Mozaik Peradaban Islam

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (7)

in Islam Nusantara

Last updated on September 8th, 2018 08:11 am

Sejarah mencatat bagaimana Arya Wiraraja yang beragama Islam, bersama kedua putranya – Arya Adikara Ranggalawe dan Arya Menak Koncar, beserta pasukan Madura yang dipimpin Arya Lembu Sora, adiknya – menjadi tokoh-tokoh utama yang membantu Nararya Sanggramawijaya membuka hutan Tarik dan membangunnya sebagai perkampungan yang dihuni orang-orang Madura yang kemudian diberi nama Majapahit – Wilwatikta.”

—Ο—

Setelah mengeluarkan kebijakan kontroversial, dengan menghukum para pejabat di lingkungan kerajaan yang tidak setia, Sri Kertanegara merasa bahwa urusan politik dalam negerinya sudah selesai. Namun dia mungkin tidak menyadari, bahwa kebijakannya yang melampaui batas, telah melukai hati banyak orang terdekatnya. Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, sebenarnya benih-benih pemberontakan sudah merambati singgasananya.

Pada tahun 1275, Sri Kertanegara mulai memberi perintah kepada bala tentaranya untuk melaksanakan ekspedisi Pamalayu. Sebagian pendapat mengatakan bahwa misi ini bertujuan untuk mengkonsolodasikan kekuatan Nusantara guna menangkal penetrasi bangsa Mongol yang terus berekspansi di utara.[1] Bila melihat dari tahunnya, agaknya asumsi tersebut cukup beralasan, mengingat pada periode tersebut, pasukan Mongol sudah berhasil menundukkan hampir seluruh kekuatan di kawasan Asia, termasuk imperium raksasa seperti Cina dan Dinasti Abbasiyah di Bahgdad.

Tapi terlepas dari kemungkinan itu, Sri Kertanegara melalui ekspedisi Pamalayu pada akhirnya memang berhasil menaklukkan Swarnabumi (tanah Melayu), dan ini secara definitif memberikan legitimasi kepadanya sebagai raja terbesar di Nusantara pada masanya.

Hanya saja, dan ini mungkin terjadi di luar perhitungan Sri Kertanegara, misinya yang ambisius ternyata menyita sebagian kekuatan Singasari dan membuat ibu kota lemah. Dalam situasi seperti ini, Arya Wiraraja melihat terbukanya kesempatan untuk melakukan pembalasan atas hukuman yang diberikan Sri Kertanegara pada dirinya. Arya Wiraraja kemudian mengutus putranya yang bernama Wirondaya untuk menemui Jayakatawang, Raja Glangglang, yang juga suami dari bibinya, Nararya Turuk Bali, untuk merebut tahta Singasari. Saran dari Arya Wiraraja ternyata didengar oleh Jayakatwang dan dilaksanakan. Jayakatwang pun mengerahkan pasukan ke ibu kota Singasari dan berhasil membunuh Sri Kertanegara.[2]

Ketika Sri Kertanegara wafat, maka secara otomatis terbukalah peluang bagi siapa saja keturunan Sri Rajasawangsa (Ken Arok) untuk menjadi penerus Kertanegara. Salah satunya, adalah menantu Kertanegara yang bernama Nararya Sanggramawijaya, putra Dyah Lembu Tal. Dia termasuk salah seorang keluarga kerajaan Singasari yang berhasil selamat dari serangan Jayakatwang.[3]

Sebagaimana sejarah mencatat, Nararya Sanggramawijaya kemudian mendatangi Arya Wiraraja di Madura untuk memohon perlindungan. Sesampainya di Madura, kedatangan Nararya Sanggramawijaya tersebut disambut dengan tangan terbuka oleh Arya Wiraraja.[4] Tidak sampai di situ, Arya Wiraraja pada akhirnya berhasil membuat persekutuan dengan Nararya Sanggramawijaya untuk bersama-sama menaklukkan Jayakatwang, yang ketika itu sudah memindahkan ibu kota kerajaan Singasari ke Kediri. Salah satu isi kesepakatan tersebut adalah bahwa jika Nararya Sanggramawijaya kelak berhasil menguasai Pulau Jawa, dia berjanji akan membagi kerajaan kepada Arya Wiraraja.

Menurut Agus Sunyoto, tindakan Arya Wiraraja melindungi dan mengatur siasat agar Nararya Sanggramawijaya dapat meraih kekausaan tampaknya tidak sekedar disebabkan hubungan kekerabatan di antara mereka sebagai keturunan Rajasawangsa. Selain karena usia Arya Wiraraja lebih tua, tapi juga didasari oleh ketidaksukaannya dipimpin oleh Sri Kertanegara yang menganut ajaran Syiwa-Budha Tantra sekte Tantra Bhirawa.[5]

Sebagai langkah awal untuk mencapai misinya, Arya Wiraraja terlebih dahulu menghubungkan Nararya Sanggramawijaya dengan Jayakatwang yang menyatakan bahwa Nararya Sanggramawijaya telah bersedia menyerah dan ingin mengabdi kepada Sri Prabu Jayakatwang. Untuk itu, maka dikirimlah putra Arya Wiraraja, Wirondaya, menjadi utusan yang membawa surat kepada Jayakatwang.

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menuturkan bahwa penguasa baru, Sri Jayakatwang, menerima dengan baik pengabdian Nararya Sanggramawijaya, dan bahkan memberinya Hutan Tarik untuk dijadikan lahan berburu raja sekaligus kediamaan Nararya Sanggramawijaya beserta pengikutnya. Sejarahpun mencatat bagaimana Arya Wiraraja dengan kedua putranya – Arya Adikara Ranggalawe dan Arya Menak Koncar, beserta pasukan Madura yang dipimpin Arya Lembu Sora, adiknya – menjadi tokoh-tokoh utama dalam membantu Nararya Sanggramawijaya membuka hutan Tarik dan membangunnya sebagai perkampungan yang dihuni orang-orang Madura yang kemudian diberi nama Majapahit – Wilwatikta.[6] Adapun khusus bagi Wirondaya, atas jasanya yang besar, putra sulung Arya Wiraraja tersebut oleh Nararya Sanggramawijaya dianugerahi nama Abhiseka; Ranggalawe.

Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Photo: majapahitciph

Setelah pondasi kekuatan terbangun cukup sempurna di Majapahit, Nararya Sanggramawijaya mulai melancarkan lobi-lobi politik dan mempengaruhi orang-orang Tumapel yang masih setia pada keturunan Sri Prabu Siminingrat Wisynuwardhana – termasuk orang-orang Sunda yang mengawalnya ke Tumapel sewaktu mengabdi pada Sri Kertanegara agar bersedia tinggal di Majapahit. Ketika itu, hutan Tarik sudah menjadi pemukiman dan lahan pertanian yang subur, sehingga layak dihuni dengan tentram. Setelah itu, dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan serangannya ke Kediri.

Dengan modal dasar wilayah, yang dihuni penduduk berkompetensi tinggi di Hutan Tarik, Nararya Sanggramawijaya tidak hanya berani berpikir untuk mengalahkan Jayakatwang. Lebih dari itu, dia bisa bermimpi mendirikan sebuah imperium raksasa yang jauh lebih kokoh dan besar dari yang pernah dibuat oleh pendahulunya. Tapi yang luput dari intaian mata sejarah, adalah fakta bahwa Arya Wiraraja beserta keluarganya adalah Muslim. Dengan demikian, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kaum Muslimin memiliki peran yang besar dalam membidani lahirnya imperium raksasa di Nusantara yang bernama Majapahit. (AL)

Bersambung ke:

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (8)

Sebelumnya:

Kronik Nusantara tentang Kerajaan Islam Pertama di Jawa (6)

Catatan Kaki:

[1] Lihat, Wikipedia, Ekspedisi Pamalayu, https://id.wikipedia.org/wiki/Ekspedisi_Pamalayu, diakses 2 September 2018

[2] Lihat, Wikipedia, Jayakatwang, https://id.wikipedia.org/wiki/Jayakatwang, diakses 2 September 2018

[3] Ibid

[4] Lihat, Wikipedia, Ranggalawe, https://id.wikipedia.org/wiki/Ranggalawe, diakses 2 September 2018

[5] Lihat, Agus Sunyoto, “Atlas Wali Songo; Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah”, Tanggerang Selatan, IIMaN, 2018, hal. 128

[6] Lihat, Wikipedia, Ranggalawe, Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*