempeng prasasti tembaga ukuran 32,5×10 cm yang tertulis pada kedua sisi tiap lempeng kecuali pada lempeng pertama yang memuat 7 baris. Lempeng 1,3,5,7,8,9,10,11, dan 12 ditemukan di Kediri Jatim pada 1975.[3] Sementara lempeng 2,4,6 ditemukan pada 2001 di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. [4]

Dari inkripsi yang sudah dilakukan oleh para sejarawan diketahui bahwa Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini diterbitkan Kertanegara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kediri, tapi atas perintah ayahnya Wisnuwardhana, Raja Singasari.

Secara garis besar prasasti tersebut menyatakan bahwa kerajaan Lumajang yang merupakan Juru, bagian dari Kerajaan Tumapel (Singasari) dirajai oleh Nararya Kirana, putri Sri Prabu Seminingrat Jayawisynuwardhana. Amanat ini tertera pada lempeng tembaga ketujuh (dari 12 lempeng Prasasti Mula Malurung),  halaman a baris 1-3 disebutkan: ..sira Nararyya Sminingrat, pinralista juru Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng Nagara Lamajang. (Yang berarti, beliau Nararyya Kirana ditetapkan sebagai juru di Lamajang, diangkat menjadi pelindung di Negara Lamajang).

Selanjutnya, masih dalam prasasti yang sama dikatakan; Saudara ipar Sri Prabu Seminingrat Jayawisynuwardhana, Mahisa Cempaka bergelar Sang Narajaya Kulup Kuda yang dirajakan di Madura. Nararya Turuk Bali, putri Sri Prabu Seminingrat Jayawisynuwardhana, yang menikah dengan Jayakatwang, dirajakan di Glangglang di Urawan. Sri Ratnaraja, adik sepupu Sri Prabu Seminingrat Jayawisynuwardhana dirajakan di Lwa. Sementara putra mahkota, Nararya Murddhaja, dirajakan di Daha dengan gelar Sri Kertanegara.[5]

Adapun Arya Wiraraja menurut Agus Sunyoto tidak lain putra dari Nararya Kirana, yang dengan demikian, dia adalah pewaris sah singgasana Lumajang. Sebagaimana dituturkan oleh Agus Sunyoto dalam karyanya, bahwa pada saat Kertanegara dinobatkan menjadi Raja Singasari dengan gelar abisheka Sri Kertanegara Wikramotunggadewa, yang cita-cita tinggi mempersatukan Nusantarta, putra Nararya Kirana yang bernama Arya Wiraraja mengabdi sebagai Demung (Kepala rumah tangga raja) di Singasari, dimana jabatan Demung adalah salah satu jabatan penting dari Panca Tandha yang terdiri dari Patih, Demung, Rangga, Kanuruhan, tumenggung, jabatan yang berhubungan langsung dengan raja. Bagaimana seorang pewaris tahta kerajaan Lumajang mengabdi sebagai demung, yang merupakan salah satu dari jabatan Panca Tandha yang dekat dengan raja?

Lebih lanjut menurut Agus Sunyoto, Kedudukan demung sendiri, sebagai kepala rumah tangga raja sangat penting, karena tugas utama demung berhubungan dengan keselamatan raja beserta keluarganya, sehingga wajar seorang raja besar seperti Sri Kertanegara lebih mempercayakan keselamatan diri dan keluarganya kepada putra dari kakak kandungnya, Nararya Kirana, yaitu Arya Wiraraja.

Namun di tengah perjalanan, hubungan antara paman dan keponakan ini ternyata tidak berjalan mulus. Babad Pararaton menyebutkan, bahwa kemudian Arya Wiraraja dibebas tugaskan dari jabatan penting tersebut dan dijauhkan dari pusat kerajaan ke wilayah Madura.[6] Menurut Agus Sunyoto, keputusan tersebut diambil karena terjadi ketidakserasian antara paman dan keponakan tersebut, yang menurut asumsinya, ketidakserasian hubungan Sri Kertanegara dengan Arya Wiraraja, salah satunya diduga akibat perbedaan agama.[7] (AL)

Bersambung…

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (5)

Sebelumnya:

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (3)

Catatan kaki:

[1] Keberadaan Lamajang bahkan tercatat dalam beberapa literatur kuno seperti Prasasti Kudadu, Babad Negara Kertagama, Babad Pararaton, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Sorandaka. Lihat, https://www.ngopibareng.id/timeline/majapahit-timur-berpusat-di-lumajang-bagian-ii-2570432, diakses 27 Agustus 2018

[2] Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Mula_Malurung, diakses 27 Agustus 2018

[3] Berdasarkan Wikipedia, isinya Prasasti Mula Marulung yang ditemukan pertama adalah sebagai berikut: Lempengan pertama berisi perintah Kertanegara untuk menerbitkan prasasti sebagai piagam pengesahan anugerah Bhatara Parameswara dan Seminingrat, sebagai penguasa Jaw; Lempengan ketiga berisi pengabdian Pranaraja terhadap raja-raja sebelumnya. Kertanegara disebut sebagai putra Seminingrat dan Waning Hyun. Waning Hyun adalah putri Parameswara. Pengganti Parameswara adalah Guningbhaya lalu Tohjaya. Sepeninggal Tohjaya, Seminingrat menyatukan kembali kerajaan Tumapel; Lempengan kelima berisi kesetiaan Pranaraja terhadap Seminingrat. Juga berisi puji-pujian untuk Seminingrat; Lempengan ketujuh berisi lanjutan nama-nama raja bawahan yang diangkat Seminingrat, antara lain Kertanagara di Kadiri dan Jayakatwang di Gelang-Gelang; Lempengan kedelapan berisi ungkapan terima kasih para abdi yang dipimpin Ramapati atas anugerah raja; Lempengan kesembilan berisi anugerah untuk Pranaraja adalah desa Mula dan desa Malurung. Disebutkan pula bahwa Seminingrat adalah cucu Bhatara Siwa pendiri kerajaan; Lempengan kesepuluh berisi perintah Seminingrat melalui Ramapati supaya Kertanagara mengesahkan anugerah tersebut untuk Pranaraja. Lihat, Ibid

[4] Lihat, https://www.kompasiana.com/siwisang/56f26c812f7a61cd0859ab9d/identifikasi-dyah-lembu-tal-berdasarkan-prasasti-mula-malurung-1255m?page=all, diakses 27 Agustus 2018

[5] Lihat, Agus Sunyoto, “Atlas Wali Songo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah”, Tanggerang Selatan, IIMaN, 2018, hal. 123

[6] Babad Pararaton menyebutkan: “Hana ta wongira, babatanganira buyuting Nangka, aran Banyak Wide, sinungan pasenggahan Arya Wiraraja, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon Adipati ing Songenep, anger ing Madura wetan” yang artinya: “Ada seorang hambanya (Kertanegara) merupakan keturunan tetua di Nangka bernama Banyak Wide yang kemudian bergelar Arya Wiraraja dan dijauhkan menjadi adipati Sumenep, Madura wetan“. Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Aria_Wiraraja, diakses 27 Agustus 2018

[7] Lihat, Agus Sunyoto, Op Cit, hal, 124

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*