Malcolm X (15): Menikahi Betty Shabazz (2)

in Tokoh

Last updated on April 26th, 2018 01:10 pm

“Cinta melampaui dari sekedar sesuatu yang bersifat fisik. Cinta adalah disposisi, perilaku, sikap, pikiran, suka, tidak suka—hal-hal inilah yang membuat wanita menjadi cantik. Inilah keindahan yang tidak pernah memudar. Islam mengajarkan kita untuk melihat wanita dari dalam.

~Malcolm X

–O–

Malcolm X dan Betty Shabazz.

Kini Nation of Islam (NOI) telah menjadi organisasi besar, membiayai Betty pergi ke Chicago untuk mengisi kelas Muslimah di sana tentunya bukan persoalan besar. Demikianlah, setelah mengisi kelas, Betty diundang ke rumah Sang Nabi, Elijah Muhammad, dan istrinya, Clara Muhammad. Setelah berbincang-bincang, secara terpisah Elijah mengatakan kepada Malcolm bahwa Betty adalah Muslimah yang baik.

“Aku tidak akan mengatakan hal-hal romantis semacam itu, seperti yang Hollywood dan televisi jejalkan kepada pikiran para perempuan. Jika aku akan melakukan sesuatu, aku akan melakukannya secara langsung. Dan karena aku ingin melakukannya. Bukan karena aku melihat seseorang melakukannya. Atau baca tentang itu di buku. Atau menonton (film) di suatu tempat (dan menjadi terisnpirasi),” kata Malcolm.

Kemudian, pada suatu hari Minggu tahun 1958 ketika Malcolm di Detroit, dia menelepon Betty. “Oh, halo saudara menteri,” kata Betty menerima telepon. “Dengar, apakah kau ingin menikah (denganku)?” kata Malcolm. Mendengar itu Betty sangat terkejut dan kaget. Namun Malcolm sudah menduganya bahwa dia akan menerima, “ya,” kata Betty. “Yah, aku tidak punya banyak waktu, kau sebaiknya segera naik pesawat ke Detroit.”

Di kemudian hari, setelah mereka menikah, Malcolm mengatakan bahwa reaksi Betty yang ketika diajak menikah tampak terkejut hanya merupakan akting saja, “semakin aku memikirkannya, sampai hari ini aku percaya bahwa dia hanya berakting (terkejut). Karena perempuan (sudah) tahu. Mereka tahu,” kata Malcolm.

Di Detroit mereka menemui orang tua angkat Betty, mereka terkejut, tapi bahagia. Kali ini Betty dan orang tua angkatnya sudah berbaikan. Mereka sangat ramah terhadap Malcolm. “Pada akhirnya mereka (orang tua angkat Betty) bersikap seperti itu (ramah),” kata Malcolm.

Selanjutnya Malcolm memperkenalkan Betty kepada keluarganya. Esok harinya, pada Selasa 14 Januari 1958, Malcolm dan Betty melaksanakan prosesi pernikahan. Seorang pria kulit putih tua yang sudah bungkuk memimpin pernikahan. Dan semua saksi pernikahan merupakan orang kulit putih. Semua kerabat berdiri dan hadir di sana, tersenyum dan mengawasi setiap gerakan. Iblis tua itu—dalam Islam versi Elijah Muhammad, semua orang kulit putih merupakan seoarang Iblis—kemudian berkata, “aku sahkan kalian sebagai suami dan istri,” lalu, “ciumlah pengantinmu.”

Pada hari minggu selanjutnya, Elijah Muhammad datang ke Detroit, setelah memberikan ceramah dia mengumumkan tentang pernikahan Malcolm dan Betty. Setelah mereka kembali ke New York, Malcolm mengumumkan tentang pernikahannya dengan Betty. Mereka semua terkejut namun juga turut berbahagia karena menteri mereka menikah.

Pada tahun-tahun selanjutnya, mereka berdua tinggal di sebuah apartemen kecil di Queens, salah satu daerah di New York. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai enam anak perempuan. Anak pertama diberi nama Attallah, lahir pada bulan November tahun 1958. Namanya diambil dari Attilah, pemimpin suku Hun, suku Barbarian yang pernah memporak-porandakan Roma dan menguasainya. Dia memimpin dari sejak tahun 434 sampai 454.[1]

Anak kedua, diberi nama Qubilah, diambil dari Qubilah Khan, salah satu raja Mongol, lahir pada hari raya natal tahun 1960. Anak ketiga, diberi nama Yasah, diambil dari Nabi Ilyas, atau dalam pelafalan barat, Ilyas biasa disebut Elijah, lahir pada bulan Juli 1962. Anak keempat, bernama Amilah, lahir pada tahun 1964. Anak kelima dan keenam merupakan anak kembar, bernama Malikan dan Maalak, lahir pada tahun 1965, tujuh bulan setelah Malcolm meninggal.[2]

Putri-putri Malcolm X setelah mereka dewasa. Dari kiri ke kanan: Qubilah Shabazz, Gamilah Lumumba Shabazz Malaak Shabazz, Attallah Shabazz, dan Ilyasah Shabazz. Photo: malcolmxlegacy.com

“Aku rasa sekarang aku akan mengatakan aku mencintai Betty. Dia satu-satunya wanita yang pernah aku pikirkan tentang cinta. Dan dia adalah salah satu dari sangat sedikit—empat wanita —yang pernah aku percayai. Karena Betty adalah wanita muslim dan istri yang baik. Anda lihat, Islam adalah satu-satunya agama yang memberi suami dan istri pemahaman yang benar tentang apa itu cinta. Konsep “cinta” dalam Barat, Anda memisahkannya, itu benar-benar nafsu.

“Tetapi cinta melampaui dari sekedar sesuatu yang bersifat fisik. Cinta adalah disposisi, perilaku, sikap, pikiran, suka, tidak suka—hal-hal inilah yang membuat wanita menjadi cantik, istri yang cantik. Inilah keindahan yang tidak pernah memudar. Anda menemukan dalam peradaban Barat, bahwa ketika kecantikan fisik istri seorang pria telah pudar, dia kehilangan daya tariknya. Tetapi Islam mengajarkan kita untuk melihat wanita dari dalam, dan mengajarkannya untuk melihat kita,” kata Malcolm. (PH)

Bersambung ke:

Malcolm X (16): Tentang Konferensi Asia Afrika, Pesan untuk Akar Rumput (1)

Sebelumnya:

Malcolm X (14): Menikahi Betty Shabazz (1)

Catatan:

Artikel ini merupakan adaptasi dan terjemahan bebas dari buku karya Malcolm X dan Alex Haley, The Autobiography of Malcolm X, (Ballantine Books: New York 1992), hlm 148-150. Adapun informasi yang didapat bukan dari buku tersebut dicantumkan dalam catatan kaki.

Catatan Kaki:

[1] E.A. Thompson, “Attila, King of The Huns”, dari laman https://www.britannica.com/biography/Attila-king-of-the-Huns, diakses 25 April 2018.

[2] Michael Schulman, “Malcolm X’s Daughters Take to the Runway”, dari laman https://www.newyorker.com/magazine/2018/02/05/malcolm-x-daughters-take-to-the-runway, diakses 25 April 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*