Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar ra., mengisahkan tentang sejarah hidup Negus dan bagaimana lika-liku perjalanan hidupnya sampai ke tampuk kekuasaan. Berdasarkan kisah tersebut, sikap adil dan ketegaran Negus dalam menjaga kebenaran sudah dikenal sejak pertama kali dia menaiki tampuk kekuasaan Habasyah.
Abu Thalib mengetahui rencana orang-orang Quraisy untuk melobi Negus dengan mengutus dua orang diplomat terbaik mereka yaitu Abdullah bin Abu Rabi’ah dan Amr bin Al-Ash bin Wail, dan membekali keduanya dengan hadiah-hadiah untuk Negus dan para Batrixnya.
Merasa khawatir dengan keadaan kaum Muslimin yang ada di Habasyah, Abu Thalib mengucapkan syair-syair untuk Negus. Dalam syairnya, Abu Thalib meminta Negus tetap memberikan perlindungan yang baik kepada kaum Muhajirin, dan melindungi mereka:[1]
Duhai syairku, bagaimana di tempat jauh tersebut terdapat Jakfar, Amr, dan para musuh itu adalah sanak kerabat sendiri. Apakah tindakan An-Najasyi (Negus) menyentuh Jakfar dan sahabat-sahabatnya. Ataukah ada pihak yang berusaha mengacaukan keadaan.
Ketahuilah, bahwa engkau orang mulia dan luhur. Hingga orang yang tinggal di tempatmu tidak merasa menderita. Ketahuilah, bahwa Allah membekalimu dengan keluasaan. Dan sebab-sebab kebaikan yang kesemuanya melekat padamu. Engkau orang dermawan yang berakhlak mulia. Orang jauh dan orang dekat mendapatkan manfaat darinya.”
Berdasarkan kisah yang dituturkan oleh Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar, bahwa sikap adil dan ketegaran Negus dalam menjaga kebenaran sudah dikenal sejak pertama kali dia menaiki tampuk kekuasaan Habasyah.
Berikut ini kisahkanya:[2]
Ibnu Ishaq berkata bahwa Az-Zuhri berkata bahwa aku pernah berbicara dengan Urwah bin Az-Zubair tentang hadits Abu Bakr bin Abdurrahman dari Ummu Salamah, istri Rasulullah Saw.
Urwah bin Az-Zubair berkata kepada Az-Zuhri, “Tahukah engkau ucapan An-Najasyi (Negus),[3] ‘Allah tidak mengambil suap dariku ketika Dia mengembalikan kekuasaan kepadaku kemudian aku mengambil suap di dalamnya. Manusia juga tidak patuh kepadaku hingga kemudian aku harus taat di dalamnya.” Aku berkata, ‘Tidak tahu’.”
Urwah bin Az-Zubair berkata, “Sesungguhnya Ummul Mukminin, Aisyah berkata kepadaku bahwa ayah Negus adalah raja kaumnya dan tidak mempunyai anak selain Negus.
Negus mempunyai paman yang mempunyai anak berjumlah dua belas orang. Mereka adalah keluarga istana Habasyah. Orang-orang Habasyah berkata, “Bagaimana kalau kita bunuh saja ayah Negus kemudian kita angkat saudaranya sebagai raja baru, karena ayah Negus tidak mempunyai anak selain anak muda ini, sedang saudara ayahnya mempunyai dua belas anak kemudian mereka mewarisi kerajaan sepeninggal kematian ayahnya.”
Orang-orang Habasyah dalam keadaan seperti itu hingga beberapa waktu. Kemudian mereka menyiksa ayah Negus dan membunuhnya. Sepeninggalnya, mereka mengangkat saudara ayah Negus sebagai raja baru. Mereka hidup seperti itu hingga waktu tertentu.
Di sisi lain, Negus hidup bersama pamannya. Negus anak yang cerdas dan berkemauan keras hingga berhasil mengungguli pamannya, dan menurunkan pamornya. Ketika orang-orang Habasyah mengetahui kedudukan Negus dibandingkan pamannya, mereka berkata, “Demi Allah, anak muda ini berhasil mengatasi pamannya. Kami takut dia diangkat menjadi raja atas kami. Jika dia diangkat sebagai raja kami, pasti dia membunuh kami semua, karena dia mengetahui bahwa kami telah membunuh ayahnya.”
Kemudian mereka berjalan menuju tempat pamannya dan berkata, “Engkau bunuh anak muda ini, atau engkau mengusirnya dari kami, karena kami khawatir dia merusak keselamatan diri kami.”
Pamannya berkata, “Celakalah kalian, aku membunuh ayahnya kemarin, kemudian harus membunuh anaknya pada hari ini? Usirlah dia dari negeri kalian!”
Orang-orang Habasyah Menjual Negus kepada Pedagang Budak.
Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah membawa Negus ke pasar, kemudian menjualnya kepada seorang pedagang dengan harga enam ratus dirham. Pedagang tersebut memasukkan Negus ke dalam perahu, kemudian perahu berjalan membawa Negus. Pada petang hari itu juga, awan musim gugur bertiup. Paman Negus keluar rumah untuk meminta hujan di bawah awan tersebut, tiba-tiba dia terkena petir hingga tewas.”
Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah terkejut melihat anak sang raja, karena dia ternyata orang bodoh dan tidak memiliki kebaikan. Permasalahan orang-orang Habasyah pun menjadi carut-marut. Karena kondisi sulit yang mereka hadapi, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian lain, ‘Demi Allah, hendaklah kalian belajar, karena sesungguhnya raja kalian yang mampu menangani persoalan adalah raja yang telah kalian jual pagi tadi. Jika kalian masih mempunyai perhatian terhadap permasalahan Habasyah, carilah dia!'”
Aisyah berkata, “Mereka mencari Negus dan mencari pedagang yang membelinya. Ketika mereka berhasil menemukannya, mereka mengambilnya dari pedagang tersebut.”
Negus Menjadi Raja Habasyah
Aisyah berkata, “Kemudian mereka membawa Negus pulang ke Habasyah, lalu memakaikan mahkota kepadanya, mendudukkan di singgasana raja, dan mengangkatnya sebagai raja. Tidak lama berselang, pedagang yang membeli Negus menemui orang-orang Habasyah. Dia berkata, ‘Kalian harus mengembalikan uangku, atau mengizinkanku berbicara dengan Negus.’ Mereka berkata, ‘Kami tidak memberi uang sepeser pun kepadamu.’ Orang tersebut berkata, ‘Kalau begitu, izinkan aku berbicara dengan Negus.’ Mereka berkata, ‘Silahkan bicara dengannya’.”
Keadilan Negus
Aisyah berkata, “Orang tersebut menemui Negus dan duduk di depannya. Dia berkata, ‘Wahai paduka raja, aku pernah membeli seorang budak milik satu kaum di pasar dengan harga enam ratus dirham. Mereka menyerahkan budak tersebut kepadaku dan menerima hasil penjualannya. Ketika aku pulang membawa budak tersebut, mereka mengejarku, kemudian mengambil budak tersebut daripadaku tanpa mengembalikan uang yang telah aku berikan kepada mereka’.”
Aisyah berkata, “Negus berkata kepada orang-orang Habasyah, ‘Engkau harus mengembalikan uang dirhamnya atau budak tersebut menyerahkan tangannya kepada orang itu, dan dia pulang membawanya.’ Orang-orang Habasyah berkata, ‘Kami serahkan uang dirhamnya kepadanya’.”
Aisyah berkata, “Oleh karena itu, Negus berkata, ‘Allah tidak mengambil suap dariku ketika Dia mengembalikan kekuasaan kepadaku kemudian aku mengambil suap di dalamnya. Manusia juga tidak patuh kepadaku hingga kemudian aku harus taat di dalamnya’.”
Aisyah menambahkan, “Itulah informasi pertama tentang ketegaran agama Negus, dan keputusannya yang adil.”
Ibnu Ishaq berkata bahwa Yazid bin Ruman berkata kepadaku dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah yang berkata, “Ketika Negus meninggal dunia, diceritakan bahwa kuburannya memancarkan cahaya.” (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 254
[2] Kisah ini dikutip dari Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 259-260
[3] Dalam riwayat ini, Negus disebut dengan nama An-Najasyi, sebab masyarakat Arab mengenalnya dengan sebutan An-Najasyi. Tapi untuk menjaga konsistensi, dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka penulis mengunakan istilah Negus.