Mariam Abou Zahab (4); Jejak Intelektual yang Mengagumkan

in Tokoh

Last updated on January 17th, 2018 05:48 am

Dalam setiap analisisnya, ia tidak pernah terkecoh oleh semangat partisan. Meskipun ia beragama Islam dengan mahzab Syiah, namun dalam mengupas fenomena ia selalu menghadirkan sisi objektif yang menawan.

—Ο—

 

Sementara Afghanistan memiliki tempat khusus di hati Mariam Abou Zahab, dia juga mengembangkan hubungan yang dinamis dengan Pakistan sejak dini. Hal ini membedakannya dari sebagian besar relawan asal Prancis lainnya yang aktif di wilayah ini selama tahun 1980an. Menurut Gilles Dorronsoro, yang bekerja untuk Afrane, sebelum menjadi ilmuwan Afghanistan yang terkenal secara internasional, “Kami sama sekali tidak tahu apa-apa tentang masyarakat Pakistan dan, sejujurnya, bahkan sedikit merendahkannya. Sementara di Peshawar, kami hanya ingin menyeberang ke Afghanistan. Sebaliknya, dia (Mariam) fasih berbahasa Urdu dan Pashto dan dia bisa berbicara secara ekstensif tentang Pakistan – tidak hanya tentang Peshawar tapi juga tentang banyak negara bagian lainnya, yang pada masa itu benar-benar asli. ”

Kontak pertamanya dengan orang-orang Pakistan sudah dimulai sejak ia masih mengikuti program pertukaran di Inggris sebagai siswa muda. Dari tahun 1968 dan seterusnya, dia menghabiskan tiga musim panas berturut-turut di Kent, dimana keingintahuannya yang begitu besar telah membuatnya mau menemani para migran Pakistan memanen stroberi. Hasrat petualangannya yang liar, keingintahuannya yang tak pernah terpuaskan, dan simpati yang tak tertahankannya kepada orang-orang yang berada di bawah dominasi, telah memperluas cakrawalanya tentang Negara Pakistan dan membuat detail informasi yang dimilikinya tentang daerah ini. Pada masa selanjutnya, kondisi tersebut  terus berkembang,  hingga akhirnya ia terlibat langsung baik secara intelektual maupun pribadi dengan dengan dinamika masyarakatnya hingga tahun-tahun berikutnya. Begitu juga dengan kecintaannya pada bahasa Urdu dan literaturnya, yang hal ini terungkap dengan sendirinya ketika Mariam membuat terjemahan bahasa Prancis yang luar biasa dari koleksi cerpen Naiyer Masud, Itr-e-Kafoor.

Sumbangsihnya pada studi tentang Pakistan sangat mengesankan, terutama bila mengingat ia melahirkan semua karya ilmiah tersebut dalam 15 tahun terakhir hidupnya. Meski demikian, perjalanan intelektualnya bukanlah sebuah tugas yang mudah, beberapa publikasi akademisnya sering berbentuk bab dalam volume yang diedit. Satu pengecualian yang berharga adalah buku yang dia tulis bersama ilmuwan Prancis Olivier Roy, Islamist Networks: The Afghan-Pakistan Connection (Jaringan Islam: Hubungan Afghanistan-Pakistan). Diterbitkan pada tahun 2004, karya ini mengungkapkan pengetahuannya yang tak tertandingi tentang kelompok politik Islam yang aktif di seluruh Pakistan, Afghanistan dan Kashmir.

Sebagai orang yang menguasai banyak disiplin ilmu, seperti ilmu politik, sosiologi dan studi Islam, karya akademisnya selalu menyajikan titik persimpangan yang kompleks dan mencakup beragam topik. Partai Rakyat Pakistan adalah salah satu organisasi politik pertama yang menarik perhatiannya. Ia mendedikasikan tesis masternya pada tema tersebut. Namun, di tahun-tahun berikutnya, dia mulai beralih mengamati Islam dalam ranah publik Pakistan. Meski tidak terungkap secara eksplisit, satu benang merah yang menghubungkan kerangka umum analisisnya adalah perspektif analitis berbasis kelas. Dia terutama memahami politik keagamaan Pakistan melalui celah sosial, struktur dominasi, konflik status, perebutan kekuasaan atas sumber daya langka dan fenomena “frustrasi” (variabel emosional yang dia gunakan dalam banyak karyanya untuk menjelaskan motivasi “didominasi”). Dalam setiap analisisnya, ia tidak pernah terkecoh oleh semangat partisan. Meskipun ia beragama Islam dengan mahzab Syiah, namun dalam mengupas fenomena ia selalu menghadirkan sisi objektif yang menawan. Tidak peduli apakah mereka orang Sunni ajnabi atau orang asing yang bersaing dalam dominasi tuan tanah Syiah di Jhang, atau” orang miskin pedesaan “yang menantang otoritas penguasa (Malik) di Wilayah Kesukuan Federal.

Kerja lapangannya di Punjab terutama berfokus pada kelompok supremasi Sunni, seperti Sipah-e-Sahaba Pakistan (SSP).[1] Dia adalah ilmuwan pertama yang mempelajari sosio-genesis organisasi tersebut di Punjab selatan. Makalahnya mengenai topik ini, terutama studi etnografinya mengenai konflik status sosial ekonomi dan kekerasan sektarian di Jhang, telah menjadi klasik. Selain nilai akademis intrinsiknya, penelitian ini menggarisbawahi keaslian pendekatannya terhadap objek penelitiannya. Meski ia sendiri seorang mualaf yang bermahzab Syiah, ia tidak mencoba untuk mendeskripsikan sektenya sendiri sebagai korban; Sebagai gantinya, dia mendokumentasikan hubungan dominasi di mana tuan tanah Syiah menindas penyewa Sunni. Dan, seperti dalam tulisan awalnya tentang Taliban Afghanistan, dia berpendapat bahwa bangkitnya militansi Sunni di Punjab selatan adalah reaksi dari kelompok sosial yang muncul (dalam kasus ini, kaum urban, kelas menengah bawah) melawan elit tradisional (kebanyakan terdiri dari Syiah pemilik tanah). Kejujuran intelektualnya, juga keberaniannya, juga dibuktikan dengan kunjungannya ke tokoh-tokoh penting gerakan sektarian Sunni. Di kelompok-kelompok militant ini, ia disambut baik, dan berhasil meraup informasi yang berbermutu.

Pada pertengahan tahun 2000-an, dia mengalihkan perhatiannya ke organisasi supremasi Sunni lainnya, Lashkar-e-Taiba (LeT).[2] Dalam sebuah makalah awal, dia mengulangi evolusi sekte Ahl-i Hadith[3] di Pakistan, keterlibatannya dalam pengajaran dan pendidikan (melalui pembentukan madrasah) dan kegiatan jihadisnya melalui LeT, yang dia sebut sebagai “tentara jihad terbesar di Asia Selatan “. Dalam prosesnya, observsi Miriam berhasil membongkar hubungan Arab dengan gerakan Ahl-i Hadith dan menemukan pertentangan internal (antara unsur pietis, politik dan jihad) berdasarkan perbedaan ritual dan strategi.[4] Artikel yang dibuatnya mencerminkan kemapanan dari pendekatan metodologinya. Karya-karyanya, selalu memobilisasi sejumlah bukti dokumenter yang mengesankan. Ia mengeksplorasi bukan hanya perkembangan politik kontemporer (geo) tapi juga konteks historis, doktrin ideologis dan agama, serta hubungan individual para pemimpin dengan para griliyawan bersenjata. (AL)

Bersambung…

Mariam Abou Zahab (5); Membuat Terobosan Ilmiah

Sebelumnya:

Mariam Abou Zahab (3): “Sang Sheenogai (Si Cantik Bermata Hijau)”

Catatan: Artikel ini merupakan adaptasi dan diterjemahkan secara bebas dari laman scroll.in, dengan judul “The Frenchwoman who fell in love with Lucknow and launched many jihads in her lifetime”. Adapun informasi-informasi lain yang tidak terdapat di artikel tersebut, kami tuliskan di catatan kaki.

 

Catatan kaki:

[1] Sipah-e-Sahaba Pakistan (SSP) didirikan pada bulan September 1985, saat meningkatnya ketegangan Sunni-Syiah di kota Jafang Punjabi. Dengan dukungan dari rezim Zia al-Huq dan pendanaan dari Arab Saudi, SSP segera menjadi kelompok militan anti-Syiah Pakistan yang paling menonjol. Sejak saat itu kelompok ini aktif terlibat dalam aksi terorisme, politik sektarianisme dengan menggunakan kekerasan baik di tingkat lokal maupun nasional. Awalnya, SSP muncul sebagai respon terhadap solidaritas gerakan politik masyarakat Shia Pakistan yang meningkat di akhir tahun 1970an dan awal 1980-an.  Antusiasme dan solidaritas ini merupakan spectrum pengaruh dari Revolusi Islam 1979 di Iran. Gerakan SSP meraup dukungan di masyarakat Sunni ketika terjadi ketegangan sektarian di distrik Punjab, Jhang, dengan menunggangi sentiment ekonomi masyarakat pada seorang aristokrasi feodal Syiah yang secara tradisional mendominasi politik lokal di wilayah mayoritas Sunni. Lihat, http://web.stanford.edu/group/mappingmilitants/cgi-bin/groups/view/147, diakses 15 Januari 2018

[2] Lashkar-e-Taiba (LeT), yang artinya adalah “tentara pemurnian”, telah didirikan sejak 1993. Kelompok ini adalah sayap militer dari organisasi militer Islam Pakistan yang didanai dengan baik, yang bernama “Markaz-ad-Dawa-wal-Irshad”. Organisasi yang lahir pada tahun 1989 ini merekrut relawan untuk bertempur mendukung perjuangan kelompok Taliban. Selama decade 90-an, banyak ahli mengatakan bahwa LeT menerima bantuan dana dan instruksi dari dinas inteligen Pakistan, the Inter-Services Intelligence (ISI). Meski pemerintah Pakistan sudah berulang kali menyangkal tuduhan ini, namun beberapa fakta menunjukkan bahwa LeT memang menerima dana untuk melatih kelompok ekstrimis Muslim dengan instruksi dari ISI untuk menarget masyarakat Hindu di Jammu dan Kashmir. Lihat, https://www.cfr.org/backgrounder/lashkar-e-taiba-army-pure-aka-lashkar-e-tayyiba-lashkar-e-toiba-lashkar-i-taiba, diakses 15 Januari 2018

[3] Ahl-i Hadith adalah gerakan keagamaan yang muncul di India Utara pada pertengahan abad kesembilan belas. Pengikut Ahl-i Hadith mengaku memegang pandangan yang sama dengan gerakan para Ahl al-Hadist awal. Mereka menganggap Quran, sunnah, dan hadist sebagai satu-satunya sumber otoritas agama dan menentang segala sesuatu yang diperkenalkan dalam Islam setelah masa paling awal. Secara khusus, mereka menolak taqlid (mengikuti preseden hukum) dan memilih ijtihad (penalaran hukum independen) berdasarkan tulisan suci. Lihat, referenceworks.brillonline.com/entries/encyclopaedia-of-islam-2/*-SIM_0380,  diakses 15 Januari 2018

[4] Dalam beberapa dekade terakhir gerakan Ahl-i Hadith telah memperluas pengaruhnya hingga ke Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, serta telah berhasil menarik simpati dari kerajaan Saudi Arabia, sehingga organisasi ini juga mendapatkan dukungan finansial yang cukup dari Arab Saudi. Oleh sebagian orang, termasuk Mariam, gerakan Ahl-i Hadith kerap dikorelasikan dengan pandangan Wahabisme Saudi, atau semacam variasi dari gerakan Wahabi. Namun mereka membantah, bahkan menurut mereka paham yang mereka miliki malah memiliki beberapa perbedaan penting dari ulama Salafis. Lihat, https://books.google.co.id/books?id=wEih57-GWQQC&pg=PA349&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false, diakses 17 Januari 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*